4-5-1897: Kebakaran Pasar Rakyat yang Melukai Hati Warga Paris

Kebakaran besar melanda sebuah pasar rakyat di Paris, lebih dari seabad lalu, menyebabkan sekitar 200 orang tewas.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 04 Mei 2019, 06:00 WIB
Diterbitkan 04 Mei 2019, 06:00 WIB
20151019-Ilustrasi-Kebakaran-Hutan
Ilustrasi Kebakaran Hutan (iStockphoto)

Liputan6.com, Paris - Setiap tanggal 4 Mei, sebuah gereja megah di luar segitiga emas Champs-Élysées di Paris, selalu dipenuhi oleh orang-orang yang mengikuti misa untuk mengenang ratusan korban kebakaran Bazar de la Charité, lebih dari satu abad silam.

Bazar de la Charité adalah sebuah pasar rakyat yang beroperasi di akhir Abad ke-19, tepatnya dimulai pada 1825. Pasar itu selalu buka selama sebulan penuh di setiap awal musim panas.

Namun pada 4 Mei 1897, ketika Matahari musim panas baru beberapa hari menyinari Paris, keceriaan yang biasa tampak di Bazar de la Charité berubah menjadi hari yang mencekam, demikian Today in History dikutipp dari New York Times pada Jumat (3/5/2019).

Pasar musim panas itu digagas oleh Baron de Mackau, seorang hartawan baik hati yang menggagas tempat jual beli temporer untuk masyarakat umum. Semua bisa dijual di agenda ini, mulai dari hasil panel hingga kerajinan tangan.

De Mackau menyewa sebuah tanah kosong di rue Jean Goujon, dan mendirikan beberapa bangunan non-permanen yang menaungi 22 stan. Meski sederhana, namun interior seluruh bangunan itu ditata dengan sangat apik oleh Duchesse d'Alençon, saudara perempuan dari Permaisuri Austria, yang juga salah satu kawan dekat de Mackau.

Bukan jajaran stan yang jadi primadona, melainkan sebuah proyektor bioskop yang merupakan penemuan baru kala itu. Tahun ketiga penyelenggaraan Bazar de la Charité akan menjadi saksi pemutaran video dalam format teater, yang kita kenal sekarang sebagai bioskop.

Pemutaran teknologi awal film tersebut direncanakan berlangsung pada hari pertama gelaran Bazar de la Charité, yakni tepat pada pukul 16.00 waktu Paris.

Dalam sebuah bangunan temaran, proyektor film dinyalakan di hadapan hampir seratus orang yang berdesak-desakan dengan rasa penasaran.

Karena tidak ada listrik, maka ruangan tersebut diterangi oleh lampu Molteni ether, atau lampu tempel.

Pantulan proyektor, yang tidak bisa terlihat dengan jelas, memnbuat de Mackau berinisiatif meminta asistennya menyalakan api sebagai tambahan cahaya.

Ketika menyalakan api, tanpa disangka api mengenai beberapa balon gas yang dipajang di dekatnya. Ledakan terjadi dengan cepat dan beberapa kali, membuat panik seluruh pengunjung Bazar de la Charité hari itu, yang diperkirakan mencapai 1.500-an orang.

Ledakan Saat Pionir Bioskop Dioperasikan

Film Nasional
Ilustrasi Film Nasional (sumber: unsplash)

Bangunan temporer yang rapat, banyaknya bahan yang mudah terbakar, dan cuaca panas menjadi "kombinasi neraka" yang memicu kobaran api lebih besar.

Area pasar rakyat tersebut juga tidak memiliki akses evakuasi yang memamdai, sehingga kepanikan membuat orang-orang bingung menyelamatkan diri. Alhasil, banyak pengunjung berputar-putar di lokasi yang semakin terkepung oleh api.

Berbagai bangunan mewah yang terletak tidak jauh dari lokasi kebakaran, menutup pintu rapat-rapat dari ratusan orang yang berusaha meminta pertolongan.

Pertolongan dari dinas pemadam kebakaran tida bisa banyak membantu, api terus berkobar meluluhlantakan semua area Bazar de la Charité. Beberapa orang yang berusaha bolak-balik menyelamatkan barang --sebagian ada yang menjarah-- gagal menyelamatkan diri, dan meregang nyawa akibat dilahap si jago merah.

Api bari bisa dipadamkan sekitar enam jam kemudian. Banyak korban tidak berhasil menyelamatkan diri dari kebakaran besar. Ratusan jenazah bergelimpangan di titik kebakaran dan sekitarnya.

Pintu-pintu hunian orang kaya yang ada di beberapa blok di dekatnya, sebagian besar tetap tertutup rapat hingga keesokan harinya. Hanya segelintir kecil "orang berduit" yang mau ikut membantu evakuasi korban.

Selain itu, petugas penyelamat yang dikerahkan sangat sedikit, tidak seimbang dengan jumlah korban berjatuhan. Warga yang membantu pun tidak bisa berbuat banyak, sehingga mengurus jenzah ala kadarnya.

Korban tewas disebut mencapai lebih dari 200 orang. 

Tudingan Mengarah pada Baron de Mackau

Kenaikan Harga BBM Picu Kerusuhan di Prancis
Demonstran mengibarkan bendera Prancis saat kerusuhan menentang kenaikan harga bahan bakar di Paris, Prancis, Sabtu (24/11). Demonstrasi terjadi oleh dorongan gerakan "rompi kuning". (AP Photo/Michel Euler)

Penggagas Bazar de la Charité, Baron de Mackau, tidak diketahui rimbanya saat kebakaran terjadi. Beberapa saksi mata mengatakan dia terlihat satu-dua kali memabntu evakuasi.

Sebagian saksi mata lain mengatakan bahwa de Mackau langsung menyelamatkan dirinya sendiri ke lokasi yang lebih aman.

Tidak diketahui mana yang benar dari dua kesaksian tersebut, namun yang pasti, de Mackau dijauhi dakwaan bersalah atas kelalaian yang menyebabkan bencana.

Dia, bersama dengan beberapa teknisi bioskop yang dipekerjakannya, dijatuhi hukuman penjara dan denda uang. Peristiwa nahas itu, dalam sejarah Prancis, disebut sebagai salah satu bentuk kesenjangan sosial yang nyata.

Pasar rakyat itu dituding tidak memberikan akses leluasa bagi mobilitas para pengunjungnya, yang datang dari kelas pekerja.

De Mackau berkilah, bahwa Bazar de la Charité diciptakan untuk memberi peluang bagi rakyat kecil untuk merasakan pengalaman niaga secara modern, sekaligus mengedukasi mereka tentang berbagai kemajuan zaman.

Namun, beberapa pihak, khususnya dari kelompok sayap kiri, menduuh bahwa de Mackau sengaja memaksakan "cara bangsawan" pada rakyat jelata yang "polos".

Kenyataan bahwa banyak komunitas kaya tidak segera tanggap akan kejadin nahas itu, membuat tudingan terkait semakin menjadi-jadi.

Pada akhirnya, de Mackau seakan menghadapi hukuman sosial yang lebih berat, tatkala masyarakat umum mencapnya sebagai penyebab kebakaran Bazar de la Charité, dan di sisi lain, komunitas bangsawan memandangnya sebagai cocok ceroboh yang memalukan.

Sementara itu, tanggal yang sama pada 1535, lima orang pendeta Carthusian dari baiea Charterhouse di pinggiran London dihukum gantung dan diseret secara sadis, karena menolak untuk mengakui Henry VIII sebagai kepala Gereja Inggris

Lalu, tanggal yang sama pada 1932, bos mafia paling ditakuti di Abad ke-20, Al Capone, resmi mendekam di penjara Atlanta, AS, karena terbukti telah penggelapan pajak penghasilan yang sangat besar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya