Liputan6.com, Washington, DC - Manusia adalah makhluk sosial. Satu sama lain, bisa saling berinteraksi dengan akrab dalam permainan.
Ketika orang dewasa bermain permainan dan serius dilakukan, itulah pertandingan olahraga.
Baca Juga
Sifat kompetitif olahraga telah memberikan peran penting dalam sejarah, di mana bangsa-bangsa saling bersaing dan para individu berjuang untuk menjadi yang terbaik. Hal ini tidak mengherankan kemudian bahwa olahraga telah mengubah jalannya sejarah lebih dari sekali.
Advertisement
Berikut pertandingan olahraga yang mengubah sejarah dunia. Liputan6.com mengutip dari Listverse pada Minggu (26/2/2017).
1. Diplomasi Ping-pong
Perang Dingin telah membagi dunia menjadi dua. Komunis lawan Barat. China adalah salah satu negara yang memiliki akar komunis kuat.
Namun, demikian Tembok Besar China berhasil diterobos lewat bola ping-pong. Majalah Time menyebut kisah ini, "Bunyi 'ping' yang terdengar ke seluruh dunia."
Berawal dari tim olahraga ping-pong AS yang bertanding di Jepang pada 1971, mereka mendapat undangan dari China.
Itu adalah undangan pertama dari negara komunis China kepada Amserika Serikat. Presiden AS kala itu, Richard Nixon mengirim Menlu Henry Kissinger untuk membuka menghadiri pertandingan dan membuka hubungan kedua negara lebih luas lagi.
Dalam satu tahun, Nixon berada di Beijing untuk pertemuan perdana. Ia mendeskripsikan kehadirannya "minggu yang mengubah dunia".
Sementara PM China, Chou En-Lai mengatakan, "Tak pernah dalam sejarahnya, sebuah olahraga mampu menjadi alat diplomasi internasional."
Advertisement
2. Sepakbola Turki Versus Armenia
Salah satu topik diskusi yang sensitif adalah kisah genosida Warga Armenia. Dalam Perang Dunia I diklaim tentara Turki membunuh lebih dari 1,5 warga Armenia.
Jadi, ketika kedua negara itu masuk babak kualifikasi Piala Dunia pada 2010, banyak yang menduga pertandingan akan berlangsung tegang.
Armenia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Turki semenjak merdeka dari Uni Soviet pada 1991.
Pertandingan sepakbola keduanya adalah menjadi contoh, 'football diplomacy'.
Presiden Armenia kala itu, Serzh Sargsyan mengundang Presiden Turki Abdullah Gul untuk datang ke pertandingan dan duduk di sebelahnya.
"Apapun perbedaan kita, ada hal-hal yang bisa kita bagi seperti budaya, kemanusiaan dan olahraga," kata Sargsyan.
Sempat ada protes terkait kunjungan itu, namun pertandingan berjalan mulus dengan kemenangan Turki. Tak berapa lama hubungan keduanya pulih.
3. Gencatan Senjata PD I
Ketika Perang Dunia I dimulai, banyak yang percaya perang berakhir pada saat Natal. Para pemuda Eropa segera mendaftar jadi prajurit.
Tapi, ternyata perang berlangsung hingga empat tahun.
Pada Natal 1914, perang mulai melambat karena para tentara berhadapan dengan lahan yang penuh lumpur.
Pada malam Natal, tentara mendengar lagu-lagu rohani di sisi lain. Ucapan selamat pun saling berkumandang dari dua sisi parit.
Pada hari Natal, kedua belah pihak yang berseteru bertemu di tanah kosong. Bukan saling menembak, tapi tukar menukar kado dan bermain sepakbola.
Gencatan senjata itu menjadi salah satu cerita yang mengharukan.
Advertisement
4. Putra Mahkota yang Tewas akibat Bola Kriket
Frederick, anak pertama George II gemar berolahraga kriket. Pada suatu hari dadanya terhantam bola itu.
Dada putra mahkota itu mengalami abses (pendarahan dalam) setelah insiden itu. Luka dalamnya itu makin parah dan membuatnya jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia pada 1715.
"Terkena lemparan bola kriket", demikian pengumuman kematiannya saat itu. Meski, banyak yang memprediksi kematiannya akibat dari pneumonia.
Kematiannya ternyata disyukuri oleh orangtuanya. Keduanya memiliki hubungan yang tak bahagia.
Mahkota jatuh ke anak laki-laki mendiang, George III, atau Mad King George yang legendaris.
Di bawah George III, Inggris kehilangan koloni Amerika.
Para ahli sejarah menganalisis, jika Frederick tidak tewas, kemungkinan Amerika masih ada di bawah koloni Inggris.
5. Kerusuhan Nika
Kerusuhan sehabis pertandingan olahraga lazim terjadi. Namun, kerusuhan di masa modern tak ada bandingannya dengan apa yang terjadi saat Romawi Kuno.
Bagi warga Romawi, pertandingan balap kuda adalah bisnis besar. Olahragawan paling tajir di dunia adalah Gaius Appuleius Diocles, seorang kusir Romawi abad kedua Masehi yang mengumpulkan kekayaan setara dengan miliaran dolar hari ini.
Ada juga uang besar yang dibuat dari taruhan pada hasil perlombaan, dan orang-orang yang berinvestasi dalam tim pertandingan itu
Roma mereka memiliki tim berkuda: Merah, Putih, Hijau, dan Biru.
Pada saat ibukota dipindahkan ke Konstantinopel, hanya ada dua: Hijau dan Biru. Dengan hanya dua pilihan, dukungan masing-masing tim menjadi lebih mewah dan biru.
Tak sekedar bertaruh, tim pilihan menjelma jadi pernyataan politik dan pilihan hidup. Pada tahun 501 Sebelum Masehi, Hijau menyerang biru dan membunuh 3.000 Orang.
Pada tahun 532 SM, situasi tegang meledak menjadi pemberontakan ketika Kaisar Justianus menindak kekerasan ini. Segera, kedua belah pihak bersatu dalam kemarahan.
Mereka melakukan kerusuhan sambil berteriak, 'Nika!' atau 'Menang!' ( "Win!") "Nika!". Teriakan ini lazim didengar di hippodrome atau arena pertandingan balap kuda.
Para perusuh mulai membakar ibukota. Mereka bahkan menobatkan sesorang untuk menjadi kaisar saingan.
Kerusuhan hanya ditekan ketika tentara mengepung hippodrome dan membantai orang-orang di dalamnya.
Ada sekitar 30.000 orang tewas saat kala itu atau setara dengan, 1 dari 10 penduduk masa itu tewas dalam kerusuhan bersejarah tersebut.
Advertisement