3-5-1945: Inggris Tenggelamkan Kapal Berisi 4.500 Tahanan Nazi

Lebih dari 70 tahun lalu, skuadron Angkatan Udara Kerajaan Inggris menenggelamkan sebuah kapal Jerman berisi 4.500 tahanan. Tanpa alasan jelas.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 03 Mei 2019, 06:00 WIB
Diterbitkan 03 Mei 2019, 06:00 WIB
Kapal SS Cap Arcona, yang berisi ribuan tahanan Nazi, tenggelam setelah dibombardir jet tempur Inggris (Wikimedia Commons)
Kapal SS Cap Arcona, yang berisi ribuan tahanan Nazi, tenggelam setelah dibombardir jet tempur Inggris (Wikimedia Commons)

Liputan6.com, Hamburg - Suatu sore pada 3 Mei 1945, satu skuadron Typhoons milik Angkatan Udara Kerajaan Inggris, mulai lepas landas untuk menyerang pergerakan kapal Axis di Teluk Neustadt, Jerman.

Mereka melakukan pemantauan terlebih dulu, sebelum bergabung dengan skuadron tempur lainnya dari beberapa negara Sekutu, seperti Prancis dan Amerika Serikat.

Ketika skuadron terbang Negeri Ratu Elizabeth tengah melaju di udara, di bawahnya berlayar mantan kapal mewah SS Cap Arcona yang berisi lebih dari 4.500 tahanan kamp konsentrasi Nazi yang telah "dievakuasi" ke pesisir.

Lalu, sekitar pukul 15.00 waktu setempat, kumpulan jet canggih tersebut tba-tiba melancarkan serangan tanpa ampun.

Hasilnya adalah salah satu bencana maritim terburuk di dunia, membuat para tahanan dan awak kapal berjuang untuk bertahan hidup di perairan Baltik yang dingin.

Diperkirakan 4.000 tahanan tewas, demikian Today in History sebagaimana dikutip dari situs The Conversation pada Kamis (2/5/2019).

Bencana ini telah berulang kali menjadi sorotan media cetak, lantaran tidak diketahui secara pasti alasan sesungguhnya dari penyerangan tersebut, dan mengapa tahanan yang diserang, bukan militer.

Padahal di dalam tahan tersebut, juga banyak tawanan perang asal Inggris, yang menyerah terhadap kepungan Nazi di medan pertempuran terakhir mereka di Eropa.

Pada gilirannya, ini telah menyebabkan sejumlah teori konspirasi tentang penyebab tenggelamnya SS Cap Arcona.

Salah satu rumor menyatakan bahwa catatan penting Inggris terkait dengan insiden itu telah disegel hingga 2045. Faktanya, semua catatan tersebut dirilis secara publik pada 1972 setelah Public Records Act 1967 mengurangi jumlah waktu mereka untuk dirahasiakan.

Segera setelah perang, fokus Inggris adalah pada upaya untuk mengadili para penjahat perang Nazi, dan investigasi terhadap kesalahpahaman Inggris dikesampingkan.

Dan tak lama setelah itu, perhatian bergeser ke timur, ketika Perang Dingin semakin kencang.

Pemindahan Tahanan yang Berakhir Maut

Penjaga Kamp Nazi Didakwa Membantu Bunuh 300 Ribu Orang Yahudi
Ilustrasi situasi di Kamp Auschwitz Nazi (Remember.org/Public Domain)

Tidak ada tahanan kamp konsentrasi yang diterima dengan bernyawa ke tangan musuh.

Pemindahan dengan menggunakan Kapal SS Cap Arcona adalah perintah terakhir Heinrich Himmler, salah satu dari sedikit petinggi paling berpengaruh di Nazi, ketika menyadari sistem kamp yang dioperasikannya semakin "berkontraksi" akibat kepungan para musuh.

Kondisi inilah yang mengungkap pendorong sesungguhnya di balik evakuasi kamp Neuengamme, di dekat Hamburg, Jerman.

