Studi: Anak Perempuan yang Lahir dari Ibu Obesitas Lebih Cepat Alami Pubertas

Anak gadis yang lahir dari ibu dengan kondisi obesitas juga berisiko lebih besar terkena gangguan kesehatan.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 17 Apr 2018, 16:00 WIB
Diterbitkan 17 Apr 2018, 16:00 WIB
Ilustrasi Badan Gemuk atau Obesitas (iStockphoto)
Ilustrasi Badan Gemuk atau Obesitas (iStockphoto)

Liputan6.com, Washington DC - Sebuah studi ilmiah terbaru menyebut bahwa anak perempuan yang terlahir dari ibu dengan obesitas, cenderung akan mengalami masa pubertas lebih cepat dari teman-teman sebayanya.

Hasil studi yang dimuat di American Journal of Epidemiology itu dilakukan kepada lebih dari 15.000 anak perempuan di negara bagian North Carolian.

Seluruh responden dipilih dari rentang usia 6 hingga 11 tahun, yang kemudian dianalisis catatan medis tumbuh kembangnya.

Dikutip dari ABC News pada Selasa (17/4/2018), anak perempuan biasanya akan memasuki masa pubertas saat berusia 8 hingga 13 tahun.

Jika pubertas terjadi di bawah usia tersebut, maka dianggap sebagai gejala anomali, yang mungkin berkaitan dengan gangguan kesehatan pada organ reproduksi.

Selain ditilik dari kondisi kesehatan ibu, penelitian tersebut juga menyesuaikan beberapa faktor lain, seperti usia, etnis, hingga tingkat pendidikan.

Diketahui sebanyak 39 persen responden mengalami pubertas dini, karena lahir dari ibu dengan kondisi obesitas akut, dan sebanyak 21 persen lainnya mengalami hal serupa, tetapi  berasal dari ibu yang memiliki kelebihan berat badan.

Mereka yang lahir dari ibu dengan kelebihan berat badan, rata-rata mengalami pubertas tujuh bulan lebih cepat dari usia normal.

Sementara bagi mereka yang lahir dari ibu dengan kondisi obesitas, seslisih permulaan pubertasnya cukup jauh, bisa mencapai belasan bulan lebih awal dibandingkan usia seharusnya.

Para peneliti berpikir hubungan ini mungkin terkait dengan perkembangan janin di dalam rahim. Sebelumnya, penelitian hanya mengetahui bahwa berat badan ibu memengaruhi bobot anaknya saat tumbuh kembang.

"Apa yang kami pelajari adalah bahwa lingkungan in-utero -- lingkungan pasca-melahirkan, dapat memengaruhi waktu perkembangan pubertas di masa depan," kata Ai Kubo, seorang ilmuwan dari Kaiser Permanente Institute, yang terlibat dalam studi terkait.

"[Ini] masuk akal karena otak manusia dikembangkan di rahim, dan otak juga diketahui melepaskan hormon yang memengaruhi pubertas," lanjutnya menjelaskan.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

 

Pubertas Dini Berkaitan dengan Risiko Gangguan Kesehatan

Pubertas Dini (iStockphoto)
Pubertas Dini (iStockphoto)

Sementara itu, penelitian yang sama juga menyebut bahwa pubertas dini dapat berkaitan dengan risiko terserang beberapa gangguan kesehatan.

Anak gadis yang mengalami pubertas lebih awal diketahui berisiko mengalami tingkat depresi dan kecemasan yang lebih tinggi.

Di kemudian hari, mereka lebih mungkin didiagnosis terkena diabetes, masalah jantung, serta beberapa gangguan kesehatan di payudara dan sistem reproduksi.

Namun, penelitian ini tidak turut menganalisis anak gadis yang mengalami pubertas lebih awal selama bertahun-tahun, atau mengukur tingkat di mana mereka menderita masalah kesehatan seperti itu.

Penelitian ini juga hanya menyasar pada relasi antara masa awal pubertas, dan kesehatan ibu. Tidak disinggung sedikit pun mengenai bagaimana cara mengatasi hal tersebut.

Di lain sisi, ketika membandingkan kelompok anak perempuan berdasarkan etnis, penelitian ini menemukan pubertas dini paling sering terjadi pada mereka yang berasal dari keturunan Asia.  

Anak gadis yang lahir dari ibu-ibu Asia yang kelebihan berat badan, 53 persen lebih mungkin mengalami pubertas dini.

Menariknya, hal ini berkorelasi dengan temuan ilmiah bahwa wanita Asia cenderung memiliki tingkat kesuburan yang tinggi.

Hal ini membuat risiko kesehatan akibat kondisi obesitas -- dan juga kelebihan berat badan, tidak begitu berdampak hebat pada anak-anak yang dilahirkannya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya