Liputan6.com, Khartoum - Kepala Dewan Militer Sudan mundur dari jabatannya satu hari setelah memimpin kudeta menggulingkan pemimpin negara itu, Omar al-Bashir di tengah gelombang protes.
Menteri Pertahanan Awad Mohammed ibn Ouf mengumumkan keputusannya di televisi pemerintah. Dia menyebut penggantinya adalah Letjen Abdel Fattah Abdelrahman Burhan.
Baca Juga
Ibn Ouf adalah kepala intelijen militer selama konflik Darfur di tahun 2000-an. AS memberlakukan sanksi kepadanya pada tahun 2007.
Advertisement
Dikutip dari BBC, Sabtu (13/4/2019), langkah pengunduran diri itu terjadi setelah pengunjuk rasa menolak untuk meninggalkan jalan-jalan, mengatakan para pemimpin kudeta terlalu dekat dengan Presiden Sudan yang dilengserkan.
Sementara tentara mengatakan akan tetap berkuasa selama dua tahun, hingga pemilihan umum.
Â
Para pengunjuk rasa di Khartoum merayakan kepergiannya.
Sudan Professionals Association, yang menjadi ujung tombak protes, mengatakan keputusan Ibn Ouf untuk mundur adalah "kemenangan" bagi para demonstran. Mereka menuntut transisi ke pemerintahan sipil sebelum mengakhiri aksinya.
Sekilas Tentang Tuduhan Presiden Sudan
Bashir telah didakwa oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan atas konflik Darfur.
Meskipun Bashir lengser pada hari Kamis, para demonstran menolak membubarkan diri, berkemah di luar markas tentara di ibu kota, Khartoum, menentang jam malam yang dinyatakan oleh militer.
Pada hari Jumat, seorang juru bicara dewan militer mengatakan tentara tidak mencari kekuasaan dan masa depan Sudan akan diputuskan oleh para pemrotes - tetapi mengatakan tentara akan mempertahankan ketertiban umum dan gangguan tidak akan ditoleransi.
Dewan militer juga mengatakan tidak akan mengekstradisi Bashir untuk menghadapi tuduhan ICC - yang dia bantah.
Militer Sudan kemudian memberlakukan keadaan darurat tiga bulan, dengan konstitusi ditangguhkan.
Lengsernya Bashir terjadi setelah berbulan-bulan kerusuhan yang dimulai pada bulan Desember 2018 dipicu kenaikan harga-harga. Setidaknya 38 orang tewas dalam protes tersebut.
Aksi Pelengseran Presiden Sudan
Militer Sudan mengatakan mereka telah menggulingkan presiden negara ini, Omar al-Bashir, pada Kamis kemarin, 11 April 2019, di tengah protes berdarah yang semakin meningkat selama 30 tahun pemerintahannya.
Dijatuhkannya al-Bashir dari kekuasaan terjadi setelah lebih dari seminggu protes di Aljazair pecah. Para pengunjuk rasa kala itu, yang diperkirakan berjumlah puluhan ribu, memaksa pengunduran diri al-Bashir yang didukung oleh militer Sudan sekaligus presiden Aljazair, Abdelaziz Bouteflika.
Mereka berkumpul di sebuah tempat di luar markas militer di pusat Khartoum, ibu kota, selama hampir satu minggu.
Namun para demonstran pro-demokrasi kian tersulut emosi dan kecewa besar ketika menteri pertahanan mengumumkan bahwa angkatan bersenjata akan memerintah Sudan untuk dua tahun ke depan.
Pengkoordinator demo di Sudan dengan cepat mengecam tentara dan bersumpah untuk melanjutkan aksi turun ke jalan sampai pemerintah transisi sipil terbentuk.
Setelah pengumuman yang ditayangkan di televisi tentang penangkapan al-Bashir oleh Menteri Pertahanan Awad Mohammed ibn Ouf --yang kini berada di bawah sanksi Amerika Serikat terkait dengan kekejaman dalam konflik di Darfur-- terlihat kerumunan massa yang berteriak kesal, "Orang pertama sudah jatuh, begitu pula nanti orang kedua."
Beberapa bahkan ada yang melontarkan, "Mereka mengambil pencuri dan membawa masuk pencuri lainnya!" demikian seperti dikutip dari TIME, Jumat 12 April 2019.
Ibn Ouf menekankan, dewan militer yang nanti dibentuk terdiri dari jajaran tentara, badan intelijen dan aparat keamanan. Ketiga ini akan memerintah hanya selama dua tahun. Setelah itu, pemilihan umum yang bebas dan adil bakal diselenggarakan.
Dia juga mengumumkan bahwa militer telah menangguhkan konstitusi, membubarkan pemerintah, menyatakan keadaan darurat selama tiga bulan, menutup perbatasan negara dan wilayah udara, serta memberlakukan jam malam selama satu bulan.
Al-Bashir, yang keberadaannya kini tidak diketahui, menjadi kepala negara Sudan pada periode 1989-1993 dan presiden Sudan sejak tahun 1993 sampai tahun ini.
Selama menjabat, ia didukung oleh militer dan garis keras Islamis. Diduga, al-Bashir secara brutal terus menindas setiap oposisi, sambil memonopoli ekonomi melalui pengusaha sekutu.
Selama tiga dasawarsa memegang kendali di Sudan, ia pun membiarkan pemisahan diri Sudan Selatan pasaperang bertahun-tahun.Â
Selain itu, nama al-Bashir kian 'harum' lantaran memerintahkan penumpasan pemberontak di wilayah Darfur yang membuatnya menjadi ejekan internasional, orang yang paling dicari dengan tuduhan genosida.
Administratif Donald Trump menargetkan pemerintah al-Bashir berulang kali dengan sanksi dan serangan udara atas dukungannya terhadap kelompok-kelompok militan Islam.
Â
Advertisement
Tanggapan Oposisi
Mariam al-Mahdi, seorang anggota oposisi dari National Umma Party, menyebut pengambilalihan kekuasaan oleh militer sebagai suatu langkah berbahaya.
"Tuntutan kami jelas, kami tidak ingin mengganti kudeta dengan kudeta," tegas al-Mahdi.
Massa dari aksi protes terdiri dari aktivis muda, mahasiswa, serikat profesional dan partai oposisi tradisional.
Pasukan keamanan turun selalu 'mengawal' mereka dan terkadang bertindak keras sejak awal unjuk rasa dimulai, seperti menggunakan gas air mata, peluru karet, amunisi dan pentungan.
Al-Bashir melarang adanya penyelenggaraan demonstrasi tanpa izin dan memberikan wewenang kepada polisi setelah memberlakukan keadaan darurat pada bulan lalu.