Liputan6.com, Boston - Pagi itu, 31 Juli 1973, pesawat Delta Airlines Flight 723 meninggalkan Burlington, Vermont menuju ke Bandara Internasional Logan, Boston. Kapal terbang jenis Douglas DC-9 tersebut awalnya membawa 57 orang.
Tak seperti biasanya, pesawat tersebut tak langsung menuju Boston, namun mampir ke Manchester, New Hampshire untuk menjemput 32 penumpang -- dari penerbangan lain yang dibatalkan karena cuaca buruk. Delta Airlines Flight 723 kemudian mengudara membawa 89 orang.
Advertisement
Baca Juga
Cuaca di tempat tujuan ternyata sama sekali tak mendukung. Awan menggantung di langit Boston. Sementara, kabut tebal membuat visibilitas di darat sangat rendah. Awak pesawat pun harus mengerahkan alat bantu pendaratan pesawat atau Instrument Landing System (ILS).
Komunikasi terakhir dari Penerbangan 723 tercatat pada pukul 11.08 waktu setempat, saat pesawat mendekati Runway 4R Bandara Logan. Namun, seperti dikutip dari www.newenglandaviationhistory.com, kecelakaan kemudian terjadi.
Bagian bawah pesawat menabrak tembok pembatas laut yang berada di ujung landasan. Kapal terbang itu pun robek, pecah usai menghantam tanah, lalu meledak hingga hancur berkeping-keping. Waktu resmi kecelakaan itu tercatat pada pukul 11.09 pagi.
"Saya tak pernah menyaksikan kecelakaan di mana badan pesawat hancur total," kata Isabel A. Burgess, anggota National Transportation Safety Board, yang memimpin penyelidikan atas kecelakaan tersebut, seperti dikutip dari New York Times.
Kabut saat itu sungguh tebal sehingga kecelakaan tersebut tidak terpantau dari menara kontrol atau oleh personel yang ditempatkan di terminal. Akibatnya, pemadam kebakaran bandara tidak segera dikerahkan.
Douglas DC-9 membara di ujung landasan selama hampir 10 menit sebelum para petugas menyadari bahwa kapal terbang itu mengalami kecelakaan.
Hanya ada dua saksi mata yang menyaksikan detik-detik pascakecelakaan Delta Airlines Flight 723. Keduanya adalah pekerja konstruksi bandara yang bergegas ke lokasi kejadian dengan menaiki truk pickup.
"Saya mendongak ke atas dan melihat kobaran api -- kelihatannya mirip ladang api," kata dia. "Dan kemudian, saya mendengar suara benturan keras.
Mereka segera menghubungi pemadam kebakaran. Saat tiba di lokasi kejadian, pemandangan horor terpampang di depan mata para petugas.
Petugas menyemprotkan busa pemadam ke bagian yang terbakar. Segala sesuatu terlihat hancur. Kursi biru dan merah, dengan banyak penumpang yang masih terikat di sana, berserakan di landasan.
Petugas evakuasi menemukan jasad-jasad manusia tersebar di lokasi kejadian. Sebanyak 88 orang dinyatakan tewas seketika atau di rumah sakit. Hanya satu orang yang bertahan.
Ia adalah Leopold Chouinard, pemuda berusia 20 tahun asal Marshfield. Korban yang berstatus 'sangat kritis' sempat mendapat perawatan di Massachusetts General Hospital.
Chouinard mengalami luka bakar tingkat tiga, di lebih dari 85 persen tubuhnya. Sersan Angkatan Udara AS itu duduk di bagian belakang kabin. Ia berhasil melarikan diri dari bagian ekor yang terbakar dengan merangkak melalui jendela yang terbakar hebat.
Namun, ia tak mampu bertahan. Pada 11 Desember, Leopold Chouinard meninggal dunia. Pria tersebut menjadi korban ke-89 kecelakaan Delta Airlines Flight 723.
Sesaat setelah kejadian, penyebab pasti kecelakaan belum diketahui. Diduga pesawat menyentuh landasan di 3.500 kaki lebih pendek dari yang seharusnya, demikian diungkap Richard E. Mooney, direktur avasi Port Authority.
Meskipun kabut tebal, petugas bandara bersikeras bahwa kondisi cuaca cukup baik. "Bandara tetap buka dan beroperasi normal. Tak ada masalah," kata Ron Brinn, juru bicara Port Authority.
Saksikan video kecelakaan pesawat di Kuba berikut ini:
Tragedi di Jembatan Malaysia
Tak hanya kecelakaan Delta Airlines Flight 723 peristiwa bersejarah yang terjadi pada tanggal 31 Juli.
Pada 1988, tragedi terjadi di jembatan terminal feri Sultan Abdul Halim yang terletak di Butterworth, Penang, Malaysia. Wahana penyeberangan menuju transportasi laut itu runtuh, saat dijejali 10 ribu orang sekaligus.
Saat jembatan feri di Sultan Abdul Halim runtuh, dilaporkan sekitar 10.000 orang tengah berkerumun. Kejadian itu bertepatan dengan 2 perayaan besar, yaitu Festival Dewi Kwan Yin di Georgetown dan ulang tahun Gereja St Anne di Bukit Mertajam, Penang.
Saat itu, Minggu 31 Juli 1988 malam, hiasan perayaan diletakkan di area terbuka dan di Padang Kota Baru (antara Dato Keramat Road dan Anson Road) serta melewati jalan-jalan utama di Georgetown. Patung sang dewi diarak di sepanjang jalan berhias lampu warna-warni di tengah-tengah kota.
Kelompok etnis China berduyun-duyun menghadiri acara festival, yang diadakan sekali setiap 60 tahun menurut kalender Tiongkok. Mereka tak mau ketinggalan momentum itu. Sebab, perayaan itu juga diyakini membawa keberuntungan.
Kwan Yin adalah 'Dewi Kedermawanan', sehingga diharapkan mereka yang merayakan festival akan mendapatkan kemakmuran.
Gereja St Anne di Bukit Mertajam juga menggelar sebuah festival besar. Banyak etnis Tionghoa beragama Kristen beribadah di gereja itu pagi harinya. Sore harinya, mereka menuju Penang, tak mau ketinggalan perayaan Dewi Kwan Yin.
Orang-orang dari Penang dan sekitarnya pun bergegas menuju jembatan terminal feri Sultan Abdul Halim untuk menyeberang ke lokasi perayaan di Georgetown. Bagian atas wahana penyeberangan itu disesaki para pejalan kaki dari dan ke stasiun bus Butterworth, sementara bagian bawahnya disesaki kendaraan bermotor.
Wisatawan dari Singapura, Hong Kong, dan Taiwan juga datang pada saat itu. Saat kapal mulai merapat, orang-orang semakin berdesakan. Berebut memasuki feri. Jembatan yang dibangun pada 1956 itu tak mampu menahan hentakan kaki mereka. Tragedi pun terjadi.
Lorong jembatan terminal dari beton bertulang dan lantai papan tebal itu itu tak mampu menyangga 10 ribu orang di atasnya. Rangka lantai, pagar, dan dinding dari baja padat yang menutupi lorong melengkung dan ambrol, menimpa kendaraan di bawah pada pukul 16.40 waktu setempat.
Para penumpang di atasnya meluncur jatuh ke air, sementara kendaraan di bawahnya hancur dan terjepit tertimpa rangka jembatan. Suara teriakan panik dan minta tolong serta tangisan pun menggema di tempat itu.
Kecelakaan merenggur 32 nyawa, sementara 1.674 lainnya cedera dalam insiden itu. Padatnya orang dan dermaga yang terbuat dari batang baja, disebut-sebut menjadi penyebabnya.
Semenatra pada 1964, Ranger 7 mengirimkan foto-foto close-up pertama Bulan ke Bumi. Kualitasnya, lebih jelas 1.000 kali dari apa yang pernah dilihat dari teleskop di planet manusia.
Sementara pada 31 Juli 1715, sebuah badai menghantam pantai timur Florida. Sepuluh kapal harta karun Spanyol tenggelam dan menewaskan hampir 1.000 orang. Saking banyaknya, semua emas dan perak yang tumpah dari kapal pada saat itu tidak selesai dievakuasi sampai 250 tahun kemudian.
Advertisement