Rudal Korea Utara Terbaru Kali Ini Mampu Menjangkau Washington DC

Rudal Korea Utara itu juga diperkirakan mampu menjangkau hampir sebagian besar wilayah AS.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 29 Nov 2017, 13:00 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2017, 13:00 WIB
Ilustrasi Korea Utara (AFP)
Ilustrasi Korea Utara (AFP)

Liputan6.com, Washington, DC - Rudal balistik antarbenua (ICBM) teranyar yang diluncurkan Korea Utara pada 29 November, diperkirakan oleh para pakar memiliki kapabilitas untuk menjangkau ibu kota Amerika Serikat, Washington DC.

Pakar menambahkan, misil itu juga diprediksi dapat menjangkau hampir sebagian besar wilayah AS.

Seperti dikutip dari CNBC (29/11/2017), Korea Utara menembakkan rudal melambung ke atas langit hingga setinggi 4.500 km dan kemudian mendarat di Laut Jepang, atau sekitar 1.000 km dari titik peluncuran awal.

"Selama 50 menit, rudal terbang semakin tinggi. Bahkan, lebih tinggi dari rudal-rudal yang sebelumnya sudah mereka lakukan," kata Menteri Pertahanan Amerika Serikat James Mattis.

David Wright, direktur program keamanan global untuk firma analis nonprofit Union of Concerned Scientist menyebut, ICBM Korea Utara teranyar itu mampu menempuh jarak yang lebih jauh jika meluncur dalam jalur lintasan semi-horizontal.

"Rudal semacam itu akan memiliki jarak yang lebih dari cukup untuk mencapai Washington DC. Bahkan, sebenarnya mampu mencapai sebagian besar daratan Amerika Serikat," kata Wright.

Sementara itu, Scott Seaman, direktur biro Asia untuk firma konsultan Eurasia Group, sependapat dengan pernyataan Wright.

"Jika diluncurkan pada lintasan rata, misil itu bisa menempuh perjalanan hingga mencapai jarak sejauh 13.000 km. Jarak itu cukup untuk mencapai Washington DC," tambah Seaman.

Kendati demikian, rudal teranyar Korea Utara yang diluncurkan pada 29 November itu belum tentu mampu dipersenjatai dengan hulu ledak nuklir.

"Kita tidak tahu muatan apa yang dibawanya, sehingga tidak jelas apakah rudal itu mampu menjangkau jarak yang sama jika membawa hulu ledak nuklir. Ditambah lagi, kita juga belum tahu pasti, apakah hulu ledak nuklir Korut telah benar-benar dibuat dan bisa dipasang pada rudal mereka," tambah Wright.

Sementara itu, Michael Elleman, analis senior di International Institute for Strategic Studies dan kelompok observator 38 North memberikan pandangan yang berbeda.

"Perlu ada pemeriksaan mendalam sebelum mencapai simpulan mengenai performa dan reliabilitas misil tersebut. Kita juga perlu mengetahui isi muatan secara presisi untuk menganalisis jangkauan rudal tersebut," kata Elleman.

Pada kesempatan yang berbeda, Menteri Pertahanan AS Jim Mattis mengatakan, rudal teranyar Korea Utara "dapat mengancam lokasi di mana pun di dunia".

Ia menambahkan, "Korea Utara terus melakukan pengembangan dan pembangunan rudal yang membahayakan perdamaian dunia, regional, dan Amerika Serikat."

Menlu AS Mengecam Peluncuran Rudal Korea Utara

Korea Utara kembali melakukan peluncuran rudal setelah dua bulan absen menguji coba senjata tersebut. Tindakan itu pun mendapat kecaman dari komunitas internasional, termasuk Amerika Serikat.

Melalui sebuah pernyataan media yang diterima Liputan6.com pada Rabu, 29 November 2017, Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan bahwa negaranya mengecam peluncuran rudal Korea Utara.

"Amerika Serikat mengecam keras peluncuran rudal yang kemungkinan merupakan rudal balistik antarbenua oleh Korea Utara ke Laut Jepang, yang mengancam tetangga, kawasan, dan stabilitas global," ujar Tillerson.

"Keinginan DPRK (Korea Utara) mengembangkan senjata nuklir dan sarana untuk menembakkannya yang tanpa henti, harus dihentikan. Bersama, masyarakat internasional harus terus mengirim pesan yang kompak ke Korea Utara bahwa DPRK harus meninggalkan program WMD-nya (senjata pemusnah massal)," imbuh dia.

Ia juga meminta agar semua negara harus melanjutkan langkah-langkah ekonomi dan diplomatik yang kuat dalam menghadapi Korea Utara.

"Selain menerapkan semua sanksi PBB yang ada, masyarakat internasional harus mengambil tindakan tambahan untuk meningkatkan keamanan maritim, termasuk hal untuk menunda lalu lintas maritim yang mengangkut barang ke dan dari DPRK," ujar Tillerson.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya