Rusia Ancam Akan Blokir Facebook pada 2018

Pemerintah Rusia mengancam akan memblokir Facebook pada 2018 jika media sosial itu tak mematuhi hukum soal penyimpanan data.

oleh Citra Dewi diperbarui 27 Sep 2017, 10:05 WIB
Diterbitkan 27 Sep 2017, 10:05 WIB
Ilustrasi Facebook
Ilustrasi tentang Facebook. (Sumber Pixabay/geralt via Creative Commons)

Liputan6.com, Moskow - Pemerintah Rusia mengatakan, pihaknya akan memblokir Facebook pada 2018. Hal itu dilakukan jika media sosial besutan Mark Zuckerberg itu tak mematuhi hukum soal penyimpanan data.

Kepala badan eksekutif yang bertanggung jawab menyupervisi pada telekomunikasi, informasi teknologi, dan media massa Rusia (Roskomnadzor), Alexander Zharov, mengatakan bahwa peraturan tersebut berlaku untuk semuanya.

"Dalam semua kasus, kami akan memastikan bahwa hukum dipatuhi, atau perusahaan itu akan berhenti bekerja dengan Federasi Rusia," ujar Zharov seperti dikutip dari CNN, Rabu (27/9/2017).

"Tidak ada pengecualian di sini," ucap dia.

Undang-undang tentang penyimpanan data mulai berlaku pada September 2015. Di bawah peraturan tersebut, perusahaan yang mengumpulkan data pribadi warga harus menyimpan informasi di tanah Rusia.

Zharov mengatakan bahwa badannya belum berhubungan dengan Facebook. Namun, ia menambahkan bahwa perusahaan tersebut harus mematuhi undang-undang dengan segera.

"Pada 2018, kita akan memikirkannya, dan mungkin akan kita cek," ujar Zharov.

Kepada media pemerintah, Zharov mengatakan bahwa Roskomnadzor telah menerima surat dari Twitter. Media sosial berlambang burung biru itu mengatakan akan mematuhi undang-undang penyimpanan data per 2018.

LinkedIn yang diakuisisi oleh Microsoft pada 2016 tak mematuhi hukum tersebut. Media sosial yang ditujukan untuk profesional itu telah dilarang beroperasi pada November 2016.

 

 

Kashmir Blokir 22 Media Sosial

Perintah untuk memblokir media sosial terjadi di berbagai belahan dunia, salah satunya di Kashmir. Pihak berwenang di sana, yang pemerintahannya dikelola India, mengumumkan larangan satu bulan terhadap 22 layanan media sosial, termasuk Facebook, Twitter, dan WhatsApp. Sebab, layanan tersebut dianggap sebagai biang rusuh.

Pada April 2017, pemerintah negara bagian itu mengatakan, layanan media sosial tersebut disalahgunakan oleh elemen anti-pemerintah untuk menghasut kekerasan.

Video yang menunjukkan aksi kekerasan di kedua kubu telah dibagikan secara ekstensif. Sedikitnya sembilan orang tewas dalam bentrokan yang meluas dengan pasukan keamanan di wilayah yang disengketakan tersebut.

Layanan media sosial lain, alat komunikasi, dan website yang dilarang berdasarkan perintah itu termasuk situs berbagi video ternama, Skype, Telegram, Snapchat dan Reddit.

Perintah pemerintah negara bagian itu menyebutkan bahwa video berisi adegan tak layak didistribusikan untuk menyebarkan rasa tidak puas kepada pihak berwenang.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya