Liputan6.com, Brussels - Selain mendesak peningkataan anggaran target militer, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump juga mengguncang pertemuan puncak NATO pada Rabu, 11 Juli 2018, di Brussels, dengan mempertanyakan nilai eksistensi aliansi pertahanan Atlantik Utara itu.
Pertanyaan kontroversial itu disampaikan Trump ketika mengkritik kedekatan Jerman dan Rusia melalui kerja sama pipa gas alam, yang dinilainya telah membuat Berlin "dikendalikan oleh Moskow".
Dikutip dari Time.com pada Kamis (12/7/2018), Presiden Donald Trump mempertanyakan tentang seberapa penting NATO, jika anggotanya justru ada yang semakin dekat dengan musuh bersama, yang disebutnya sebagai bekas aliansi Soviet.
Advertisement
"Apa gunanya NATO jika Jerman membayar Rusia miliaran dolar untuk gas dan energi?" sindir Trump dalam kicauannya di Twiiter, Selasa 10 Juli 2018.
Kanselir Jerman Angela Merkel membalas dengan segera, bahwa ia tidak hanya menolak tegas kritik tersebut, namun juga juga menyebut hak istimewa Presiden Trump sebagai pemimpin negara besar, tidak memberikan dukungan cukup terhadap Berlin di panggung dunia.
Baca Juga
Kanselir Merkel menggambarkan bagaimana tumbuh di Jerman Timur yang terkungkung tirai besi komunis, dia berkaata:
"Saya telah mengalami sendiri bagian dari Jerman yang dikendalikan oleh Uni Soviet, dan saya sangat senang hari ini bahwa kita bersatu dalam kebebasan sebagai Republik Federal Jerman, dan dengan demikian kita dapat menentukan kebijakan kita sendiri, dan itu sangatlah bagus," ujar Kanselir memberikan pembelaan.
Seolah tidak peduli dengan pembelaan Merkel, dalam sesi sarapan pagi, Trump terus mengkritik posisi kerja sama Rusia dengan negara-negara di Eropa.
"Kita (NATO) seharusnya melindungi Anda dari Rusia, tetapi ada yang membayar miliaran dolar (penyaluran gas alam) ke Rusia, dan saya pikir itu sangat tidak pantas," kata Trump, yang berulang kali menggambarkan Jerman sebagai "tawanan Rusia" karena kesepakatan energi.
Presiden AS ke-45 itu mendesak NATO segera menyelidiki masalah ini.
Oleh beberapa pengamat, tindakan Trump yang terus menerus mendesak anggota NATO menyisihkan minimal dua persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) untuk anggaran militer, dan menyerang negara-negara yang dinilai kian erat berhubungan dengan Rusia, dikhawatirkan akan melemahkan aliansi yang telah berumur puluhan tahun itu.
Hal yang lebih parah, menurut kritikus, adalah dalam beberapa hari ke depan, Presiden Donald Trump akan bertemu tatap muka dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Helsinki, Finlandia.
Simak video pilihan berikut:
Berpotensi Merusak Stabilitas Keamanan
Sementara itu, kritikus menilai bahwa tudingan yang dialamatkan Presiden Trump ke Jerman berpotensi merusak kunci stabilitas keamanan pasca-Perang Dunia II. Hal itu dikarenakan Negeri Bavaria merupakan tuan rumah bagi puluhan ribu tentara AS selama tujuh dasawarsa terakhir, dan merupakan salah satu inti aliansi NATO.
Selain itu, pasca reunifikasi pada 1990 silam, Jerman menjadi negara NATO dengan kekuatan ekonomi terbesar keempat di dunia, sehingga menurut kritikus, Washington perlu untuk terus menjaga hubungan baik dengan Berlin.
Isu utama yang membuat Presiden Trump gusar adalah pipa Nord Stream 2, yang akan mengangkut gas alam dari Rusia ke pesisir Baltik di timur laut Jerman, melewati negara-negara Eropa Timur seperti Polandia dan Ukraina.
Jaringan pipa bawah laut skala besar itu ditentang oleh AS dan beberapa anggota Uni Eropa lainnya, yang memperingatkan hal tersebut dapat membuka pengaruh besar Moskow ke Eropa Barat.
Alasan Jerman meningkatkan kerja sama distribusi gas alam adalah karena negara itu berniat mengurangi ketergantungan terhadap batu bara sebagai sumber energi pada 2022.
Advertisement
Kembali Bercengkerama
Beberapa jam setelah sesi sarapan pagi yang tegang, Merkel dan Trump tampak kembali bercengkerama, dan mengatakan kepada wartawan bahwa keduanya memiliki "hubungan yang sangat, sangat baik".
Presiden Trump juga mengucapkan selamat kepada Merkel atas "keberhasilan luar biasa" dalam memenangi pemilu Jerman.
Di sisi lain, Donald Trump dituduh bersikap hipokrit oleh para kritikus, karena menunjuukan semangat berlebih tentang upaya memperbaiki hubungan dengan Moskow.
Selain itu, Presiden Trump juga menolak penilaian komunitas intelijen AS bahwa Rusia mencoba merusak demokrasi Barat, dengan ikut campur dalam kemenangannya pada pemilu presiden AS tahun 2016.