Liputan6.com, Washington, DC - Perdana Menteri Malaysia Najib Razak menjadi kepala negara Asia Tenggara kedua yang menginjakkan kaki di Gedung Putih sejak tempat itu dihuni Donald Trump. Sebelumnya, PM Vietnam Nguyen Xuan Phuc telah lebih dulu bertandang ke kediaman resmi sekaligus kantor Presiden Amerika Serikat tersebut.
Sejumlah hal menjadi sorotan selama kunjungan resmi PM Najib ke Negeri Paman Sam.
Mengawali sambutannya atas kunjungan Najib, Trump mengucapkan terima kasih atas seluruh investasi Malaysia di AS. Orang nomor satu di AS itu sama sekali tidak menyinggung bahwa Najib dan rombongannya bermalam di Trump International Hotel, di mana mereka terlihat keluar masuk pada hari Senin dan Selasa.
Advertisement
Gedung Putih membantah bahwa Najib memilih hotel tersebut atas masukan Trump. "Kami tentu tidak memesan akomodasi hotel mereka. Jadi, saya tidak dapat berbicara terkait keputusan pribadi yang mereka buat soal tempat tinggal selama berada di Washington," ujar Sekretaris Pers Gedung Putih Sarah Huckabee Sanders, seperti dikutip dari The New York Times pada Rabu (13/9/2017).
Hingga saat ini, pihak Malaysia belum mengomentari kabar soal PM Najib yang memilih tinggal di hotel milik Trump.
Meski demikian, apa pun alasan di balik pilihan tempat menginap Najib, hal tersebut dinilai menambah misteri pertemuan keduanya. Najib saat ini tengah diselidiki oleh Departemen Kehakiman AS atas dugaan skandal korupsi 1MDB di mana ia dituding mengalihkan dana dari lembaga investasi milik negara untuk membeli sejumlah aset termasuk salah satunya hak atas film-film Hollywood.
Sanders menekankan bahwa pertemuan Trump dan Najib tidak memiliki relevansi dengan penyelidikan yang melibatkan PM Malaysia tersebut. "Penyelidikan itu bersifat apolitis dan tentunya tidak bergantung pada apa pun".
Para kritikus berpendapat bahwa Najib telah menangkis tuduhan tersebut dengan memecat penyidik yang terlibat. Tak hanya itu, Najib mengklaim bahwa kabar negatif terkait dirinya adalah berita palsu.
Baca Juga
Perilaku Najib itu disebut tak ubahnya Trump. Oleh karena itu, tak mengherankan ketika dua pemimpin tersebut memilih untuk melewatkan prosedural seperti konferensi pers. Trump dan Najib juga memutuskan tetap berada di "jalur aman" dengan hanya bicara soal perdagangan dan kontraterorisme.
"Kami membicarakan perdagangan -- kesepakatan dagang yang sangat besar. Malaysia merupakan investor besar di AS dalam bentuk saham dan obligasi," ujar Trump selama sesi foto sebelum mereka bicara di Cabinet Room.
Sementara itu, Najib membalasnya dengan mengatakan, "Kami datang ke sini dengan proposisi nilai yang kuat untuk diletakkan di atas meja."
Najib diketahui membahas pembelian pesawat Boeing dan mesin jet General Electric dengan Trump. Negeri jiran itu dilaporkan berkomitmen untuk membeli 25 pesawat Boeing jenis 737 dan delapan jenis 787 Dremliner bagi maskapai nasionalnya.
Pujian Trump
Dalam kesempatan tersebut, Trump mendesak Malaysia untuk memberi tekanan terhadap Myanmar, termasuk Aung San Suu Kyi, untuk menghentikan kekerasan terhadap warga Rohingya.
Seorang pejabat senior AS mengungkapkan Trump mengekspresikan kemarahannya atas tindakan militer Myanmar dan mendiskusikan cara untuk menekan otoritas terkait di negara itu. Sumber yang sama menyebutkan bahwa saat ini Trump belum memiliki rencana untuk menghubungi Aung San Suu Kyi, tapi tidak menutup kemungkinan hal tersebut akan terjadi.
Sebelum bertatap muka, Trump memuji Najib atas langkah Malaysia yang menghentikan hubungan bisnis dengan Korea Utara. Ibu kota Malaysia, Kuala Lumpur, berfungsi sebagai salah satu pusat kegiatan jual beli bagi warga Korut.
Hubungan Malaysia dan Korut pecah setelah Kuala Lumpur menuding Pyongyang mendalangi kematian Kim Jong-nam, kakak tiri Kim Jong-un.
"Dia tidak berbisnis dengan Korut lagi dan bagi kami itu sangat penting," kata Trump.
Investasi yang dibawa Najib ke AS tidak sedikit. Pemerintahannya berencana menginvestasikan sekitar US$ 3 hingga 4 miliar untuk kembali membangun infrastruktur AS. Selain itu, ada pula rencana untuk meningkatkan investasi di Silicon Valley.
Bagi Najib yang akan kembali mengikuti pemilu, kunjungannya ke AS menandai kemenangan besar karena menunjukkan ia dapat melenggang bebas ke Negeri Paman Sam tanpa takut ditahan.
Pendahulu Trump, Barack Obama, juga pernah memuji Najib. Ia menyebutnya sebagai seorang pembaru. Keduanya bahkan sempat bermain golf di Hawaii pada 2014.
Namun, ketika Najib mulai didera tuduhan korupsi, Obama hanya bertemu dengannya di konferensi regional. Tahun lalu, ketika sejumlah pemimpin dunia berkumpul di Rancho Mirage, California, Najib diketahui tidak mendapatkan undangan untuk main golf dengan Obama.
Pertemuan Trump dan Najib juga dikritik para pegiat HAM. "Ini adalah pertemuan yang aneh. Jelas, Presiden Trump telah berulang kali menunjukkan bahwa ia bersedia menjamu pemimpin yang otoriter. Namun, bagaimana pun, pertemuan ini telah mempertontonkan titik rendah baru mengingat Najib bertindak keras terhadap jurnalis, masyarakat sipil, bahkan kartunis," kata John Sifton, Direktur Advokasi Asia di Human Rights Watch.