Liputan6.com, Seoul - Pemerintah Korea Selatan mengaku menemukan drone (pesawat nirawak) milik Korea Utara yang digunakan untuk mengintai sistem pertahanan anti-rudal Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) yang diproduksi Amerika Serikat.
Drone itu jatuh dan ditemukan di kawasan Negeri Ginseng pada Jumat, 9 Juni 2017.
Informasi tersebut disampaikan oleh seorang informan otoritas Korea Selatan.
Advertisement
Baca Juga
Pesawat nirawak tanpa identitas tersebut dilengkapi dengan kamera digital merek ternama Jepang dan menyimpan ratusan foto yang diambil dari jarak 2-3 kilometer.
Foto-foto tersebut ada di dalam memori penyimpanannya, demikian seperti yang diwartakan oleh CNN, Selasa (13/6/2017).
Sepuluh di antara ratusan foto yang tersimpan dalam memori tersebut merupakan foto udara THAAD yang diambil dari jarak sekitar 160 km.
Sistem pertahanan anti-rudal tersebut dipesan oleh Korea Selatan serta diproduksi dan dipasang oleh Amerika Serikat untuk menangkal ancaman misil jarak jauh Korea Utara.
Drone itu jatuh akibat kehabisan bahan bakar, ujar informan seperti yang diwartakan oleh CNN. Benda itu diyakini berasal dari Pyongyang karena dinilai serupa dengan pesawat nirawak yang jatuh di Pulau Baengnyeong --pulau sengketa antara Utara dengan Selatan--pada 2014.
Namun, drone temuan terbaru memiliki teknologi yang lebih canggih serta dilengkapi mesin ganda yang lebih besar.
Pesawat nirawak di Pulau Baengnyeong pada 2014 ditemukan beberapa hari setelah temuan benda serupa di Kota Paju, wilayah yang dekat dengan Korea Demilitarized Zone (DMZ).
Padahal, DMZ merupakan salah satu lokasi yang sangat dijaga ketat, sehingga temuan drone tersebut dinilai mengejutkan pihak Korea Selatan.
Satu unit Terminal High Altitude Area Defence dipasang Mei 2017 lalu di sebuah area bekas lapangan golf di pusat wilayah Seongju. Pemasangan sistem THAAD sendiri dilakukan di tengah aksi protes.
Mayoritas warga setempat percaya bahwa sistem ini merupakan target potensial serangan Pyongyang dan dapat membahayakan kehidupan mereka yang tinggal di dekatnya.
China juga memprotes keberadaan THAAD. Beijing meyakini jangkauan radar sistem tersebut dapat mengganggu keamanan operasi militer mereka.
Seorang juru bicara pasukan AS yang berbasis di Korsel mengatakan, THAAD sekarang "telah beroperasi dan memiliki kemampuan untuk mencegat rudal Korut dan melindungi Republik Korea."
Memasuki Juni 2017, pemerintah Korea Selatan tengah menunda pemasangan sejumlah unit THAAD. Kabar itu dilaporkan oleh Yonhap, media Negeri Ginseng.
Menurut laporan Yonhap, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in memberikan perintah untuk menunda pemasangan sejumlah unit THAAD, demikian seperti yang diwartakan oleh Time, Rabu, 7 Juni 2017.
Time melaporkan, saat ini baru dua dari total enam unit THAAD yang baru dipasang di Korea Selatan.
Alasan penundaan pemasangan empat unit sisanya, seperti yang dilansir oleh Yonhap, disebabkan karena Presiden Moon Jae-in masih menunggu laporan analisis dampak lingkungan (Amdal) di lokasi pemasangan THAAD. Laporan Amdal itu akan memakan waktu selama tahun.
Tindakan Presiden Moon untuk menunda pemasangan sejumlah unit THAAD dilakukan sebagai salah satu langkah untuk menepati janji kampanyenya saat Pilpres Korea Selatan 2017 lalu.
Pada masa kampanye, Moon Jae-in yang berhaluan liberal menginginkan kebijakan rekonsiliasi dengan Korea Utara. Ia juga menolak pemasangan THAAD karena dianggap mampu menambah keruh relasi Korea Utara dengan Selatan serta menyulitkan proses rekonsiliasi maupun reunifikasi.
Saksikan juga video berikut: