WHO Kaji Laporan Air Minum Kemasan Tercemar Mikroplastik

WHO akan melakukan tinjauan terhadap laporan penelitian kasus tersebut, di mana air minum kemasan tersemar mikroplastik.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Mar 2018, 23:00 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2018, 23:00 WIB
20161222-Pohon-Natal-dari-Botol-Bekas-Hiasi-Gereja-di-Depok-IA
Pohon Natal berbahan limbah botol plastik di halaman Gereja Kristen Pasundan Jemaat Depok, Jawa Barat, Kamis (22/12). Pohon Natal setinggi 12 meter tersebut dibuat dari 6.000 botol plastik bekas untuk menyambut Hari Natal. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) turun tangan terkait hasil laporan penelitian yang menyebutkan beberapa air minum kemasan merek terkenal tercemar plastik.

WHO akan menyelidiki laporan penelitian tersebut, terutama mengenai dampak dan penyebaran plastik mikro yang mencemari air minum kemasan.

Sebelumnya, Orb Media menerbitkan laporan penelitian, tentang air minum kemasan beberapa merek terkenal yang tercemar plastik.

Laporan tersebut seketika menarik perhatian WHO, yang tugasnya adalah memastikan keamanan produk makanan dan minuman yang beredar di pasaran.

"Ketika memikirkan komposisi plastik, kita juga ingin tahu apakah ada racun di dalamnya, apakah itu membawa unsur berbahaya, dan apa yang sebenarnya bisa dilakukan partikel tersebut di dalam tubuh. Semua itu tidak bisa tergantung dari satu hasil penelitian saja," kata Bruce Gordon dari WHO kepada BBC News.

"Kami biasanya menerapkan batas 'aman'. Tapi untuk menentukan batas aman itu kami perlu memahami apakah partikel itu memang berbahaya. Misalnya dalam tingkat konsentrasi berapa dalam air partikel itu bisa berbahaya," tambah Gordon.

Dewasa ini, isu tentang sampah plastik semakin meningkat dan menjadi masalah serius. Menurut Komisi Eropa, penduduk Eropa menghasilkan 25 juta ton sampah plastik setiap tahun. Itu baru di Benua Biru saja. Sayangnya, hanya sekitar 30 persen dari sampah plastik itu yang didaur ulang.

Sebelumnya beredar kabar tak sedap mengenai beberapa perusahaan air minum kemasan terkenal. Air dalam produk mereka yang dipasarkan secara luas di sembilan negara, termasuk Indonesia, diduga terkontaminasi plastik mikro selama proses produksi.

Temuan itu diungkapkan dalam laporan penelitian yang dipimpin oleh pakar plastik mikro Sherri Mason dari State University of New York, di Fredonia. Laporan penelitian tersebut dirilis oleh Orb Media, sebuah perkumpulan media non-profit yang berbasis di Amerika Serikat.

Para peneliti menguji 250 botol air minum kemasan di Brasil, China, India, Indonesia, Kenya, Lebanon, Meksiko, Thailand, dan Amerika Serikat. Hasilnya sungguh mengejutkan. Para peneliti menemukan plastik di hampir 93 persen sampel yang digunakan dalam pengujian.

Sampel yang digunakan dalam pengujian itu diambil dari merek-merek terkenal, beberapa di antaranya dijual di Indonesia. Butiran halus yang mencemari air minum di dalam kemasan botol termasuk dalam jenis polypropylene, nilon, dan polyethylene terephthalate (PET).

Menurut penelitian, ketiganya umumnya digunakan untuk membuat tutup botol air kemasan.

"Dalam penelitian ini, 65 persen partikel yang kami temukan dalam bentuk fragmen dan bukan serat," kata Mason, dikutip dari AsiaOne, Kamis 15 Maret 2018.

"Saya kira partikel tersebut dihasilkan melalui proses pembotolan air. Awalnya saya pikir sebagian besar plastik itu berasal dari botol itu sendiri, tapi ternyata berasal dari tutupnya," tambah Mason.

Menurut laporan penelitian, konsentrasi butiran plastik dalam air minum kemasan berkisar antara 0 hingga lebih dari 10.000 partikel plastik dalam satu botol. Rata-rata, partikel plastik dalam kisaran ukuran 100 mikron (0,10 milimeter) dianggap plastik mikro.

Untuk kasus ini, penelitian menemukan plastik pada tingkat rata-rata 10,4 partikel plastik per liter. Bahkan yang paling umum dijumpai adalah partikel plastik berukuran lebih kecil yang mencapai rata-rata 325 partikel plastik per liter.

Namun para ahli mengatakan bahwa tingkat risiko terhadap kesehatan manusia yang ditimbulkan oleh kontaminasi tersebut masih belum jelas.

"Ada hubungannya dengan peningkatan jenis kanker tertentu hingga menurunkan jumlah sperma serta meningkatkan risiko gangguan konsentrasi, hiperaktivitas dan autisme," kata Mason.

 

Reporter: Sugiono

Sumber: Dream.co.id

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya