Liputan6.com, Roma - Sebuah logo dari restoran makanan cepat saji ditemukan di Pompeii, Rabu, 4 April 2019. Menurut ahli arkeologi dari Archaeological Park of Pompeii, gambar logo yang disuguhkan rumah makan ini sengaja menampilkan nimfa laut yang tampan 'berbalut' keseksian.
Para arkeolog menemukan restoran kuno tersebut, yang dikenal sebagai thermopolium --bar jajanan (snack) yang menyajikan minuman dan makanan siap saji-- selama penggalian di Pompeii.
Faktanya, itu bukan satu-satunya thermopolium yang diketahui oleh peneliti, diduga masih ada sekitar 80 restoran seperti itu di Pompeii. Demikian seperti dilansir Live Science, Kamis (4/4/2019).
Advertisement
Temuan ini menunjukkan bahwa warga Pompeii kemungkinan sangat menikmati makanan cepat saji yang mudah diakses, seperti yang dilakukan oleh orang-orang di kota modern pada hari ini.
Baca Juga
"Bahkan jika struktur seperti ini terkenal di Pompeii, maka menemukan lebih banyak restoran cepat saji bersama dengan benda-benda komersial lain, dapat berguna dalam membantu para peneliti mempelajari lebih banyak tentang kehidupan sehari-hari di Pompeii kuno," tutur Alfonsina Russo, direktur di Archaeological Park of Pompeii.
Thermopolium khusus ini berada di persimpangan dua gang: Vicolo delle Nozze d'Argento (Silver Wedding Alley) dan Vicolo dei Balconi (Alley of the Balconies).
Penggalian ini merupakan bagian dari proyek bernama "Great Pompeii Project", yang menguak dan mempelajari daerah-daerah di Pompeii yang belum pernah terjamah tangan ilmuwan.
Lukisan nimfa laut di thermopolium --yang dikenal sebagai nereid-- terlihat berpakaian minim dan bertelanjang dada.
Nereid itu, yang mengendarai kuda dengan ekor seperti naga laut, kemungkinan merupakan penanda dari etalase restoran tersebut, kata para arkeolog yang bekerja pada proyek ini.
Di sebelah nereid terdapat gambar tanaman dan seorang lelaki yang bekerja di sebuah kafe, mungkin ilustrasi yang menggambarkan hari sibuk di bar tersebut.
Arkeolog juga mendapati kendi berbahan tanah liat, yang dikenal sebagai amphorae, di depan meja. Amphorae ini terlihat seperti yang ada di ilustrasi thermopolium, kata para penggali.
"Penemuan thermopolium ini mengingatkan kita (peneliti) ke saat-saat tragis letusan Gunung Vesuvius," kata Russo.
Ia menambahkan, kehidupan di Pompeii tidak berakhir begitu saja pascaletusan Gunung Vesuvius. Bencana ini kemungkinan menewaskan sekitar 2.000 orang, tetapi penelitian baru menunjukkan bahwa masih ada 15.000 hingga 20.000 penduduk kota itu yang kemungkinan hidup dan menetap di kota-kota terdekat, termasuk Naples dan Cumae.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Â
Gunung Vesuvius Tak Membunuh Semua Orang di Pompeii, ke Mana Para Korban?
Dahulu kala, ketika Gunung Vesuvius erupsi pada 79 Masehi, seluruh material vulkanik dimuntahkannya, termasuk bebatuan, lava, kerikil dan gas beracun yang menewaskan hampir 2.000 orang di kota Pompeii dan Herculaneum, di Italia kuno.
Akan tetapi, para peneliti mengungkapkan bahwa tidak semua orang yang hidup di bawah kaki gunung, tewas. Jadi, ke mana larinya para pengungsi?
Mengingat bahwa waktu itu Bumi masih dalam era lawas, ilmuwan mengungkapkan bahwa orang-orang tersebut tidak melakukan perjalanan jauh. Sebagian besar tinggal di sepanjang pantai Italia selatan, bermukim kembali di Cumae, Naples, Ostia dan Puteoli, menurut sebuah studi baru yang akan diterbitkan pada musim semi tahun ini dalam jurnal Analecta Romana.
"Mencari tahu tujuan para pengungsi adalah pekerjaan besar, karena catatan sejarah sangat buruk dan tersebar," kata peneliti studi Steven Tuck, seorang profesor di Miami University di Oxford, Ohio.
Untuk menentukan ke mana perginya penduduk, ia menyusun beberapa kemungkinan sembari menyisir catatan sejarah, yang meliputi dokumen, prasasti, artefak, dan infrastruktur kuno. Misalnya, Tuck membuat basis data nama keluarga yang berbeda yang pernah tinggal di Pompeii dan Herculaneum. Lalu, ia memeriksa apakah nama-nama tersebut juga muncul di tempat lain setelah 79 Masehi.
Ia juga mencari tanda-tanda budaya Pompeii dan Herculaneum yang unik, seperti pemujaan keagamaan Vulcanus, Dewa Api atau Venus Pompeiana dan Dewa Pelindung Pompeii yang muncul di kota-kota terdekat setelah letusan Gunung Vesuvius.
Proyek infrastruktur publik yang muncul kisaran waktu ini, kemungkinan dipakai untuk mengakomodasi masuknya pengungsi secara tiba-tiba, juga memberikan petunjuk tentang pemukiman kembali (resettlement) --menurut Tuck.
Hal itu karena antara 15.000 dan 20.000 tahun lalu, orang-orang tinggal di Pompeii dan Herculaneum, dan sebagian besar dari mereka selamat dari amukan Gunung Vesuvius.
Salah satu korban selamat, seorang pria bernama Cornelius Fuscus, kemudian meninggal dalam pertempuran militer.
"Mereka memasang prasasti di lokasi yang diyakini menjadi tempat ia meninggal," ujar Tuck kepada Live Science yang dikutip pada Kamis, 28 Februari 2019. "Mereka bilang, dia (Fuscus) berasal dari Pompeii, lalu dia tinggal di Naples dan kemudian dia bergabung dengan tentara."
Dalam kasus lain, keluarga Sulpicius dari Pompeii bermukim kembali di Cumae, menurut dokumen sejarah yang merinci penerbangan mereka dan catatan lainnya.
"Di luar tembok Pompeii, arkeolog menemukan strongbox (mirip dengan brankas) penuh dengan catatan keuangan mereka (Sulpicius)," Tuck menyebut. "Itu ditemukan di sisi jalan, ditutupi oleh abu. Jadi jelas, seseorang telah mengambil kotak besar ini ketika mereka melarikan diri, tetapi kemudian sekitar satu mil di luar kota, membuangnya."
Dokumen-dokumen dalam strongbox ini merinci pinjaman keuangan, utang, dan kepemilikan real estat selama beberapa dekade. Tampaknya, anggota keluarga Sulpicius memilih untuk bermukim kembali di Cumae karena mereka memiliki jejaring sosial bisnis di sana, kata Tuck.
Selama penelitiannya, Tuck juga menemukan bukti pemukiman kembali untuk beberapa wanita dan budak yang bebas. Banyak dari mereka yang menikah satu sama lain, bahkan setelah mereka pindah ke kota baru.
Seorang perempuan di antaranya, Vettia Sabina, dikuburkan di sebuah makam keluarga di Naples dengan tulisan "Have" pada nisannya. Kata tersebut merupakan Oscan, dialek yang digunakan di Pompeii sebelum dan sesudah Romawi mengambil alih kota ini pada tahun 80 SM.
"Artinya 'selamat datang,' biasa terlihat di lantai di depan rumah sebagai sapaan selamat datang (di Pompeii)," papar Tuck.
"Penelitian saya secara drastis benar-benar hanya menghitung jumlah orang Roma yang keluar dari Pompeii," demikian aku Tuck, karena banyak orang asing, migran dan budak tidak mendata nama keluarga mereka, maka inilah yang menyebabkan keberadaan mereka sulit dilacak.
Advertisement