Amnesty International Desak RI Cegah Hukum Pancung di Aceh

Pemerintah Aceh mengungkapkan bahwa pihaknya tengah mempertimbangkan pemberlakuan hukum pancung yang ditolak oleh Amnesty International.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Mar 2018, 10:05 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2018, 10:05 WIB
Suami Istri Ini Pilih Dihukum Cambuk karena Judi di Aceh
Warga menonton hukum cambuk yang dilakukan kepada Tjia Nyuk Hwa di luar Masjid Babussalam, Banda Aceh, Aceh, Indonesia, Selasa (27/2). Tjia Nyuk Hwa dicambuk sebanyak tujuh kali, sedangkan suaminya enam kali cambukan. (AFP FOTO/CHAIDEER MAHYUDDIN)

Liputan6.com, Aceh - Amnesty International mendesak Pemerintah RI untuk turun tangan dan mencegah upaya pemberlakuan hukuman pancung untuk kejahatan pembunuhan di Provinsi Aceh.

Menurut LSM ini, alasan bahwa pemenggalan kepala memiliki efek jera terhadap kejahatan sama sekali tidak berdasar dan tidak dapat diterima.

"Tidak ada bukti bahwa hukuman mati memiliki efek jera khusus terhadap kejahatan, betapapun mengerikannya metode eksekusi itu," kata Direktur Amnesty International di Indonesia, Usman Hamid.

"Pemerintah Aceh tidak dapat menggunakan status otonomi khusus untuk memberlakukan UU dan kebijakan yang secara mencolok melanggar HAM," ujarnya.

Pemerintah Aceh mengungkapkan bahwa pihaknya tengah mempertimbangkan pemberlakukan hukum pancung guna mengurangi kasus pembunuhan di sana.

Pemerintah setempat mengatakan akan melakukan penelitian akhir tahun ini untuk mengukur opini publik mengenai rencana tersebut. Jika mayoritas warga mendukung maka ide itu akan dilaksanakan.

Mereka ingin mengikuti jejak negara-negara, termasuk Arab Saudi, yang "secara efektif mengurangi jumlah pembunuhan" setelah menerapkan hukuman pancung.

"Pemenggalan kepala lebih sesuai dengan hukum Islam dan akan menimbulkan efek jera... hukuman ketat diterapkan untuk menyelamatkan nyawa manusia," kata Kabid Bina Hukum Syariat Islam dan Hak Asasi Manusia Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh Dr Syukri M Yusuf.

"Kami akan mulai menyusun rancangan undang-undang begitu kajian akademis selesai," ia menambahkan.

Menurut Amnesty International, seperti dikutip dari Australia Plus, Jumat (16/3/2018), Aceh dan Indonesia secara keseluruhan harus menghentikan segala bentuk hukuman mati.

"Pihak berwenang perlu fokus pada akar penyebab kejahatan dan perdebatan tentang hukuman mati sebagai pelanggaran HAM. Serta segera menghapuskan hukuman kejam tidak manusiawi dan merendahkan martabat ini," kata Usman.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Mencambuk Kaum Gay

Pasangan Gay
Suasana sebelum eksekusi hukuman cambuk dua terpidana kasus liwath alias gay di Banda Aceh, Indonesia, (23/5). Eksekusi hukuman cambuk ini digelar terbuka di hadapan publik. (AP Photo / Heri Juanda, File)

Aceh merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang memberlakukan hukum syariah, sesuai kesepakatan otonomi khusus dengan Pemerintah RI dari satu dekade lalu.

Sejak itu, provinsi ini menjadi semakin ketat, dan secara rutin mencambuk pelaku kejahatan ringan seperti konsumsi alkohol dan perjudian.

Tahun lalu, dua pria dihukum 85 kali cambukan untuk kasus seks gay.

Hubungan seks sesama jenis tidak diperlakukan sebagai kejahatan berdasarkan KUHP saat ini - namun Pemerintah RI sedang menyusun RUU yang nantinya mengkriminalisasi seks gay dan seks di luar nikah.

Amnesty mendesak Jakarta untuk turun tangan dan mencegah upaya di Aceh memberlakukan hukuman pancung.

"Aceh, dan Indonesia secara keseluruhan, harus segera memberlakukan moratorium hukuman mati, dengan tujuan akhir mencabutnya," kata Usman.

Amnesty menentang hukuman mati dalam semua kasus, tanpa kecuali, terlepas dari sifat atau keadaan kejahatan: terbukti bersalah, tidak bersalah atau karakteristik lain dari individu, begitu pula metode eksekusi yang dipergunakan oleh negara.

Dikatakan, saat ini 106 negara telah menghapuskan hukuman mati untuk semua kejahatan dan lebih dari dua pertiga negara di dunia menghapuskannya dalam hukum atau praktik.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya