Liputan6.com, Melbourne - Pemilihan umum Australia dimulai pada hari ini, Sabtu 18 Mei 2019. Pemilu kali ini akan memilih anggota parlemen ke-46 Negeri Kanguru.
Australia mengadakan pemilihan setiap tiga tahun. Dalam pemilu kali ini, sebanyak 16,4 juta pemilih telah terdaftar, demikian sebagaimana dikutip dari BBC News pada Sabtu (18/5/2019).
Advertisement
Baca Juga
Warga Negeri Kanguru akan memilih pertama kalinya sejak adanya pertikaian politik yang menggulingkan keempat kalinya pemimpin dalam satu dekade.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison sangat optimis memenangkan pemilu, dengan mengaku telah menyatukan pemerintah konservatif dalam sembilan bulan sejak ia menggantikan Malcolm Turnbull.
Sementara itu, pemimpin kubu oposisi Bill Shorten telah menekankan adanya alternatif kebijakan yang jelas.
Keduanya telah melakukan pemungutan suara pada Sabtu pagi.
Survei Telah Dilaksanakan
Jajak pendapat terkait pemilu kali ini telah dilaksanakan pada 18 Mei 2019 lalu, dua hari setelah kematian Bob Hawke - seorang mantan perdana menteri dengan prestasi yang dipuji oleh seluruh spektrum politik.
Dari survei itu, diketahui bahwa aspek ekonomi, biaya hidup, lingkungan dan kesehatan menjadi perhatian utama para pemilih.
Dalam segmen pemilih pemuda, mereka mengatakan frustrasi dengan perubahan iklim dan kurangnya perumahan dengan harga terjangkau. Sementara kalangan yang lebih tua memiliki fokus terhadap proposal reformasi pajak yang mendominasi sebagia besar substansi kampanye semua kubu.
Sementara isu lain yang tetap menjadi pekerjaan rumah bagi siapapun yang terpilih dalam pemilu kali ini, setidaknya dua hal. Keduanya adalah pengakuan formal penduduk asli Australia dan perlakuan terhadap politikus perempuan di parlemen.
Â
Â
Advertisement
Jelang Pemilu, Warga Australia Pusing
Warga Australia mengaku "stress" dan "khawatir" dengan apa yang dikatakan para politisi di media, saat menjelang pemilu.
Salah satunya dialami Roen Meijers, seorang warga Australia yang bekerja sebagai advokat di bidang difabel dan juga seorang transeksual asal kota Hobart, Tasmania.
Ia merasa "ada banyak ketakutan dan kecemasan" menjelang pemilihan federal tahun ini.
"Saya hidup dengan disabilitas dan secara profesional saya membantu orang-orang yang hidup dengan disabilitas, jadi seperti dua sisi mata uang," ujar kepada ABC Life, dikutip dari ABC Indonesia.
Roen mengaku memiliki banyak teman dan anggota di komunitasnya yang benar-benar hidup dengan kesulitan.
Tapi ia mengatakan ketika para politisi berbicara dengan cara meremehkan beberapa kelompok masyarakat selama kampanye pemilu demi mendapat dukungan, hal ini malah membuat mereka merasa menjadi target dan semakin terisolasi.
"Banyak orangtua yang menangis, terutama, mengatakan, 'Setiap kali ada musim kampanye, saya tak tahu apakah anak-anak saya akan baik-baik saja atau tidak setelah saya meninggal."