Beri Kuliah Umum di Singapura, Menhan Gagas Kerja Sama Intelkam

Menhan Ryamizard Ryacudu menggagas konsep kerja sama intelkam terintegrasi antar-negara di kawasan ASEAN, guna hadapi isu terorisme.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 10 Jul 2017, 18:20 WIB
Diterbitkan 10 Jul 2017, 18:20 WIB
Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu di S. Rajaratnam School of International Studies, Singapura (SCTV)
Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu di S. Rajaratnam School of International Studies, Singapura (SCTV)... Selengkapnya

Liputan6.com, Singapura - Menteri Pertahanan Republik Indonesia Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu menggagas konsep kerja sama intelijen dan keamanan terintegrasi antar-negara di kawasan ASEAN.

Konsep itu digagas oleh Menhan Ryamizard saat memberikan kuliah umum untuk mahasiswa program doktoral di S Rajaratnam School of International Studies, Singapura, pada 10 Juli 2017.

Kuliah umum itu turut dihadiri dan disaksikan Menteri Dalam Negeri Singapura Kasiviswanathan Shanmugam. Demikian hasil reportase Wartawan SCTV, Esther Mulyanie, Senin (10/7/2017).

Saat menyampaikan materi kuliah umum, Ryamizard menilai bahwa ancaman terorisme yang merebak di Asia Tenggara dalam beberapa waktu terakhir, semakin mengkhawatirkan.

Seperti, memanasnya pertempuran kelompok pemberontak pro ISIS yang terjadi di Marawi, Filipina, dan dampak perluasan peristiwa itu ke wilayah sekitar, seperti Malaysia, Brunei Darussalam, dan Indonesia.

Guna menyikapi ancaman tersebut, seluruh negara di kawasan membutuhkan konsep kerja sama intelijen dan keamanan (intelkam) terintegrasi dalam tataran ASEAN. Konsep itu harus melibatkan lembaga penegak hukum dan militer seluruh negara di kawasan.

"Jadi, yang kita lakukan adalah membentuk seperti apa yang dilakukan oleh Amerika Serikat dengan sekutunya. Jadi kalau mata bersama, akan lebih kelihatan apa yang akan terjadi. Itu masih konsep, kalau Singapura setuju, mudah-mudahan yang lain setuju. Terutama yang 5 negara, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Brunei Darussalam," kata Ryamizard.

Pada kesempatan yang sama, pakar dan peneliti terorisme Universitas Rajaratnam, Profesor Rohan Gunaratna, mengomentari gagasan konseptual yang diutarakan Menhan Ryamizard.

Menurut sang pakar, konsep yang serupa dilakukan oleh Amerika Serikat Cs tersebut, cocok diterapkan oleh seluruh negara di kawasan ASEAN.

"Konsep yang dicetuskan oleh sang menteri untuk melawan terorisme adalah brilian. Konsep itu tepat waktu dan akan mengurangi ancaman terorisme di kawasan. Konsep itu harus diterima secara terbuka oleh seluruh negara. Menteri Shanmugam juga menjelaskan bahwa dirinya senang untuk bekerjasama dengan Menhan RI," jelas Profesor Gunaratna.

Sejauh ini, hanya tiga negara ASEAN yang sudah melaksanakan kerja sama menyerupai konsep yang dicetuskan Ryamizard. Tiga negara itu antara lain Indonesia, Malaysia, dan Filipina.

Ketiganya telah melaksanakan kerja sama trilateral di bidang keamanan serta border security atau keamanan perbatasan. Otoritas masing-masing intensif menjalankan patroli bersama di kawasan perbatasan tiga negara.

Dalam waktu dekat, Indonesia, Malaysia, dan Filipina juga akan melakukan latihan militer bersama guna menanggulangi merebaknya kelompok terorisme seperti ISIS di masing-masing kawasan.

Komitmen Tiga Negara

Sebelumnya, pada Kamis 22 Juni 2017, para pejabat tinggi dari Indonesia, Filipina, dan Malaysia mengadakan pertemuan trilateral yang bertempat di Manila.

Agenda utama pertemuan itu membahas isu keamanan dan terorisme di kawasan tiga negara.

Urgensi diangkatnya isu itu terkait situasi pertempuran di Marawi serta tumbuhnya terorisme di kawasan tiga negara.

"Pertemuan itu dihadiri oleh Menteri Luar Negeri, Panglima Angkatan Bersenjata, Kepala Kepolisian, badan penanggulangan atau kontra terorisme, dan badan intelijen dari masing-masing negara. Mereka membahas tentang perkembangan situasi di Filipina selatan, Marawi salah satunya, dan dampaknya terhadap kawasan tiga negara," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir dalam konferensi pers di Jakarta, Juni 2017.

Poin pembahasan dalam pertemuan tersebut difokuskan pada tiga aspek. Pertama adalah pertukaran informasi tentang kondisi terkini, tantangan, hambatan, dan potensi kerjasama terkait situasi di Marawi.

Aspek kedua, ketiga negara menyampaikan masalah terorisme yang tumbuh di kawasannya menggunakan perspektif kewilayahan masing-masing.

Ketiga, pertemuan trilateral itu membahas prospek jangka panjang kooperasi tiga negara untuk melakukan pencegahan tumbuhnya terorisme, radikalisme, dan ekstremisme di kawasan masing-masing. Khususnya dalam konteks kontrol perbatasan, pertukaran intelijen, dan kooperasi penegakan hukum.

Pihak Kemlu RI menyampaikan bahwa pertemuan trilateral itu mampu menghasilkan hasil luaran yang beragam. Mulai dari kebijakan yang bersifat pencegahan dengan pendekatan pemberdayaan hingga keterlibatan otoritas penegakan hukum maupun angkatan bersenjata masing-masing negara untuk membantu isu terorisme di tiga kawasan.

Bahkan, Presiden Indonesia Joko Widodo dan Presiden Filipina Rodrigo Duterte dikabarkan berkomitmen akan menyatukan kekuatan militer untuk menggempur kelompok teroris pro-ISIS di kawasan kedua negara.

Lewat sambungan telepon, kedua presiden menegaskan kembali perlunya kooperasi untuk menghadapi ancaman yang ditimbulkan oleh terorisme dan kekerasan berbasis ekstremisme. Demikian seperti yang dikutp dari Xinhuanet.com, Kamis, 22 Juni 2017.

Mengutip perkataan Presiden Joko Widodo, Juru Bicara Kepresidenan Filipina Ernesto Abella menjelaskan bahwa Indonesia berkomitmen untuk mendukung Filipina dalam melakukan kontra-terorisme, termasuk mengembalikan perdamaian dan stabilitas di Filipina selatan.

Di sisi lain, Presiden Duterte menyambut baik komitmen yang disampaikan oleh Jokowi. Presiden Filipina itu juga menegaskan keterbukaannya terhadap negara yang ingin terlibat dan bekerjasama --seperti Indonesia-- untuk mengatasi isu terorisme di kawasan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya