Liputan6.com, Washington DC - Amerika Serikat menjadi salah satu negara demokrasi bersistem presidensial pertama yang menyiarkan debat capres secara langsung via televisi jelang pilpres, tepatnya pada 1960 antara capres John F Kennedy dan capres Richard R Nixon.
Meskipun debat yang disiarkan di televisi tidak diulang lagi sampai 1976, mereka sudah menjadi sajian pokok selama pilpres sejak itu dan kebanyakan orang AS akrab dengan momen-momen besar yang telah diperdebatkan selama beberapa dekade terakhir, mulai dari vitalitas muda yang mencolok dari JFK, jargon irit ala Ronald Reagan, dan helaan napas Al Gore yang berlebihan.
Ada alasan mengapa AS menganggap penting debat kandidat presiden, bahkan ketika substansi dari apa yang dikatakan para calon kerap dibayangi oleh kekeliruan logika, data yang tak akurat, hingga retorika ala teatrikal.
Advertisement
Baca Juga
"Mereka menunjukkan kepada kami hal-hal tentang kandidat, tak seperti penampilan mereka di ajang kampanye lain. Tetapi uniknya, debat menjadi tempat bagi kami untuk mengetahui hal lain di samping visi-misi para kandidat," kata sejarawan isu kepresidenan Amerika, Michael Beschloss kepada NBC News.
Misalnya debat capres AS 2008.
Sebagian besar pemilih mungkin tak mengingat sesuatu yang spesifik saat Senator Barack Obama dan Senator John McCain beradu retorika membahas tentang kebijakan.
Tapi para pemilih mungkin lebih mengingat momen unik ketika McCain muncul berulang kali berkeliaran di depan kamera, terutama ketika aksinya itu terukir jadi parodi sketsa komedi larut malam AS "Saturday Night Live".
Namun, ada banyak pula contoh debat yang berdampak besar pada hasil akhir pilpres, mempengaruhi persepsi publik --terutama para swing voters-- terhadap seorang kandidat, dan kesan itu bertahan hingga ia kemudian memilih sang calon di bilik suara pada hari-h pemilihan.
Berikut, 7 debat capres paling krusial dalam sejarah Amerika Serikat, seperti dikutip dari NBC News, Kamis (17/1/2019).
Simak video pilihan berikut:
1. Kennedy Vs Nixon, 1960
Yang pertama selalu jadi salah satu yang paling meninggalkan kesan.
Kennedy v Nixon 1960 secara luas dipandang memainkan peran penting dalam kemenangan kandidat dari Partai Demokrat, John F. Kennedy atas Wakil Presiden petahana dari Partai Republik Richard Nixon dalam pemilihan umum tahun itu.
Mitologi politik menyatakan bahwa orang Amerika yang mendengarkan debat di radio menganggap Nixon beretorika lebih baik, tetapi sikap Kennedy yang keren dan menarik di televisi kontras dengan ketidaknyamanan Nixon.
Meskipun tidak ada jajak pendapat untuk membedakan reaksi yang berbeda antara pemirsa radio dan TV, perbedaan visual antara kedua kandidat cukup jelas.
Beberapa orang sekarang mengingat bahwa secara retorika, Kennedy banyak meminjam ide Nixon pada kebijakan luar negeri. Meski punya retorika bagus, penampilan sangat buruk dari sang wakil presiden itu membuatnya tak populer di kalangan pemilih, disebabkan oleh fakta bahwa ia awalnya menolak make-up dan sedang dalam penyembuhan dari perawatan di rumah sakit.
Narasi debat mereka telah menjadi bagian dari legenda politik Amerika dan menjadi cerminan bagi para calon presiden yang hendak bertarung di mimbar debat.
Advertisement
2. Carter Vs Ford, 1976
Debat ini adalah yang pertama setelah program siaran debat live di tv absen dari layar kaca Amerika selama 12 tahun --atau tiga periode pemilu.
Sementara pertarungan antara Demokrat Jimmy Carter dan Presiden petahana dari Partai Republik Gerald Ford, sama sekali tidak berkesan, mereka menghasilkan momen yang mungkin secara signifikan mempengaruhi hasil akhir.
Setelah mempertahankan keunggulan yang cukup besar di sebagian besar pemilihan umum, Ford mulai mendekati Carter pada minggu-minggu terakhir pilpres.
Tetapi, presiden mungkin telah menyia-nyiakan beberapa momentum itu dengan tersandung pada sebuah pertanyaan selama debat kedua mereka mengenai Polandia, yang dia bersikeras tidak berada di bawah "dominasi Uni Soviet", padahal sebenarnya iya.
Ford harus menarik kembali pernyataannya, memberi kesan bahwa dia tidak memahami situasi geo-politik selama Perang Dingin. Ford akhirnya kalah tipis dari Carter pada bulan November itu.
3. Reagan Vs Mondale, 1984
Meskipun petahana Presiden Ronald Reagan dari Partai Republik telah lama menjadi favorit untuk memenangkan pemilihan kembali pada bulan November, kinerjanya yang berkelok-kelok dan pemilihan konsep kata yang keliru dalam debat televisi pertama melawan penantang, mantan wakil presiden Walter Mondale dari Partai Demokrat, secara singkat memberikan dorongan positif bagi Mondale dalam jajak pendapat.
Kinerja presiden membawa fokus baru pada usianya yang lanjut (Reagan berusia 73 pada saat itu) dan mengajukan pertanyaan tentang seberapa terlibatnya dia dalam bisnis Gedung Putih.
Namun, dalam suasana berita kabel pra-24 jam ini, Reagan mampu meredakan seluruh kontroversi dengan lelucon sederhana: "Saya tidak akan menjadikan usia menjadi masalah dalam kampanye ini. Saya tidak akan mengeksploitasinya untuk tujuan politik, lawan saya yang masih muda dan tidak berpengalaman."
Kalimatnya sangat bagus, bahkan Mondale tidak bisa menahan tawa, meskipun dia kemudian mengakui bahwa dia sekarat di dalam karena "Aku tahu dia telah membawaku ke sana."
Reagan akan memiliki lebih banyak kesalahan - dalam debat kedua dia secara tidak sengaja mengungkapkannya lokasi fasilitas CIA di Amerika Tengah dan memberikan pernyataan penutupan yang begitu panjang sehingga harus di hentikan. Tetapi, momentumnya dalam kampanye tidak pernah berhenti, dan ia menang telak dalam pilpres tahun itu.
Advertisement
4. Bush Sr. Vs Clinton Vs Perot, 1992
Partisipasi kandidat pihak ketiga non-partisan yang tidak lazim dan yang eksentrik pada saat itu --pengusaha Ross Perot-- memicu minat yang bahkan lebih besar dalam debat presiden 1992.
Mereka juga yang pertama kali memperkenalkan format yang disebut "formar balai kota", yang telah menjadi pokok debat modern. Format ini dianggap sangat menguntungkan bagi Gubernur Arkansas saat itu, Bill Clinton dari Partai Demokrat, yang telah dikenal karena kontak mata yang intens dan kenyamanan fisik dengan para pemilih dalam kampanye.
Presiden petahana George H. W. Bush dari Partai Republik di sisi lain, jauh lebih canggung dalam pertemuan-pertemuan semacam ini, sebagaimana dibuktikan oleh reaksinya yang tampaknya tajam terhadap pertanyaan tentang bagaimana utang nasional dan resesi telah memengaruhi kehidupannya atau kehidupan siapa pun yang dekat dengannya.
Barangkali yang lebih memberatkan adalah ketika pertanyaan itu diajukan, ketika presiden tertangkap kamera sedang melihat arlojinya, yang hanya memperburuk persepsi bahwa ia acuh tak acuh dan tak memperdulikan kekhawatiran kebanyakan orang Amerika.
5. Gore Vs Bush Jr, 2000
Meskipun para pakar mungkin berpendapat bahwa Wakil Presiden Al Gore dari Partai Demokrat unggul jauh daripada Gubernur Texas George W Bush dari Partai Republik dalam masalah substansi, Gore kalah dalam soal gaya dan sikap debat.
Pertama, desahannya selama jawaban Bush dianggap sombong dan tidak sopan. Kemudian, agresivitasnya - terutama ketika dia tampaknya siap menerkam Bush secara fisik - menjadi bumerang. Bush mampu memainkan peran sebagai orang ramah kepada Gore yang kaku dan terkesan kasar.
Debat tahun itu juga membuktikan bahwa permainan harapan bisa sama pentingnya dengan persiapan debat dan kinerja.
Sebelum pertemuan tatap muka mereka, Gore telah membangun reputasi sebagai pendebat yang kuat dan mantap.
Bush, di sisi lain, berupaya menentang citra memiliki kadar intelektual yang cetek, dengan banyak ahli memperkirakan dia akan jatuh dan kalah.
Dengan menentang harapan, Bush menang, dan sejak itu, kedua partai besar telah melakukan yang terbaik untuk bagaimana meremehkan calon lawan mereka yang akan tampil dalam debat.
Advertisement
6. Obama Vs Romney, 2012
Setelah debat pertama yang kurang membara, Presiden petahana Barack Obama dari Partai Demokrat melihat peluang terpilihnya kembali terancam sirna saat ia menuju ke debat keduanya dengan penantang dari Partai Republik, Mitt Romney.
Romney membombardir Obama dengan kematian dubes AS di Benghazi, Libya, mencoba mempersalahkan presiden ke-44 AS itu dengan tidak bertanggungjawab dan abai untuk tak menetapkan serangan di Libya sebagai insiden terorisme.
Obama yang percaya diri mendesak moderator Candy Crowley untuk "mendapatkan transkrip," ia akhirnya menyela dan mengonfirmasi bahwa presiden menyebut insiden itu sebagai "aksi teror."
Sementara beberapa pemirsa kemudian akan menuduh Crowley pro-Obama, namun akhirnya momen itu berhasil mengungkapkan kekosongan serangan Romney dan menampilkan citranya yang seolah-olah pembohong.
Obama yang lebih yakin akan melaju melalui debat ketiga dan terakhir, menang dengan mudah di bulan November.
7. Clinton Vs Trump, 2016
Yang teranyar, termasuk yang paling menegangkan.
Kandidat dari Demokrat, Hillary Clinton tampak mengalahkan kandidat dari Republik Donald Trump dalam total debat presiden mereka, menurut sejumlah jajak pendapat.
Selama enam jam gabungan waktu debat pada tiga debat presiden dan satu debat wakil presiden, masalah yang paling banyak muncul dalam pertanyaan moderator adalah perang sipil Suriah (enam pertanyaan) dan terorisme (empat pertanyaan).
Hubungan AS-Rusia, imigrasi, penciptaan lapangan kerja, pajak Trump, dan kontroversi rekaman cabul Trump yang bocor masing-masing ditanyakan dalam tiga pertanyaan, dan email Clinton, Mahkamah Agung, Jaminan Sosial, perpajakan orang kaya, utang nasional, Irak, dan Undang-Undang Perawatan Terjangkau atau Obamacare, "menyatukan negara," senjata nuklir, dan legitimasi pemilu, masing-masing menjadi subjek dari dua pertanyaan.
Sejumlah masalah menjadi subjek dari satu pertanyaan, termasuk ekspektasi perilaku polisi, hubungan ras, aborsi, kebijakan senjata, "konspirasi akta kelahiran Barack Obama," pekerjaan di industri energi, cyberterrorism, Islamophobia, the Clinton Foundation, the Donald J. Trump Foundation, kekuatan lawan kandidat, keterampilan calon wakil presiden, kepercayaan kandidat, peringkat kesukaan yang rendah dari kedua kandidat, pidato berbayar yang diberikan oleh Clinton, posting Twitter Trump, ucapan "penampilan" Clinton, dan perilaku para kandidat.
Hillary Clinton dianggap telah memenangkan ketiga debat presiden dalam jajak pendapat para pemilih. Meskipun demikian, Donald Trump memenangkan pemilihan presiden yang diadakan pada 8 November 2016 melalui electoral vote.
Advertisement