Kualitas Tidur Bantu Lansia Terhindar dari Penyakit

Seiring bertambahnya usia, para ahli mengatakan kualitas dan jumlah tidur berkurang dan terganggu. Ini alasannya.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 12 Apr 2017, 05:30 WIB
Diterbitkan 12 Apr 2017, 05:30 WIB
Ilustrasi Tidur
Foto: iStock

Liputan6.com, Jakarta - Ilmuwan sedang meneliti apakah kualitas tidur yang buruk adalah penyebab penyakit penuaan, termasuk penyakit jantung, kanker dan Alzheimer. Mereka sedang berupaya menentukan seberapa lama sebaiknya lansia tidur nyenyak, yang diyakini ilmuwan bisa meningkatkan kesehatan mereka.

Manusia menghabiskan sepertiga waktu dalam hidupnya untuk tidur. Idealnya, waktu tidur memberikan kesempatan pada kita untuk beristirahat, dan membantu menyegarkan kembali kewaspadaan dan ingatan kita.

Tapi seiring bertambahnya usia, para ahli mengatakan kualitas dan jumlah tidur berkurang dan terganggu, karena saraf dan jaringan otak yang mengatur tidur pelan-pelan menurun.

Menurut mereka, proses penurunan ini dimulai saat seseorang memasuki usia 30-an. Ketika seseorang berusia 50, pakar tidur mengatakan umumnya kemampuan manusia untuk bisa tidur nyenyak berkurang separuhnya dan mereka akan kesulitan tidur nyenyak sepanjang malam.

Mulai di usia paruh baya, pakar tidur mengatakan masalah tidur semakin memburuk.

Matthew Walker, seorang profesor ilmu saraf dan psikologi di University of California di Berkeley, adalah direktur Lab Tidur dan Penggambaran Saraf di universitas tersebut.

Ia mengatakan, keadaan tidur dengan bermimpi atau saat mata bergerak cepat, yang dikenal dengan tidur REM (rapid eye movement atau tidur dengan gerak mata cepat), biasanya tidak terganggu seiring bertambahnya usia. Yang cenderung menurun adalah tidur non-REM, atau keadaan tidur pulas yang memberikan efek segar keesokan harinya.

Ketika seseorang semakin menua, risiko penyakit jantung, kanker dan Alzheimer meningkat. Dan hal ini diyakini bisa mengganggu kualitas tidur.

Tapi Walker menduga masalahnya mungkin sebaliknya, "atau paling tidak saling berpengaruh. Saya pikir gangguan tidur tidak pernah dianggap sebagai penyebab demensia seiring bertambahnya usia," jelasnya seperti dikutip dari VOA News, Rabu (11/4/2017).

Dalam sebuah meta-analisis, Walker dan rekannya mengkaji data 2 juta orang, dalam sebuah penelitian yang dilaporkan di jurnal Neuron. Ketika mereka mempelajari pantauan pola tidur pada orang dewasa yang kekurangan tidur, mereka menemukan gelombang yang pelan dan disebut sleep spindles, atau rangkaian kegiatan otak yang mengganggu tidur tanpa mimpi.

Mereka juga menemukan senyawa penanda yang disebut in spades, istilah yang digunakan seorang peneliti pada mereka yang kekurangan tidur yang pulas tanpa mimpi.

Walker mengatakan nyaris semua sistem tubuh terpengaruh jika seseorang kekurangan tidur, termasuk sistem kardiovaskular dan metabolisme, yang mungkin bisa menjelaskan kenapa orang-orang yang tidurnya terganggu kemungkinan besar terkena penyakit jantung dan diabetes.

Tapi Walker mengatakan ia yakin ada hikmah dari penemuan itu. Para ilmuwan mencari cara mengatasi masalah tidur, yang kemungkinan bisa menyebabkan penyakit penuaan.

"Kami mencoba mengembangkan terapi tidur baru untuk membantu otak yang menua memproduksi kualitas tidur yang sehat dan melawan proses penuaan dan demensia."

Walker mengungkapkan terapi-terapi baru itu termasuk merangsang bagian otak yang mengatur tidur yang penuh dengan arus listrik dan magnet yang sangat ringan.

Sementara itu, Walker mengatakan ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kualitas tidur. Di antaranya adalah olahraga, jangan menggunakan komputer atau tablet sebelum tidur karena akan semakin sulit tidur, dan usahakan berada di ruangan yang sejuk yang memudahkan orang untuk beristirahat.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya