Angelina Jolie Kritik Myanmar, Desak Pemenuhan Segera Hak Rohingya

Utusan khusus UNHCR, Angelina Jolie, telah melakukan kunjungan ke kamp-kamp pengungsi Rohingya di Bangladesh.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 08 Feb 2019, 07:31 WIB
Diterbitkan 08 Feb 2019, 07:31 WIB
Angelina Jolie
Angelina Jolie (Luka GONZALES / AFP)

Liputan6.com, Cox's Bazaar - Utusan khusus badan PBB untuk urusan pengungsi (UNHCR), Angelina Jolie, telah melakukan kunjungan ke kamp-kamp pengungsi Rohingya di Bangladesh, di mana ratusan ribu di antaranya melarikan diri dari Negara Bagian Rakhine, Myanmar sejak krisis kemanusiaan pecah pada 2017.

Ia mendengarkan kisah tentang keprihatinan yang dirasakan oleh pengungsi Rohingya dan pengalaman salah satu di antara mereka yang menjadi korban perkosaan saat melakukan eksodus dari Rakhine ke Bangladesh.

Jolie mengatakan bahwa tanggung jawab untuk membiarkan mereka kembali ke Rakhine, "terletak tepat di tangan pemerintah dan pihak berwenang di Myanmar," demikian seperti dikutip dari The Guardian, Kamis (7/2/2019).

Kunjungan itu dilakukan menjelang seruan baru PBB untuk mengumpulkan hampir satu miliar dolar untuk satu juta Rohingya yang kini berada di kamp-kamp di sekitar kota Cox's Bazar, Bangladesh.

"Sangat menyedihkan bertemu dengan keluarga yang hanya mengetahui penganiayaan dan ketidak-kewarganegaraan sepanjang hidup mereka, yang berbicara tentang 'diperlakukan seperti ternak'," kata Jolie kepada wartawan.

"Keluarga Rohingya yang saya temui tidak berbeda dengan pengungsi lain dalam satu hal penting: mereka ingin bisa pulang," katanya.

Gelombang pengungsi terbaru tiba setelah tindakan keras militer di negara bagian Rakhine Myanmar pada 2017.

Jolie mengatakan para pengungsi harus kembali ke rumah "hanya ketika mereka merasa cukup aman untuk melakukannya secara sukarela dan mereka tahu bahwa hak-hak mereka akan dihormati".

"Saya bertemu seorang perempuan kemarin, yang selamat dari pemerkosaan di Myanmar, dan dia mengatakan kepada saya, 'Anda harus menembak saya di tempat saya berdiri sebelum saya kembali tanpa hak saya'," kata Jolie.

"Tanggung jawab untuk memastikan hak-hak itu dan memungkinkan orang-orang Rohingya untuk kembali ke negara bagian Rakhine terletak sepenuhnya pada pemerintah dan pihak berwenang di Myanmar," tambahnya.

Dia menyerukan diakhirinya kekerasan di Rakhine, yang para pejabat PBB telah bandingkan dengan genosida, dan menuntut tindakan terhadap para pelaku yang bertanggungjawab.

"Saya mendesak pihak berwenang Myanmar untuk menunjukkan komitmen tulus yang diperlukan untuk mengakhiri siklus kekerasan dan pemindahan dan meningkatkan kondisi bagi semua masyarakat di negara bagian Rakhine," katanya.

Jolie sebelumnya telah bertemu dengan pengungsi Rohingya di Myanmar pada Juli 2015 dan di India pada 2006.

Dia mengakhiri kunjungannya pada Rabu 6 Februari dengan bertemu Perdana Menteri Sheikh Hasina, menteri luar negeri AK Abdul Momen, dan pejabat senior lainnya di Dhaka, kata satu pernyataan PBB.

Pembicaraan berfokus pada bagaimana badan pengungsi PBB dapat membantu upaya Bangladesh untuk Rohingya dan "solusi berkelanjutan" untuk menyelesaikan minoritas yang dianiaya, pernyataan itu menambahkan.

 

Simak video pilihan berikut:

 

DPR AS Tuduh Militer Myanmar Lakukan Genosida pada Rohingya

Angelina Jolie
Angelina Jolie tertangkap kamera berbincang dengan salah seorang warga Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh. (dok. UNHCR/Santiago Escobar-Jaramillo/Instagram @refugees/Dinny Mutiah)

Dewan Perwakilan AS menyetujui resolusi dengan perbandingan suara 394-1 Kamis 13 Desember 2018, untuk menyatakan aksi militer Myanmar terhadap minoritas Muslim Rohingya di negara itu sebagai tindakan genosida.

Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dirilis bulan Agustus mengatakan militer melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan dengan "niat genosida" dan juga secara definitif menyerukan supaya para pejabat Myanmar dikenai tuduhan genosida untuk pertama kalinya.

Dikutip dari laman VOA Indonesia, militer Myanmar membantah tuduhan genosida Rohingya sebelumnya, dan menegaskan bahwa tindakan mereka adalah bagian dari kampanye anti-teroris.

Kekejaman tersebut telah mendorong PBB dan sejumlah pemimpin politik dan hak asasi manusia untuk mempertanyakan kemajuan Myanmar menuju demokrasi.

Satuan Tugas Burma, sebuah koalisi organisasi Muslim AS dan Kanada, memuji sikap PBB tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya