AS Mundur dari Kesepakatan Iklim Paris, 2 Negara Bergabung

Beberapa negara dan entitas juga mengumumkan rencana untuk meningkatkan upaya-upaya mereka yang selaras dengan prinsip Kesepakatan Iklim Paris.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Jun 2018, 07:48 WIB
Diterbitkan 04 Jun 2018, 07:48 WIB
Ekspresi Donald Trump Saat Hadiri National Prayer Breakfast
Presiden AS Donald Trump (AFP Photo/Mandel Ngan)

Liputan6.com, Washington DC - Setelah Presiden Donald Trump mengumumkan Amerika Serikat mundur dari Kesepakatan Iklim Paris karena kesepakatan itu dianggap membuat Negeri Paman Sam "mengalami kerugian ekonomi besar", dua negara yang tadinya belum bergabung dikabarkan akan menjadi anggota pakta tersebut.

Nikaragua dan Suriah akhir tahun lalu mengumumkan mereka akan bergabung dengan kesepakatan global untuk mengurangi emisi gas-gas yang menyebabkan pemanasan global.

Para pakar mengatakan keputusan Trump untuk menarik diri dari upaya penanggulangan perubahan iklim telah mendorong negara lainnya untuk ikut bergabung dalam Kesepakatan Iklim Paris.

Namun apakah negara lain akan mampu mengisi kesenjangan yang ditinggalkan AS, masih belum terjawab.

Tak satupun negara yang mengikuti jejak Donald Trump, ujar mantan perunding utama kesepakatan iklim Todd Stern.

"Kabar baik dan paling penting adalah negara-negara lain tetap berada dalam kesepakatan," kata Stern seperti dikutip dari VOA Indonesia (4/6/2018).

Peningkatan Upaya Berbagai Pihak, Kecuali Pemerintah Federal AS

Beberapa negara, seperti China, Prancis, Inggris, telah mengumumkan rencana untuk meningkatkan upaya-upaya mereka untuk mengakhiri penjualan kendaraan berbahan bakar fosil, meskipun tak semua negara telah menetapkan tenggat waktunya -- selaras dengan Kesepakatan Iklim Paris.

Lebih dari 60 negara, negara bagian, kota dan perusahaan telah berikrar untuk mengakhiri pembangkit listrik bertenaga batubara.

Semantara di AS, para pakar mencatat bahwa negara-negara bagian, kota, dan badan-badan usaha telah mengambil tindakan untuk menanggulangi perubahan iklim, meskipun pemerintah federal belum mengambil tindakan apapun.

Setelah pengumuman Trump, sebuah aliansi yang mewakili lebih dari setengah komunitas ekonomi AS berikrar berkomitmen untuk pengurangan emisi gas-gas kaca.

(Kiri) Gletser Muir dahulu, (Kanan) Gletser Muit sekarang. (USGS)

Di antara anggota koalisi "We Are Still In" dengan 2.770 anggota adalah New York, California, dan tujuh negara bagian lainnya; 230 kota, termasuk sembilan dari 10 kota paling padat; serta Unilever, Intel, Gap Inc, dan beberapa perusahaan lain yang tergabung dalam Fortune 500.

Beberapa negara bagian telah mengumumkan rencana untuk berbuat lebih banyak dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Virginia dan New Jersey mewajibkan firma pembangkit tenaga listrik untuk membayar polusi karbon yang ditimbulkan, bergabung dengan program perdagangan emisi sembilan negara bagian lainnya.

"Banyak dari pekerjaan ini yang dapat terjadi secara alami," ujar wakil menteri perdagangan Virginia, Angela Navarro, namun keputusan Trump "memberi kami dorongan lebih besar."

Lebih dari 400 perusahaan di seluruh dunia juga telah berjanji untuk mengurangi tingkat emisi mereka melalui berbagai sasaran iklim global, dan 26 perusahaan yang berpusat di AS, termasuk McDonald, Walmart, dan PepsiCo, telah menentukan targetnya.

 

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

Keterlibatan Pemerintah Pusat dan Federal Tetap Vital

Artha Graha Network Dukung Earth Hour 2017
Ilustrasi Earth Hour. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Sampai saat ini, masih belum jelas apakah tren peningkatan upaya tersebut akan terus berlanjut.

Parahnya di sisi lain, pemerintahan Trump berusaha untuk membatalkan peraturan-peraturan yang ditujukan untuk membatasi emisi gas-gas rumah kaca yang dihasilkan oleh pembangkit-pembangkit tenaga listrik, kendaraan, serta sumber-sumber lainnya.

"Pertanyaannya adalah, berapa angka perkiraannya?" tanya analis kebijakan iklim dari Rhodium Group, Kate Larsen.

"Apakah pembatalan peraturan pengurangan emisi oleh pemerintahan pusat cukup untuk mengubah keadaan?"

Tindakan negara bagian, kota, dan komunitas bisnis adalah "tempat yang tepat untuk mengawalinya," imbuhnya, "namun seiring waktu, tindakan ini tidak dapat menggantikan aksi yang diambil oleh pemerintah federal/pusat."

Dunia berikrar di Paris untuk membuat tingkat pemanasan global kurang dari 2 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Saat ini masih jauh dari tujuan yang ingin dicapai.

(Kiri) Danau Chad dahulu, (Kanan) Danau Chad sekarang. (AFP/Christophe Ena)

Seluruh negara harus meningkatkan upayanya. Namun dengan mundurnya pemerintahan Trump dari kesepakatan ini, mantan perunding iklim AS, Todd Stern mengatkan negara-negara lain akan merasa enggan untuk meningkatkan upayanya.

"Anda lihat Amerika Serikat –-negara dengan riwayat penghasil emisi terbesar dalam sejarah, dan saat ini adalah penghasil emisi kedua terbesar-– tiba-tiba berkata, 'Tidak apa-apa.' Apa dampaknya? Tentunya tidak baik," ujar Stern.

Para perunding akan bertemu lagi di Polandia pada bulan Desember yang bertujuan untuk melakukan finalisasi pada "buku aturan" cara mengimplementasikan kesepakatan iklim Paris.

Para pakar mengatakan hal tersebut akan menjadi satu dari berbagi indikasi pertama tentang seberapa serius negara-negara tersebut dalam meningkatkan upayanya untuk memenuhi sasaran iklimnya, dengan atau tanpa Amerika Serikat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya