Liputan6.com, Xinjiang - Duta besar dan pejabat diplomatik dari 12 negara di China diundang oleh pemerintah Negeri Tirai Bambu untuk melawat ke Provinsi Xinjiang, rumah bagi etnis minoritas Uighur yang beberapa waktu terakhir menjadi sorotan atas dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan Beijing terhadap mereka.
Lawatan itu dilakukan pada 28 - 30 Desember 2018, menurut kantor berita negara China, Xinhua, dikutip pada Senin (14/1/2019).
Pemerintah daerah mengundang utusan diplomatik serta perwakilan utusan diplomatik dari Rusia, Kazakhstan, Kirgistan, Uzbekistan, Tajikistan, India, Pakistan, Indonesia, Malaysia, Afghanistan, Thailand, dan Kuwait.
Advertisement
"Utusan diplomatik mengunjungi pasar lokal, petani, lembaga pendidikan, masjid, pabrik, serta pusat pendidikan dan pelatihan kejuruan," Xinhua melaporkan.
Baca Juga
"Sepanjang perjalanan, mereka berinteraksi dengan pedagang lokal, siswa, dan pekerja di Xinjiang dan belajar tentang kemajuan kawasan dalam menjaga stabilitas sosial, meningkatkan mata pencaharian masyarakat dan mengembangkan ekonomi lokal. Mereka mengatakan mereka berharap untuk bekerja sama dengan Xinjiang di bidang budaya, pariwisata, ekonomi dan perdagangan," lanjut kantor berita itu.
"Duta Besar Indonesia untuk China, Djauhari Oratmangun mengatakan sekolah telah meninggalkan kesan besar padanya dan bahwa siswa belajar tidak hanya tentang hukum dan keterampilan, tetapi juga budaya mereka sendiri," tambah Xinhua.
Sementara itu, Sayed Habiburahman Husinpur, Kuasa Usaha Kedutaan Besar Afghanistan di China yang telah mengunjungi Xinjiang berkali-kali mengatakan, "Orang-orang sibuk belajar dan bekerja di sini, sangat berbeda dari masa lalu ketika orang sering terlihat bermalas-malasan tanpa banyak yang harus dilakukan."
"Program pendidikan dan pelatihan kejuruan adalah pengaturan yang cocok yang telah meningkatkan kehidupan banyak orang serta keluarga mereka, kata Husinpur. Banyak negara menghadapi masalah seperti 'menyelesaikan pengangguran dan de-ekstremisme,' tetapi program-program di Xinjiang menuai hasil yang baik dan dapat memberikan referensi untuk negara lain," lanjut Xinhua.
Utusan diplomatik juga mengunjungi Masjid Id Kah di Kashgar, masjid terbesar di Xinjiang, dan diberi pengarahan tentang masjid dan peningkatan fasilitasnya.
Mohammed Hosnie Shahiran Ismail, Penasihat Kedutaan Besar Malaysia di China, mengatakan, "Melalui tur tersebut, ia melihat bahwa pemerintah Tiongkok sangat mementingkan kebebasan beragama, dan kegiatan keagamaan dilindungi oleh negara."
Perjalanan itu menyegarkan kembali pemahamannya tentang Xinjiang dan etnis Uighur, katanya, seraya menambahkan wilayah itu berbeda dari apa yang digambarkan oleh media Barat.
Simak video pilihan berikut:
China Izinkan PBB Kunjungi Provinsi Asal Etnis Uighur, Asal...
China mengatakan akan menyambut para pejabat PBB yang hendak melawat ke Provinsi Xinjiang, jika mereka mengikuti prosedur yang tepat, di tengah kekhawatiran global atas tuduhan pelanggaran berat hak asasi manusia terhadap etnis minoritas Uighur (yang mayoritas muslim) di sana.
"Xinjiang adalah wilayah terbuka, kami menyambut semua pihak, termasuk pejabat PBB, untuk berkunjung, asal mereka mematuhi hukum dan peraturan China, dan melalui prosedur perjalanan yang tepat," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina Lu Kang, Senin 7 Januari 2019, seperti dikutip dari Al Jazeera, Selasa 8 Januari 2019.
Namun dia memperingatkan bahwa para pejabat PBB juga harus "menghindari campur tangan dalam masalah-masalah domestik" dan mengadopsi sikap objektif dan netral.
Pejabat tinggi hak asasi manusia PBB, Michelle Bachelet, pada Desember 2018, mengatakan bahwa kantornya mencari akses ke Xinjiang untuk memverifikasi "laporan yang mengkhawatirkan" tentang kamp-kamp pendidikan ulang yang menampung kaum minoritas Uighur.
Pada Agustus 2018, sebuah panel hak asasi manusia PBB mengatakan telah menerima laporan yang dapat dipercaya bahwa satu juta atau lebih warga Uighur dan minoritas lainnya di Xinjiang ditahan di tempat yang menyerupai "kamp internir besar-besaran".
Aktivis HAM mengatakan etnis minoritas dapat ditahan karena pelanggaran remeh seperti berjenggot panjang atau berkerudung.
Global Times, sebuah surat kabar berbahasa Inggris yang dikelola oleh pemerintah China, melaporkan pada Sabtu 5 Januari bahwa negara tersebut telah mengeluarkan undang-undang baru untuk "men-Sino-kan" Islam dan membuatnya kompatibel dengan sosialisme Tiongkok.
Advertisement