Buntut Macetnya Perjanjian Nuklir Iran, AS Kirim Armada Perang

Amerika Serikat tiba-tiba mengirim kapal perang ke Timur Tengah sebagai respons sikap Iran.

oleh Siti Khotimah diperbarui 06 Mei 2019, 12:04 WIB
Diterbitkan 06 Mei 2019, 12:04 WIB
Kapal Perang AS
Petugas mengecek Lambung kiri kapal perang USS John S. McCain usai tabrakan dengan kapal tanker Alnic MC berbendera Liberia di Selat Malaka, sebelah timur Singapura, (21/8). (AFP Photo/Roslan Rahman)

Liputan6.com, Washington DC - Amerika Serikat tiba-tiba mengirimkan kapal induk dan satu gugus tugas pengebom ke Timur Tengah. Menurut John Bolton, penasihat keamanan Negeri Paman Sam, hal itu dilakukan sebagai respons atas sikap Iran yang "mengganggu" dan akhir-akhir ini meningkat.

Hingga saat ini masih belum jelas sikap Iran yang dimaksud oleh Bolton. Bagaimanapun, deklarasi Bolton seolah meningkatkan tensi kedua belah pihak, mengutip The Guardian pada Senin (6/5/2019).

Dalam sebuah pernyataan tertulis Bolton mengatakan, kapal induk dan pesawat dikirim untuk "menyampaikan pesan" khusus kepada pemerintah Iran. Pesan yang dimaksud yakni, serangan apapun terhadap AS dan aliansinya akan dibalas dengan bertubi-tubi.

"Amerika Serikat tidak mencari perang dengan rezim Iran, tetapi kami sepenuhnya siap untuk menanggapi serangan apa pun. Baik dengan Korps Pengawal Revolusi Islam (Iran Revolutionary Guard), atau pasukan reguler Iran," kata pernyataan itu.

Sikap AS itu datang menyusul pernyataan Iran bahwa Bolton dan sejumlah pejabat lain tengah membawa pemerintahan trump ke ambang perang baru.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Tindakan Tidak Biasa

Penasihat Keamanan Donald Trump yang Baru: Jika Mau Damai, Bersiaplah Perang
John Bolton, Penasihat Keamanan Donald Trump yang Baru: Jika Mau Damai, Bersiaplah Perang. Foto diambil saat Bolton jadi dubes AS untuk PBB pada 2005 (Dennis Cook/Associated Press)

Pengiriman armada perang ke wilayah itu memang dilakukan beberapa kali. AS juga pernah menempatkan pengebom B-1 miliknya di Timur Tengah, namun menariknya kembali pada Maret lalu untuk perawatan dan pembaruan.

Namun, perlu diketahui bahwa langkah terkait pengiriman armada militer biasanya dilakukan oleh Pentagon. Sangat tidak biasa apabila hal tersebut dinyatakan oleh penasihat keamanan nasional AS seperti Bolton.

"Bahasa yang meradang seperti yang dinyatakan oleh Bolton menunjukkan sikap provokatif yang tidak biasa. namun saya menduga hak itu hanya sebuah kesempatan untuk mencoba mengintimidasi Iran," kata Ilan Goldenberg mantan pejabat kementerian Luar Negeri AS dan Pentagon, yang sekarang berkiprah di Centre for a New American Security yang berbasis di Washington.

Sebagai informasi tambahan, Bolton tidak hanya berfokus pada Iran. Tekanan yang kuat juga diberikan kepada Korea Utara dan Venezuela. Sebelum menjabat di Gedung Putih, ia sempat mengatakan bahwa mengebom Iran merupakan satu-satunya cara untuk menghentikan nuklir Negeri Persia itu.


Iran Ragu AS Benar-Benar Umumkan Perang

Bendera Iran (Atta Kenare / AFP PHOTO)
Bendera Iran (Atta Kenare / AFP PHOTO)

Dikutip dari Time.com, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengaku ragu jika Trump menginginkan konflik di Iran. Hal itu mengingat presiden AS ke-45 itu telah berjanji "untuk tidak menyia-nyiakan dana keamanan US$ 7 triliun di Iran, dan membuat situasinya kian memburuk".

Namun, masih menurut Zarif, hal tersebut terdistraksi oleh "rencana tim B", yang disebutnya terdiri dari Penasehat Keamanan AS John Bolton, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman, dan Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed.

"Mereka sedang berusaha mendorong Iran untuk mengambil tindakan, sebagai dalih untuk tindakan AS yang gila," ujar Zarif.

"Ini belum krisis, tapi ini adalah situasi berbahaya," lanjutnya memperingatkan.

Pemerintahan Trump memberlakukan kembali sanksi terhadap Iran, termasuk pada sektor energinya, pada November lalu.

Hal itu dilakukan setelah penarikan Negeri Paman Sam dari kesepakatan nuklir dengan Iran dan enam kekuatan dunia lainnya, pada 2015.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya