Liputan6.com, Dhaka - Kedutaan Besar Republik Indonesia di Dhaka berencana membuka Pusat Kebudayaan Indonesia-Bangladesh. Nantinya, fasilitas itu akan diisi dengan kelas bahasa, tari dan pencak silat.
Untuk mengawalinya, KBRI Dhaka terlebih dahulu menggelar kelas bahasa yang diselenggarakan di kedutaan setiap dua kali seminggu, yakni hari Rabu dan Minggu dengan durasi satu jam.
Baca Juga
Selayaknya sekolah pada umumnya, kelas bahasa terdiri dari guru, murid, dan adanya kegiatan belajar mengajar (KBM). Namun, seluruh peserta adalah warga negara Bangladesh, hanya guru saja yang berkebangsaan Indonesia, staf KBRI Dhaka.
Advertisement
Dalam ruangan berukuran sangat luas tersebut, ada 14 peserta dan satu orang guru. Bahkan, terkadang jumlah peserta bisa mencapai 25 hingga 30 orang Bangladesh.
Uniknya, sebagian besar peserta berusia antara 35 hingga di atas 40 tahun, bahkan ada yang berusia lebih dari setengah abad. Meski umur sudah lanjut, namun semangat tetap bergelora. Mereka tampak antusias untuk mengikuti kelas bahasa, yang baru diadakan pada September 2018.
Peserta tersebut merupakan karyawan yang bekerja di KBRI Dhaka, mulai dari sopir, satpam, petugas bersih-bersih, asisten rumah tangga, hingga pendamping tamu. Semuanya adalah warga asli Bangladesh.
Mulanya, pengajar memberikan salam dalam bahasa Indonesia kepada seluruh peserta. Setelah dibalas oleh mereka, pengajar melanjutkan pembekalan materi dasar kepada 'anak didiknya'.
Umumnya, para peserta bisa menjawab dengan benar sapaaan dan pertanyaan 'apa kabar?' dari pengajar, tapi beberapa di antaranya belum begitu fasih melafalkan tiap kata.
"Untuk teman-teman yang ikut belajar di sini, mereka sudah bisa berbicara bahasa Indonesia. Hanya saja mereka tidak tahu SPOK (subyek, predikat, objek, keterangan), tata bahasa, dan tidak pernah mendapatkan kelas bahasa secara aktif," ujar Murni Nyaristi yang menjabat sebagai Fungsi Pendidikan Sosial dan Kebudayaan KBRI Dhaka, Rabu 21 November 2018.
Hampir semua KBRI yang ada di seluruh dunia memiliki kelas bahasa dan materi yang diajarkan merupakan pemberian dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Murni menjelaskan bahwa bahan ajaran tersebut sudah didasarkan pada standar internasional, sehingga modul bahasa yang diberikan dari KBRI untuk siswa-siswa yang ikut kelas bahasa telah memenuhi ketentuan.
"Nama bukunya adalah BIPA (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing). Untuk materi dalam BIPA, masih kita sesuaikan lagi. BIPA itu kan pakai bahasa Indonesia, tapi banyak yang tidak mengerti. Seperti misal angka-angka dan abjad, ini tidak ada di BIPA. Maka dari itu, untuk mengawalinya, mereka diajarkan dasarnya dulu untuk menulis itu," kata Murni.
Nantinya, para siswa yang ikut dalam kelas bahasa juga akan menghadapi ujian. Ini dilakukan agar mereka bisa 'naik kelas' atau melanjutkan ke tingkat yang lebih andal.
"Kelas ini kan dimulai September. Nah, kemarin, kita baru mid test, Oktober akhir. Ujian akhir bakal diadakan pada pertengahan Desember. Sedangkan satu term, empat bulan. Mereka harus melewati 30 kali pertemuan untuk bisa naik satu tingkat."
Di satu sisi, salah satu peserta bernama MD Kanchon Mia, mengaku bahwa ia sangat senang bisa mengikuti kelas bahasa ini, sebab ia bisa memperoleh pengetahuan baru dan menambah kemampuan berbicara bahasa asingnya.
Untuk saat ini, pria berusia 58 tahun itu bisa berbicara dalam tiga bahasa, yakni Bengal, Inggris, dan Indonesia. Kanchon sendiri sudah bekerja di KBRI Dhaka selama sekitar 32 tahun. Ia merupakan asisten rumah tangga di gedung tersebut.
"Saya tahu bahasa (Indonesia), tapi tidak lengkap karena saya baru belajar 3 bulan. Tapi sekarang, semua orang bisa berkomunikasi pakai bahasa Indonesia," ungkapnya kepada Liputan6.com di KBRI Dhaka, Bangladesh, Kamis (22/11/2018).
Kanchon pun menyebut bahwa dirinya tidak menemui kendala berarti saat pertama kali belajar bahasa Indonesia. Setiap materi yang diajarkan, ia catat dengan rajin di buku berukuran sedang yang ia simpan di bawah laci lemari dekat dapur.
"Tidak kesusahan selama belajar, karena pengajar mau kasih penjelasan langsung kalau ada yang kesusahan. Pertama, saya hanya bisa berbicara, tapi tidak bisa menulis. Sekarang saya sudah perlahan-lahan bisa menulis seperti ini: anggota tubuh, arah, gerakan, aktivitas, bahasa sehari-hari, angka dan warna," tutur lelaki yang merupakan lulusan S1 dari Gurudyall College tersebut.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Â
Â
Â
Misi Diplomasi
Murni mengatakan, tujuan pengadaan kelas bahasa di sejumlah KBRI di dunia adalah karena kegiatan itu merupakan bagian dari desiminasi budaya,.
"Kalau promosi budaya, kita tidak bisa berkelanjutan. Akan tetapi, kalau bahasa, bisa," Murni menyampaikan. "Untuk itu, kita sekarang fokusnya tidak hanya bahasa, yang mau kita bentuk adalah pusat budaya Indonesia-Bangladesh. Nantinya juga akan ada seminar dan nonton film Indonesia," lanjutnya.
Sementara itu, Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia (Dubes LBBP RI) untuk Bangladesh merangkap Nepal, Rina Soemarno, menuturkan bahwa hubungan sosial budaya antara Indonesia dan Bangladesh harus terus dipupuk, dikembangkan, dan bisa menunjang bidang-bidang lainnya.
"Pengembangannya lebih ke 'bagaimana fisibilitas Indonesia dapat ditingkatkan dan Indonesia bisa lebih diterima di sini (Bangladesh). Maka dari itu, kami mengadakan pendidikan bahasa Indonesia, karena ini merupakan bagian dari upaya kami untuk membuka pusat kebudayaan Indonesia," ucap Rina di ruang kerjanya di KBRI Dhaka.
Di pusat kebudayaan tersebut, pihak KBRI tidak hanya mengajarkan soal bahasa, tapi juga memperkenalkan film-film Indonesia dan mengupayakan industri-industri kreatif Indonesia untuk dapat diterima di Bangladesh. Termasuk mengembangkan seni dan budaya Indonesia.
"Jadi kami di sini sudah melakukan kerja sama dengan pihak-pihak setempat untuk mengembangkan indutrsi perfilman indonesia di Bangladesh," pungkas Rina yang menjadi dubes wanita pertama Indonesia untuk Bangladesh.
Advertisement