Kamp ini terbilang unik dalam sistem lembaga penahanan Nazi. Politikus lokal Jerman, khususnya sosok Gauleiter Karl Kaufmann, telah mengembangkan hubungan bisnis yang erat dengan industrialis seetmpat, dan memasok tenaga kerja budak dari kamp ke unit bisnis sebagai modal yang menguntungkan.

Tetapi pada awal 1945, kemajuan Sekutu memberi tekanan yang semakin besar pada politisi lokal --temasuk bisnis yang bekerja sama dengan mereka-- untuk menghapus bukti-bukti kerja paksa dari dalam batas-batas kota Hamburg.

Solusi yang diambil Nazi adalah memindahkan tahanan ke tempat lain.

Dengan tidak adanya pilihan lain, Kaufmann membuat rencana pada Maret 1945 untuk meminta kapal penumpang bertindak sebagai kamp penampungan "sementara" bagi tahanan Neuengamme.

Perencanaan jangka panjang apa pun tidak ada. Begitu kamp di pinggiran Hamburg itu dikosongkan pada pertengahan April, para politikus lokal tidak lagi mengkhawatirkan nasib para tahanan yang ditahan dengan kemelaratan di dalam kabin Cap Arcona, di dekat Teluk Neustadt.

 

Hierarki Tahanan Berlanjut ke Atas Kapal

Ilustrasi Nazi (Wikipedia/Public Domain)
Ilustrasi Nazi (Wikipedia/Public Domain)

Namun demikian, "hierarki tahanan" berlanjut naik ke atas kapal. Para tahanan tetap dipisahkan menurut kebangsaan dan agama.

Selain itu, pasukan Nazi tetap berada di kapal untuk mengawasi para tahanan. Ini menunjukkan bahwa Arcona dimaksudkan sebagai perpanjangan sementara dari kamp Neuengamme yang asli, meskipun sebagian besar tidak terlihat dan tidak terpikirkan.

Menyusul Konferensi Sekutu di Yalta pada Februari 1945, kebijakan militer Inggris diarahkan untuk serangan lebih cepat ke pantai Baltik.

Ada dua alasan untuk ini. Pertama, Inggris ingin menghentikan kemajuan Soviet karena terus meluas ke Eropa Barat. Untuk mencapai ini, Kota Lübeck di pantai Baltik dianggap sebagai sasaran strategis untuk melakukan gertakan.

Kedua, dengan menghentikan Soviet di kota tersebut, pasukan Inggris akan dapat membebaskan Denmark dan memulihkan monarkinya. Dengan demikian, London akan mendapatkan sekutu yang berharga di bulan-bulan mendatang.

Tetapi kecepatan kemajuan Soviet berarti bahwa protokol dan prosedur normal yang telah ditetapkan selama perang diabaikan, sehinga pasukan Inggris berlomba untuk mencapai tujuan mereka.

Lebih buruk lagi, jalur komunikasi menjadi tegang, serta laporan intelijen tidak selalu diproses secara menyeluruh dan tepat waktu

Dalam hal ini, laporan intelijen terbaru tentang kapal-kapal di Teluk Neustadt tidak benar-benar sampai pad apilot tempur tang bertugas.

Hingga akhirnya ketika mendarat, para penerbang tersebut kemungkinan percaya bahwa mereka sedang menyerang target musuh yang bonafide.

Pada akhirnya, nasib Cap Arcona dan para penumpangnya adalah konsekuensi tragis dari kabut perang terkait.

Sementara itu, tanggal yang sama pada 1947, konstitusi Jepang pasca-perang mulai berlaku, memberikan hak pilih universal, mencabut Kaisar Hirohito dari semua peran strategis, kecuali kekuatan simbolis, serta melarang hak Jepang untuk berperang.

Lalu, tanggal yang sama pada 1960, Rumah Anne Frank --yang menjadi simbol korban kekejaman Nazi-- dibuka di Amsterdam, Belanda, tepat di bangunan yang pernah menjadi tempat bersembunyi sang penulis tragedi Holocaust.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya