Liputan6.com, Paris - Prancis kini tengah menggelar kampanye untuk memilih presiden pada April mendatang. Ada beberapa kandidat capres untuk menggantikan Francois Hollande yang memutuskan untuk tidak mencalonkan dirinya lagi
Sejauh ini, Partai Konservatif Francois Fillon mengalahkan rivalnya, Wali Kota Bordeaux, Alain Juppe dengan perolehan suara sekitar 66 persen.
Sementara itu, Partai Sayap Kanan Prancis menjagokan Marine Le Pen.
Advertisement
Dua kandidat itu rupanya tak memuaskan warga Prancis. Dalam beberapa hari belakangan sejumlah poster Barack Obama menjadi calon presiden terpampang di jalanan-jalanan Paris.
Poster itu awalnya dibuat oleh empat orang sahabat sebagai lelucon.
Poster itu bertuliskan 'Oui on peut' atau berarti 'Yes We Can', slogan populer Obama pada kampanye 2008. Demikian dikutip dari The Guardian, Selasa (28/2/2017).
Jelas Obama, sebagai orang asing di Prancis tak bisa mengikuti pemilu itu secara legal. Namun, demikian ada petisi online yang digagas oleh sebuah grup bertajuk Obama2017, meminta mantan orang nomor satu AS itu untuk turut berpartisipasi dalam pemilu Prancis.
Kelompok penggagas petisi itu memulai 'kampanye' untuk Obama dengan menempel poster di sejumlah tempat di Paris. Salah satu alasannya, mereka tak puas dengan kandidat kali ini.
Alasannya lainnya adalah ingin Prancis keluar dari kelesuan dan Obama memiliki pengalaman untuk menyelamatkannya.
"Kami ingin membuat gebrakan dengan mengajukan orang asing jadi presiden di egara kita yang indah," tulis website penggagas itu.
"Barack Obama telah menyelesaikan masa jabatan kedua sebagai presiden Amerika Serikat ... mengapa tidak mempekerjakan dia sebagai presiden untuk Prancis?"
Kelompok ini bertujuan untuk mencapai lebih dari 1 juta tanda tangan pada 15 Maret.
Jajak pendapat sekarang menunjukkan kandidat sayap kanan Marine Le Pen memimpin di babak pertama pemilihan presiden pada bulan April namun kalah di babak kedua untuk calon tunggal untuk suara di sayap kiri dan kanan..
Tapi isu ras telah meningkat. Prospek bahwa pemimpin Front Nasional bisa menjadi politisi sayap kanan yang pertama untuk memenangkan kekuasaan melalui kotak suara di Eropa Barat sejak Perang Dunia II.