Serangan Fajar di Markas Militer Somalia, 17 Tentara Tewas

Kelompok militan al Shabaab di Somalia menyerang sebuah pangkalan militer di luar Mogadishu usai salat subuh.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 29 Sep 2017, 12:48 WIB
Diterbitkan 29 Sep 2017, 12:48 WIB
Kelompok Militan Al-Shabaab
Kelompok Militan Al-Shabaab. (Reuters)

Liputan6.com, Mogadishu - Militan Somalia Al-Shabaab menyerang sebuah pangkalan militer di luar ibu kota, dengan menggunakan bom mobil dan senjata. Sebanyak 17 tentara tewas dan kelompok teroris itupun menguasai pangkalan serta sebuah kota di dekatnya.

Penduduk dan pejabat mengkonfirmasi insiden tersebut.

"Setelah salat subuh hari ini, dua anggota militan kami menabrak pangkalan militer Barire dengan bom mobil bunuh diri. Mereka membunuh 17 tentara dan membawa tujuh kendaraan teknis," kata Abdiasis Abu Musab, juru bicara kelompok Al- Shabaab yang dikutip dari Channel News Asia, Jumat (29/9/2017).

Barire terletak 50 km (30 mil) barat daya Mogadishu.

Wakil gubernur wilayah Lower Shabelle di mana Barire berada, Ali Nur, mengkonfirmasi pertarungan tersebut. Kendati demikian ia tak memberikan rincian lebih lanjut tentang korban jiwa.

Sebelumnya, Amerika Serikat mengirimkan sejumlah pasukannya ke Somalia untuk membantu tentara nasional negara itu melakukan operasi keamanan dalam jangka waktu yang tidak ditentukan.

Pernyataan tersebut diungkapkan oleh juru bicara militer AS sekaligus menandai kembalinya pasukan AS ke Somalia untuk pertama kalinya sejak tahun 1993.

Saat itu 18 pasukan khusus AS tewas dalam pertempuran melawan kelompok bersenjata di Mogadishu -- kelak peristiwa tersebut diadopsi ke sebuah film berjudul Black Hawk Down.

Samantha Reho, jubir untuk Komando AS di Afrika yang berpusat di Jerman mengatakan, pasukan dari Divisi Lintas Udara 101, sebuah unit infanteri ringan dalam serangan udara, memiliki tugas utama untuk melatih dan melengkapi pasukan Somalia demi memerangi Al-Shabaab. Kelompok bersenjata itu kerap melancarkan teror untuk menggulingkan pemerintahan yang sah.

"Untuk masalah keamanan operasional, kami tidak akan menjelaskan secara spesifik atau berspekulasi tentang potensi kegiatan atau operasi," ujar Reho kepada kantor berita AFP yang dikutip Al Jazeera pada 16 April 2017.

Ia menolak menyebutkan berapa persisnya jumlah pasukan AS yang dikirimkan ke Somalia.

Dalam beberapa tahun terakhir, AS telah mengirimkan sejumlah kecil pasukan operasi khusus dan penasihat kontra-teror ke Somalia. Belum lama ini, Presiden Donald Trump setuju untuk memperluas peran militernya di negara pimpinan Presiden Mohamed Abdullahi Mohamed itu.

Pemerintah pusat Somalia saat ini masih disangga oleh bantuan masyarakat internasional dan 22.000 pasukan penjaga perdamaian Uni Afrika setelah nyaris selama tiga dekade negara itu dilanda perang saudara.

Kelompok militan Al-Shabaab berhasil diusir dari Mogadishu oleh pasukan Uni Afrika pada tahun 2011. Namun teror terus mereka lancarkan untuk merebut sejumlah wilayah di bagian selatan dan tengah Somalia.

 

 

 

Deklarasi Perang Lawan Kelompok Al-Shabab

Presiden Somalia Mohamed Abdullahi Mohamed mendeklarasikan negaranya dalam zona perang dan memerintahkan militer untuk bersiap menghadapi serangan baru dari kelompok Al-Shabaab.

Pernyataan tersebut disampaikan di tengah memburuknya situasi keamanan pasca-bom mobil yang menewaskan setidaknya 20 orang Rabu 5 April 2017 waktu setempat.

Mohamed menggunakan seragam militer saat mengumumkan situasi zona perang. Ia juga menawarkan agar anggota kelompok teroris itu menyerahkan.

"Kami beritahukan kepada anak muda yang dicuci otaknya oleh al-Shabab, mereka punya waktu 60 hari untuk meletakkan senjata yang mereka gunakan untuk membunuh rakyat dan datang kepada kami," terang Presiden Mohamed seperti dilansir Al Jazeera pada 7 April 2017.

"Kami akan menyambut mereka dengan tangan terbuka," imbuhnya.

Al-Shabaab mengecam Presiden Mohamed yang dilantik pada Februari lalu 'murtad' dan meminta agar rakyat Somalia melakukan perlawanan. Sementara itu, pada Kamis waktu setempat, Mohamed dikabarkan mengganti kepala kepolisian, intelijen, dan militer negara itu.

Mohamed menilai, restrukturisasi keamanan dipandang sebagai upaya untuk mengonsolidasikan kekuasaan di negaranya.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya