11.000 Tahun Lalu, Leluhur Manusia Berhasil Selamat dari Perubahan Iklim

Sebuah penelitian ilmiah terbaru menunjukkan bagaimana manusia di 11.000 tahun lalu, dapat bertahan dari perubahan iklim.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 27 Mar 2018, 11:00 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2018, 11:00 WIB
Perubahan iklim
Ilustrasi: akibat perubahan iklim dan pemanasan global (sumber: iStockphoto)

Liputan6.com, London - Temuan dari situs Middle Stone Age bernama Star Carr di North Yorkshire, Inggris, menunjukkan bahwa nenek moyang manusia mampu bertahan dari dampak perubahan iklim selama satu abad.

Hasil temuan yang dimuat di jurnal Nature Ecology & Evolution pada hari Senin, 26 Maret 2018, itu menjelaskan bagaimana manusia menanggapi perubahan iklim, dapat memberikan kunci wawasan bagi masyarakat modern dalam menghadapi isu serupa.

Dilansir dari CNN pada Selasa (27/3/2018), para ahli paleo klimatologi yang mempelajari iklim di masa lalu, tahu bahwa iklim Bumi tidak stabil di era kehiudpan nenek moyang, seperti halnya yang dihadapi manusia saat ini.

Perubahan yang tiba-tiba dan 'kasar' ini bisa berarti hidup atau mati, sering memaksa seluruh penduduk berpindah jauh untuk bertahan hidup.

Sebagai contoh, salah satu peristiwa yang terjadi pada 8.200 tahun lalu, menunjukkan perubahan iklim mendadak yang berlangsung selama satu abad. Lama terjadinya anomali iklim tersebut diketahui dari hasil penelitian di inti es Greenland, dan beberapa catatan fosil di seluruh Eropa.

Perubahan iklim itu terjadi ketika lapisan es Amerika Utara mencair setelah zaman es terakhir, dan kemudian melepaskan miliaran kubik air ke Lautan Atlantik Utara.

Hal tersebut, perlahan namun pasti, mengganggu arus yang membawa panas ke Eropa Barat, sehingga memicu keruntuhan populasi berskala besar di Inggris utara, dan perubahan budaya besar di Eropa selatan.

Dalam mempelajari situs Star Carr, para peneliti mengetahui bahwa dua peristiwa di sana, 9.300 dan 11.100 tahun yang lalu, mengakibatkan penurunan suhu antara 10 dan 4 derajat Celcius.

"Populasi di Star Carr, salah satu komunitas awal psca-berakhirnya zaman es, pasti sangat tahan terhadap ketidakstabilan iklim, mampu bertahan dari tekanan lingkungan ini," ujar Ian Candy, pemimpin penelitian dan juga kandidat profesor Ilmu Geografi di Royal Holloway University of London's Center for Quaternary Research.

"Para pemburu-pengumpul (komunitas Star Carr) ini memiliki banyak keterampilan dan pengetahuan tentang cara menggunakan sumber daya alam. Mereka dapat membuat tempat penampungan, rumah, berburu, memancing, dan mengumpulkan bahan-bahan tanaman,” lanjutnya menjelaskan.

Ditambahkan oleh Candy, akibat perubahan iklim, kemungkinan besar komunitas Star Carr telah menempati banyak lokasi, dengan kondisi yang jauh lebih dingin dan lebih keras, hingga menemukan wilayah untuk menetap dalam jangka waktu lama.

Namun, mereka berhasil mempelajari struktur, menggunakan api untuk tetap hangat, dan tampaknya juga memiliki akses ke hewan buruan, seperti rusa merah.

 

Simak video tentang penampakan gunung es patah akibat perubahan iklim berikut: 

Menunjukkan Teknologi Struktur Bangunan Masyarakat Kuno

Ilustrasi Bumi
Ilustrasi Bumi (NASA)

Star Carr telah menjadi harta karun bagi para peneliti dari seluruh dunia sejak pertama kali digali pada akhir 1940-an. Situs ini, di tepi bekas cekungan danau, termasuk bukti tertua tentang isu pertukangan di Eropa, yakni berbentuk struktur kayu besar yang terbuat dari potongan kayu, yang diolah dengan alat batu api.

Sebelas ribu tahun yang lalu, struktur tersebut kemungkinan dibangun di atas lanskap terbuka, yang terdiri dari padang rumput, semak belukar, dan hutan.

"Saat ini situs Star Carr tetap unik karena memiliki kekayaan data yang melimpah," ujar Candy.

Candy dan tim yang dipimpinnya telah menemukan lebih dari 30 kepala tanduk unik di sana. Banyak di antaranya tidak memiliki kesamaan dengan temuan serupa di berbagai situs kuno lainnya di Inggris.

Biasanya, menurut Candy, artefak yang ditemukan di banyak situs kuno di Inggris berupa pecahan alat pertukangan dari batu, dan jarang yang berbentuk material organik terawetan seperti di Star Carr.

Para peneliti menemukan detail peristiwa perubahan iklim dengan membuat catatan tentang apa yang terjadi di situs tersebut.

Endapan danau, fosil tumbuhan dan hewan, penanggalan radiokarbon, abu dari letusan gunung berapi dan data arkeologi lainnya, memungkinkan mereka mencocokkan catatan iklim dengan aktivitas manusia kala itu.

Namun para peneliti tidak menemukan tulang manusia, yang menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana para pemburu-pengumpul ini menghadapi kematian mereka.

Temuan di Star Carr mengubah cara para peneliti melihat populasi pemburu-pengumpul.

"Umumnya dianggap bahwa para pengumpul pemburu cukup mudah bergerak," kata Candy.

"Kami sekarang tahu mereka membangun struktur sangat awal setelah akhir Zaman Es, dan bahwa mereka cukup kuat untuk bertahan, meski berpindah-pindah," lanjutnya menjelaskan.

Komunitas Star Carr diperkirakan terus berpindah-pindah ke arah selatan selama satu abad terjadinya perubahan iklim. Mereka mengikuti ‘jalur subur’ ke wilayah yang lebih hangat, sebelum suhu Bumi kembali menjadi normal.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya