Terkuak, Ancaman di Balik Salju Merah di Kutub Utara

Salju merah yang berwarna sangat merah seperti wine atau darah pertama kalinya ditemukan 200 tahun lalu di Lintasan Barat Laut.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 21 Sep 2017, 08:24 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2017, 08:24 WIB
Salju merah (0)
Salju merah yang berwarna sangat merah seperti wine merah pertama kalinya ditemukan 200 tahun lalu di Lintasan Barat Laut. (Sumber Shutterstock/Gary Yim)

Liputan6.com, Anchorage - Menurut sebuah penelitian baru, perubahan iklim diduga berlangsung semakin cepat karena adanya salju merah yang disebabkan oleh ganggang (algae) pemberi warna merah yang hidup di gletser-gletser Kutub Utara.

Ganggang air tawar pencinta udara dingin itu bernama Chlamydomonas nivalis dan mengandung pigmen kemerahan.

Ganggang itu juga mengurangi pantulan cahaya matahari pada permukaan salju sehingga terciptalah siklus berulang di lapisan-lapisan es Tanah Hijau (Greenland) dan Kutub Utara, karena peningkatan lelehan es mendorong pertumbuhan mikroba itu.

Fenomena itu belum diperhitungkan dalam model-model iklim. Padahal, menurut Profesor Roman Dial dari Alaska Pacific University, mengabaikan hal itu berarti, "menganggap remeh tingkat pemanasan dan kenaikan permukaan laut yang menjadi akibatnya".

Dikutip dari Daily Mail pada Rabu (20/9/2017), salju yang berwarna sangat merah seperti wine atau darah pertama kalinya ditemukan 200 tahun lalu di Lintasan Barat Laut, yaitu lintasan laut ganas bertaburan es yang menghubungkan Atlantik Utara dengan Pasifik melalui Lingkar Kutub Utara.

Akan tetapi, dampaknya pada pemanasan global akibat percepatan lelehan baru diketahui sekarang. Beberapa eksperimen di hamparan es Alaska menunjukkan bahwa salju merah meningkatkan lelehnya es hingga hampir seperlimanya.

Profesor Dial mengatakan bahwa walaupun salju putih baru memantulkan hampir semua cahaya matahari, pencemar seperti karbon hitam dan debu dapat menggelapkan permukaan es. Es kotor meningkatkan pelelehan karena saljunya jadi lebih gampang menjadi hangat.

Selanjutnya, seperti kata Profesor Dial, "Penelitian ini menegaskan dampak penting kumpulan salju merah pada lelehan gletser di elevasi dan bujur tinggi."

"Hasil-hasil eksperimen yang dipaparkan di sini, bersama dengan pengamatan terkait sebelumnya, eksperimen laboratorium, dan perhitungan teoretis memberikan kasus yang kokoh tentang dampak mikrobiom gletser pada hidrologi dan iklim."

 

Pengaruh Pupuk Penyubur Ganggang

Salju merah yang berwarna sangat merah seperti wine merah pertama kalinya ditemukan 200 tahun lalu di Lintasan Barat Laut. (Sumber Shutterstock/Gary Yim)

Dalam penelitian, Profesor Dial dan rekan-rekan menambahkan pupuk dan air ke kawasan-kawasan tertentu pada salju di gletser Alaska.

Mereka membandingkan kawasan yang tidak diganggu, maka kawasan yang diberi air memiliki 50 persen lebih banyak ganggang. Ganggang lebih banyak lagi ketika pupuk jenis nitrogen-fosfor-potasioum ditambahkan.

Menggunakan data satelit untuk memperkirakan lelehan salju di kawasan seluas 1.900 kilometer persegi, mereka menunjukkan bahwa ganggang salju merah meningkatkan pelelehan hingga 17 persen.

"Kawasan salju merah membentang sekitar 700 kilometer persegi dan di daerah itu kami menyimpulkan bahwa komunitas mikrobia menyebabkan 17 persen dari total lelehan salju di sini," demikian menurut Profesor Dial.

Penelitian terkini tentang fenomena tersebut telah diterbitkan dalam jurnal ilmiah Nature Geoscience.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya