Jejak Uni Soviet di Jakarta

Jejak hubungan Indonesia dan Uni Soviet terdapat dalam sejumlah monumen dan bangunan di Jakarta.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Mar 2018, 09:09 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2018, 09:09 WIB
Pembangunan Stadion Gelora Bung Karno pada April 1962 (Wikipedia)
Pembangunan Stadion Gelora Bung Karno pada April 1962 (Wikipedia)

Liputan6.com, Jakarta - Sebagai penganut kuat sosialisme, Sukarno banyak terinspirasi oleh Uni Soviet. Hal ini tampak dengan dibangunnya berbagai monumen megah bergaya Soviet dan kompleks olahraga besar di tengah kota yang digunakan untuk Asian Games 1962.

Media Rusia menguak pengaruh Soviet di ibu kota Indonesia. Tepat tiga tahun setelah kegagalan revolusi 1905 di Rusia, Indonesia mengalami Tahun Kebangkitan Nasional. Momentum ini menjadi percikan paling awal bagi pergerakan rakyat Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaannya dari penjajah Belanda.

Presiden pertama negara ini, Sukarno, melihat banyak persamaan antara kemerdekaan Indonesia dari kekuasaan kolonial dengan perjuangan petani serta penggulingan Dinasti Romanov di Rusia dan perkembangan selanjutnya di Uni Soviet. Hal ini terejawantahkan dengan dibangunnya beberapa monumen bergaya realisme Soviet di berbagai tempat di Jakarta.

Dikutip dari laman RBTH Indonesia, Jumat (16/3/2018), patung Pemuda Membangun di ibu kota Indonesia adalah salah satu contoh terbaik realisme Soviet.

Patung besar tersebut didirikan sebagai simbol keberanian pemuda dalam pembangunan negara. Hal ini sangat mirip dengan peran ikatan pemuda yang turut menjadi pilar berdirinya Uni Soviet.

Patung dengan sosok seorang petani telanjang berbadan kekar yang membawa piring berisi api abadi ini mencerminkan semangat abadi pemuda.

 

Tugu Tani atau Patung Pahlawan, yang berwujud pejuang kemerdekaan Indonesia yang siap melawan penjajah Belanda untuk membebaskan negaranya, bersama ibunya yang mendukung -- adalah bukti hubungan kuat Jakarta dengan Moskow saat itu.

Monumen yang dekat dengan Stasiun Kereta Gambir ini mungkin adalah karya pematung masyhur Rusia Matvey Manizer di Asia yang paling terkenal.

Patung tersebut dibangun setelah Sukarno meminta Manizer dan anaknya Otto agar membangun sebuah monumen untuk memperingati perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Pada awal 1960-an, keluarga Manizer mengunjungi Pulau Jawa. Selama kunjungan tersebut, mereka mendengar kisah seorang ibu yang mendukung anaknya untuk berjuang demi negara, tetapi berpesan agar sang anak terus ingat kepada orangtuanya.

 

Sebuah prasasti yang ditulis dalam bahasa Indonesia di podium monumen ini berbunyi: "Hanya bangsa yang dapat menghargai pahlawan-pahlawannya yang dapat menjadi bangsa besar."

Sukarno juga mengagumi Uni Soviet karena berhasil unggul dalam bidang perlombaan angkasa luar dan ia ingin agar Indonesia memiliki industri aeronautika yang maju.

Patung perunggu Pancoran setinggi 11 meter di kawasan selatan Jakarta berbentuk seorang pria yang menunjuk ke arah utara tempat bandar udara pertama kota ini berada. Patung ini ingin menggambarkan kejayaan negara dalam bidang penerbangan.

Tengara atau landmark Jakarta yang paling terkenal, Monumen Nasional (Monas) dengan tinggi 132 meter, memiliki serangkaian relief di sekeliling dasar menaranya.

Relief-relief yang terbuat dari cetakan semen ini menggambarkan perjuangan kemerdekaan Indonesia yang dirancang untuk menginspirasi warga, sama seperti karya seni publik di Uni Soviet yang mengilustrasikan sejarah dan menjelaskan sebuah narasi politik.

 

Luzhniki di Jakarta

20150820-6 Cerita Tersembunyi Seputar Soekarno-Jakarta
Dalam buku Samudera Merah Putih 19 September 1945, Jilid 1 (1984) karya Lasmidjah Hardi, alasan Presiden Sukarno memilih tanggal 17 Agustus sebagai waktu proklamasi kemerdekaan adalah karena Bung Karno mempercayai mistik. (Dok.Arsip Nasional RI)

Bukti hubungan Rusia dan Soviet dengan Jakarta ternyata tak hanya tecermin pada berbagai patung dan monumen besar di kota itu. Sebagian dana pembangunan Kompleks Olahraga Gelora Bung Karno, yang merupakan fasilitas olahraga terbesar dan tertua di Indonesia, berasal dari Uni Soviet.

Kompleks ini dibangun untuk Asian Games 1962 dan stadion utamanya, yang awalnya memiliki kapasitas lebih dari 100 ribu penonton, menyerupai Stadion Luzhniki di Moskow.

Pada 1956, Sukarno berpidato di Stadion Luzhniki, Moskow, dan ia diyakini begitu terkesan dengan stadion tersebut sehingga memutuskan bahwa ibu kota Indonesia memerlukan kompleks olahraga sejenis.

Uni Soviet memberikan pinjaman khusus sebesar 12,5 juta dolar AS. Arsitek dan insinyur Soviet pun dikerahkan untuk pembangunan kompleks ini, yang masih merupakan salah satu yang terbesar di Asia Tenggara.

Rusia dan Indonesia telah beranjak dari zaman sosialisme, tetapi jejak-jejak masa lalu terus menjadi bagian penting dari lanskap ibu kota kedua negara.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya