Liputan6.com, Moskow: Setengah abad lalu, Uni Soviet diam-diam memindahkan jenazah Josef Stalin dari mausoleum di Lapangan Merah, Kota Moskow. Namun sampai sekarang nama sang penguasa itu tetap populer di Rusia.
Jenazah Stalin dipindahkan pada 31 Oktober 1961 secara sembunyi-sembunyi dari posisinya di sebelah jenazah pemimpin revolusi Vladimir Lenin setelah penggantinya Nikita Khrushchev mengutuk kejahatan-kejahatanya selama berkuasa.
Pada 1956, untuk pertama kalinya Khrushchev mengungkap kekuasaan teror Stalin pada Kongres Partai Komunis ke-20. Hanya saja, pidato itu hanya untuk konsumsi elite dan ditutup rekat-rekat supaya tidak diketahui publik.
Namun pada Oktober 1961 pada Kongres Partai Komunis ke-22, Khrushchev memutuskan untuk memperlihatkan monumen paling dramatis itu dengan tujuan untuk mengatakan bahwa era Stalin telah berakhir.
Kembali dia mengutuk era kekuasaan Stalin, dan kali ini diungkapkan secara terbuka ke publik. Partai Komunis kemudian setuju pada 30 Oktober tahun itu untuk memindahkan jenazah Stalin dari mausoleum karena dianggap menyalahi prinsip-prinsip Leninisme, penyalahgunaan kekuasaan dan penindasan besar-besaran terhadap rakyat tak berdosa.
Operasi penyingkiran jenazah Stalin itu dilakukan beberapa hari kemudian karena Khrushchev takut pada reaksi para pendukung Stalin.
Kala itu polisi menutup Lapangan Merah pada jam enam sore di bawah kamuflase parade militer yang diselenggarakan pada 7 November untuk menandai ulangan tahun Revolusi. Kendaraan-kendaraan militer memenuhi Kremlin, sehingga tak seorang tahu apa yang sebenarnya terjadi di Lapangan Merah.
Berdasarkan memoar Fedor Konev, komandan pasukan penjaga Kremlin waktu itu, para prajurit menggali kuburan persis di bawah mausoleum di kaki dinding Kremlin.
Mereka kemudian mengambil jenazah Stalin dari sarkofagus yang begitu terkenal sejak kematiannya pada 1953, lalu ditempatkan di sebuah peti mayat tertutup, dan akhirnya dikerek ke bawah oleh delapan perwira. Operasi pemindahan jenazah Stalin itu rampung sebelum tengah malam tiba.
Anak perempuan Stalin, Svetlana Alliluyeva, ketika itu tidak diundang. Hanya anggota komisi yang bertanggung jawab dalam operasi itu saja yang ikut serta, serta para perwira Badan Intelijen Uni Soviet atau KGB dan tentara.
Esok paginya, warga kota Moskow kaget mendapati jenazah sang diktator yang dikremasi itu hilang dari mausoleum.
Media negara lalu menulis kabar: "Sejalan dengan keputusan Kongres Partai Komunis ke-22, jenazah Stalin telah ditarik dari Mausoleum Lenin dan dipindahkan ke benteng Kremlin".
Khrushchev sebenarnya menginginkan Stalin dikuburkan di pemakaman Novodevichy Convent di Moskow yang adalah tempat peristirahatan terakhir para tokoh besar Soviet dan Rusia.
Dia berubah pikiran, menurut kepala keamanan mausoleum Konstantin Moshkov, karena takut para pendukung fanatik Stalin yang berasal dari tanah kelahiran Stalin di Georgia akan mencuri mayat itu dari pemakaman umum.
Kampanye-kampanye de-Stalinisasi juga berlangsung di tema-tema lain, misalnya Stalingrad yang menjadi medan perang terkenal pada Perang Dunia II diganti menjadi Volgograd. Sementara, kota-kota lain dan juga perusahaan-perusahaan yang bernamakan Stalin diubah lagi namanya.
Hingga kini, tempat peristirahatan Stalin masihlah makam di depan benteng Kremlin yang digali mendadak pada malam 31 Oktober 1961.
Situs itu secara reguler ditaburi melati oleh para anggota Partai Komunis Rusia dan telah berada dalam kompleks Kremlin, berdampingan dengan para tokoh terkenal dalam sejarah Rusia dan Soviet.
Presiden Dmitry Medvedev boleh-boleh saja pernah ikut mengutuk kejahatan rezim Stabil pada 2010. Namun dia tak pernah menyatakan berkeinginan memindahkan jenazah Stalin itu ke suatu tempat.
Soal ini pun tidak pernah menjadi hirauan pemimpin de facto Rusia, Perdana Menteri Vladimir Putin.
Berdasarkan jajak pendapat yang dipublikasikan April lalu, 26 persen warga Rusia yakin bahwa peran Stalin sangat positif. Ini naik dibandingkan angka pada 2007 yang mencapai 15 persen. Hanya 24 persen responden yang memandang Stalin negatif.
Kini ada kecenderungan di Rusia bahwa dalam buku-buku atau literatur, ada upaya untuk menegaskan Stalin sebagai tokoh di balik kemenangan Uni Soviet pada Perang Dunia II. Dan, menghilangkan secara pelan-pelan kisah pemerintahannya yang kejam dan penuh teror.(ANS/Ant)
Jenazah Stalin dipindahkan pada 31 Oktober 1961 secara sembunyi-sembunyi dari posisinya di sebelah jenazah pemimpin revolusi Vladimir Lenin setelah penggantinya Nikita Khrushchev mengutuk kejahatan-kejahatanya selama berkuasa.
Pada 1956, untuk pertama kalinya Khrushchev mengungkap kekuasaan teror Stalin pada Kongres Partai Komunis ke-20. Hanya saja, pidato itu hanya untuk konsumsi elite dan ditutup rekat-rekat supaya tidak diketahui publik.
Namun pada Oktober 1961 pada Kongres Partai Komunis ke-22, Khrushchev memutuskan untuk memperlihatkan monumen paling dramatis itu dengan tujuan untuk mengatakan bahwa era Stalin telah berakhir.
Kembali dia mengutuk era kekuasaan Stalin, dan kali ini diungkapkan secara terbuka ke publik. Partai Komunis kemudian setuju pada 30 Oktober tahun itu untuk memindahkan jenazah Stalin dari mausoleum karena dianggap menyalahi prinsip-prinsip Leninisme, penyalahgunaan kekuasaan dan penindasan besar-besaran terhadap rakyat tak berdosa.
Operasi penyingkiran jenazah Stalin itu dilakukan beberapa hari kemudian karena Khrushchev takut pada reaksi para pendukung Stalin.
Kala itu polisi menutup Lapangan Merah pada jam enam sore di bawah kamuflase parade militer yang diselenggarakan pada 7 November untuk menandai ulangan tahun Revolusi. Kendaraan-kendaraan militer memenuhi Kremlin, sehingga tak seorang tahu apa yang sebenarnya terjadi di Lapangan Merah.
Berdasarkan memoar Fedor Konev, komandan pasukan penjaga Kremlin waktu itu, para prajurit menggali kuburan persis di bawah mausoleum di kaki dinding Kremlin.
Mereka kemudian mengambil jenazah Stalin dari sarkofagus yang begitu terkenal sejak kematiannya pada 1953, lalu ditempatkan di sebuah peti mayat tertutup, dan akhirnya dikerek ke bawah oleh delapan perwira. Operasi pemindahan jenazah Stalin itu rampung sebelum tengah malam tiba.
Anak perempuan Stalin, Svetlana Alliluyeva, ketika itu tidak diundang. Hanya anggota komisi yang bertanggung jawab dalam operasi itu saja yang ikut serta, serta para perwira Badan Intelijen Uni Soviet atau KGB dan tentara.
Esok paginya, warga kota Moskow kaget mendapati jenazah sang diktator yang dikremasi itu hilang dari mausoleum.
Media negara lalu menulis kabar: "Sejalan dengan keputusan Kongres Partai Komunis ke-22, jenazah Stalin telah ditarik dari Mausoleum Lenin dan dipindahkan ke benteng Kremlin".
Khrushchev sebenarnya menginginkan Stalin dikuburkan di pemakaman Novodevichy Convent di Moskow yang adalah tempat peristirahatan terakhir para tokoh besar Soviet dan Rusia.
Dia berubah pikiran, menurut kepala keamanan mausoleum Konstantin Moshkov, karena takut para pendukung fanatik Stalin yang berasal dari tanah kelahiran Stalin di Georgia akan mencuri mayat itu dari pemakaman umum.
Kampanye-kampanye de-Stalinisasi juga berlangsung di tema-tema lain, misalnya Stalingrad yang menjadi medan perang terkenal pada Perang Dunia II diganti menjadi Volgograd. Sementara, kota-kota lain dan juga perusahaan-perusahaan yang bernamakan Stalin diubah lagi namanya.
Hingga kini, tempat peristirahatan Stalin masihlah makam di depan benteng Kremlin yang digali mendadak pada malam 31 Oktober 1961.
Situs itu secara reguler ditaburi melati oleh para anggota Partai Komunis Rusia dan telah berada dalam kompleks Kremlin, berdampingan dengan para tokoh terkenal dalam sejarah Rusia dan Soviet.
Presiden Dmitry Medvedev boleh-boleh saja pernah ikut mengutuk kejahatan rezim Stabil pada 2010. Namun dia tak pernah menyatakan berkeinginan memindahkan jenazah Stalin itu ke suatu tempat.
Soal ini pun tidak pernah menjadi hirauan pemimpin de facto Rusia, Perdana Menteri Vladimir Putin.
Berdasarkan jajak pendapat yang dipublikasikan April lalu, 26 persen warga Rusia yakin bahwa peran Stalin sangat positif. Ini naik dibandingkan angka pada 2007 yang mencapai 15 persen. Hanya 24 persen responden yang memandang Stalin negatif.
Kini ada kecenderungan di Rusia bahwa dalam buku-buku atau literatur, ada upaya untuk menegaskan Stalin sebagai tokoh di balik kemenangan Uni Soviet pada Perang Dunia II. Dan, menghilangkan secara pelan-pelan kisah pemerintahannya yang kejam dan penuh teror.(ANS/Ant)