26-9-1954: Topan Marie Karamkan Feri Toya Maru, 1.153 Orang Tewas

Toya Maru karam di tengah terjangan Topan Marie. Dari ribuan orang di atas kapal hanya 150 yang selamat.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 26 Sep 2017, 06:00 WIB
Diterbitkan 26 Sep 2017, 06:00 WIB
Toya Maru karam pada 26 September 1954 akibat terjangan Topan Marie
Toya Maru karam pada 26 September 1954 akibat terjangan Topan Marie (Wikipedia)

Liputan6.com, Tokyo - Tragedi menimpa Jepang pada 26 September 1954 saat kapal feri Toya Maru karam. Perkeretaapian Nasional Jepang (Japanese National Railways) pada September 1955 mengumumkan bahwa korban tewas dalam kecelakaan tersebut adalah 1.153 orang.

Kendati demikian, jumlah pasti korban meninggal tidak diketahui karena pada saat-saat terakhir ada korban yang berhasil mendapatkan tiket namun, ada pula yang membatalkan keberangkatan mereka.

Peristiwa tenggelamnya Toya Maru terjadi di tengah ancaman Topan Marie. Pada hari-H, tepatnya pukul 12.00, badai dilaporkan berada di Laut Jepang dan menuju timur laut dengan kecepatan angin lebih dari 100 kilometer per jam. Diperkirakan, Topan Marie akan mencapai Selat Tsugaru pada pukul 17.00 waktu setempat.

Sementara itu, di lokasi berbeda, pada pukul 11.00, Toya Maru baru saja tiba di Hakodate setelah berangkat dari Aomori. Awalnya, kapal feri itu dijadwalkan akan tiba kembali di Aomori pada pukul 14.40 sebelum Badai Marie "mendarat".

Situasi di tengah ancaman badai membuat kapal lainnya yang memiliki kualitas jauh di bawah Toya Maru, Dai 11 Seikan Maru, tidak dapat melaut. Alhasil, seluruh penumpang serta kendaraan dipindahkan ke Toya Maru. Dan hal ini menunda keberangkatan Toya Maru. Sang kapten memutuskan untuk membatalkan perjalanannya pada pukul 15.10 waktu setempat.

Pukul 17.00, setelah hujan deras di Hakodate, cuaca cerah pun cerah. Kapten memperkirakan bahwa Topan Marie telah berlalu dan ia pun memutuskan untuk berangkat ke Aomori. Faktanya, badai hanya melambat dan masih berada di atas Selat Tsugaru selama satu hari penuh.

Topan Marie diketahui mengumpulkan kekuatan di Laut Jepang. Badai itu dianggap sudah menjadi topan ekstratropis saat mendarat di Jepang.

Pada 18.39 waktu setempat, Toya Maru diketahui buang sauh dari Hakodate dengan mengangkut sekitar 1.300 penumpang. Tak lama, angin pun datang. Toya Maru berusaha menurunkan jangkar di dekat pelabuhan Hakodate untuk menunggu cuaca kembali cerah. Namun, kencangnya angin membuat jangkar tidak terpaut dan akibatnya, Toya Maru terapung-apung.

Akibat desain dek kapal yang buruk, air pun memasuki ruang mesin menyebabkan mesin berhenti dan kapal tak terkendali. Sang kapten memutuskan untuk mencoba mengarahkan kapal ke Pantai Nanae, di pinggiran kota Hakodate.

Setelah berjuang selama beberapa jam, pada pukul 22.26, Toya Maru terdampar dan panggilan SOS pun dilayangkan. Sayang, ombak begitu kuat hingga kapal tidak dapat lagi "berdiri tegak" dan sekitar pukul 22.43, Toya Maru terbalik dan karam hanya pada jarak beberapa ratus meter dari pantai.

Dari 1.309 orang di atas kapal, hanya 150 yang selamat. Sementara 1.159 orang yang terdiri dari 1.041 penumpang, 73 awak kapal dan 41 lainnya tewas.

Di antara para korban tewas adalah 35 tentara AS dari Divisi Kavaleri Angkatan Darat yang berangkat dari Hokkaido untuk mendirikan sebuah kamp baru di Higashine, Yamagata. Seperti dikutip dari jurnal "Tunnelling and Underground Space Technology", empat kapal feri lainnya juga tenggelam akibat topan yang sama, membuat total korban jiwa mencapai 1.430.

Toya Maru yang diresmikan pada 21 November 1947, dilengkapi dengan peralatan radar, membuatnya menjadi salah satu kapal laut pertama Jepang yang berkualitas baik. Kapal feri ini juga merupakan transportasi andalan di Selat Tsugaru.

Peristiwa lain terjadi pada 26 September 1997, kala itu, gempa mengguncang wilayah Umbria dan Marche, Italia. Menurut BBC, lindu pertama berkekuatan 5,6 SR dan yang kedua disebut jauh lebih kuat. Setidaknya, 10 orang tewas akibat bencana ini. Gempa juga meruntuhkan sebagian dari Basilika Santo Fransiskus di Assisi.

Sementara itu, sejarah mencatat pada 26 September 1984, Inggris setuju meninggalkan Hong Kong dan menyerahkan wilayah itu ke China.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya