Kapal Perang China Mengarah ke Eropa Utara, Ekspansi Militer?

Setelah membuka pangkalan militer baru di Djibouti, AL China dilaporkan mengeksplorasi kawasan laut Eropa.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 21 Jul 2017, 12:30 WIB
Diterbitkan 21 Jul 2017, 12:30 WIB
Kapal induk China Liaoning
Kapal induk China Liaoning (AP)

Liputan6.com, Beijing - Setelah membuka pangkalan militer baru di Djibouti, Afrika Utara, China kembali melakukan ekspansi angkatan bersenjatanya.

Kali ini, salah satu kapal perang Tiongkok dikabarkan tengah berlayar dari Afrika menuju kawasan Skandinavia, Eropa Utara.

Salah satu kapal militer tercanggih China, Type052D Destroyer Hefei, memimpin sebuah armada ke Laut Baltik, Skandinavia, Eropa Utara. Demikian seperti yang dilansir dari CNN, Jumat (21/7/2017).

"Dengan mengirim kapal itu, China menunjukkan ketulusan dan simbol relasi positif terhadap Rusia. Latihan bersama juga menjadi sinyal bagi negara yang ingin memprovokasi kami," kata analis militer asal Beijing, Li Jie, kepada media China, Global Times.

Rencananya, kapal itu akan melaksanakan latihan militer gabungan bersejarah dengan Angkatan Laut Rusia.

Disebut bersejarah karena, untuk pertama kalinya, Beijing dan Moskow akan melaksanakan latihan militer kemaritiman gabungan di perairan Eropa.

Tak hanya itu, menurut People's Liberations Army atau Angkatan bersenjata China pelayaran ke Skandinavia merupakan kali pertama bagi Type052D Destroyer Hefei, yang baru beroperasi dua tahun lalu. Kapal muda itu akan memimpin sejumlah fregat dan kapal suplai AL Tiongkok.

"Beijing mulai mengirim AL mereka untuk menambah pengalaman para personel dan alutsistanya dalam operasi kemaritiman krusial," jelas firma analis Stratfor.

Di Laut Baltik, Type052D Destroyer Hefei akan bergabung bersama 10 kapal AL Rusia. Bersama, kedua negara akan melakukan simulasi pertempuran anti-kapal selam dan pertahanan sea-to-air atau laut ke udara di Kaliningrad, dekat wilayah maritim NATO di antara Polandia dan Lithuania.

Meski pelayaran kapal AL China ke Laut Eropa bukan hal baru --selama 10 tahun terakhir, Inggris, Belanda, dan Denmark kerap membantu Tiongkok dalam pelayaran kemaritiman militer, namun pemilihan Rusia sebagai rekan latihan, merupakan fenomena signifikan.

Selain berlayar ke Laut Baltik, armada AL China juga melakukan perjalanan pangkalan militer baru di Djibouti ke Laut Mediterania yang dipimpin oleh Changchun (destroyer class, guided-missile) pada minggu lalu. Bersama AL Italia, Changchun melakukan live-fire training, seperti yang dilaporkan oleh People's Liberations Army.

"Semua latihan militer itu terjadi dalam sebuah konteks. Bahwa ada tujuan yang ingin dicapai China untuk menjadi salah satu kekuatan militer di dunia. Kapal induk kedua sudah dibuat, pangkalan militer di Djibouti telah didirikan, latihan di Laut Baltik tengah berlangsung," jelas Yvonne Chiu, asisten profesor dari Departemen Ilmu Politik University of Hong Kong.

Kapal Induk China yang baru diresmikan. (China Ministry of National Defense)

Saat ini, China memiliki satu kapal induk yang telah beroperasi. Dalam waktu dekat, satu kapal induk Type 055 akan segera diluncurkan. Rencananya, Tiongkok akan memproduksi 4 kapal induk di waktu yang akan datang.

Jika semuanya telah berhasil diproduksi, China akan memiliki 6 kapal induk. Menjadikannya negara ke-2 terbanyak pemilik kapal induk setelah Amerika Serikat (11).

"Grup kapal induk China akan menunjukkan bahwa mereka adalah kekuatan besar dan memiliki kapabilitas yang setara dengan AS. Mereka akan memanfaatkan potensi itu dan diproyeksikan kepada AS, yang selama ini, kehadirannya di Laut China Selatan dan Asia Timur, mengkhawatirkan Tiongkok. Mereka juga mungkin akan mengirim armada ke Karibia atau Amerika Tengah suatu saat nanti," jelas James Goldrick dari Lowy Institute.

Tak hanya itu, ekspansi militer China dan latihan gabungan dua negara besar itu dilakukan pada periode politik internasional beberapa waktu terakhir yang cukup krusial. Seperti ketegangan Rusia - China dengan NATO dan AS, serta proyek mega ekonomi-perdagangan Tiongkok, 'Belt and Road' atau Jalur Sutra.

"Proyek ekonomi dan perdagangan yang dilakukan oleh suatu negara bertautan dengan aktivitas militernya. Dan sumber daya militer maritim memiliki kekuatan diplomasi yang kuat. Maka daripada itu, China mengirim kapal tempurnya ke Laut Baltik dan Laut Mediterrania," kata Magnus Nordenmann, deputi direktur Brent Scowcroft Center on International Security at the Atlantic Council.

Saksikan juga video berikut ini

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya