Liputan6.com, China - Sebuah taman margasatwa di China telah memicu protes setelah membuat pengunjung tunduk pada pemindaian pengenalan wajah, dengan satu profesor hukum membawanya ke pengadilan.
Profesor Guo Bing mengambil tindakan terhadap taman safari Hangzhou, setelah mengganti sistem sidik jari yang ada dengan teknologi baru tersebut, seperti dikutip dari The Guardian, Selasa (5/11/2019).
"Saya (mengajukan kasus ini) karena saya merasa tidak hanya hak (privasi) saya dilanggar tetapi juga banyak lainnya," ujar Guo dari Zhejiang University of Sci-Tech, pada rekaman audio dari wawancara yang diposting oleh Beijing News milik pemerintah.
Advertisement
Guo berusaha memaksa pihak taman untuk mengembalikan uang yang ia bayarkan dan juga penyalahgunaan data yang dikumpulkan oleh teknologi deteksi wajah itu.
Pengadilan di Fuyang pun telah menerima kasus tersebut. Dia mempertanyakan mengapa taman margasatwa perlu keamanan data dan siapa yang akan bertanggung jawab jika ada yang bocor.
Berisiko Tidak Akurat
Kasus ini mungkin bisa membuka debat yang lebih luas di China tentang penggunaan teknologi semacam itu oleh bisnis dan pemerintah.
"Penggunaan pengenalan wajah oleh China, secara kenyeluruh, tanpa pemberitahuan atau persetujuan, sangat mengejutkan," kata pakar privasi, Ann Cavoukian, ketika ditanya tentang pentingnya kasus ini.
"Saya sangat berharap akan ada lebih banyak perlawanan terhadap pengawasan seperti itu, tapi saya ragu itu akan banyak berpengaruh di China,' ujarnya.
Cavoukian mengatakan, bahwa perangkat lunak pengenal wajah sangat tidak akurat dan sering menghasilkan persentase positif palsu yang tinggi. Seperti, pada kasus baru-baru ini di Inggris, di mana polisi menggunakan perangkat lunak pengenal wajah salah sebesar 81%.
Pengenalan wajah ini telah dilakukan pada Juli untuk pemegang izin tahunan. Bagi mereka yang tidak mendaftarkan informasi biometrik mereka pada 17 Oktober, izin akan tidak valid, Beijing News melaporkan.
Advertisement
Perlu Ditinjau Kembali
Sekitar 10.000 pengunjung memiliki karcis taman tahunan yang harganya £ 150 untuk keluarga berempat.
Guo awalnya mencoba untuk membatalkan kartunya dan mendapatkan uang kembali setelah perangkat lunak pengenalan wajah diperkenalkan, tetapi pihak taman menolak untuk pengembalian penuh.
Sebelumnya, pemegang kartu dipindai dengan sidik jari tetapi kegagalan fungsi sistem menyebabkan antrian panjang.
Guo sebenarnya mendukung penggunaan teknologi tersebut oleh pihak berwenang tetapi juga mengatakan bahwa masalah ini perlu dibahas lebih luas di Tiongkok.
"Saya pikir tidak apa-apa dan, sampai batas tertentu, perlu bagi lembaga pemerintah, terutama departemen kepolisian, untuk menerapkan teknologi ini, karena itu membantu menjaga keamanan publik," kata Guo, menurut sebuah wawancara dengan Beijing News.
"Tapi itu masih layak dibahas ketika datang ke legitimasi dan legalitas menggunakan teknologi." katanya kembali.
Panggilan ke Universitas Sci-Tech Zhejiang untuk terhubung kembali dengan Guo tidak berhasil. Perwakilan dari taman safari Hangzhou pun juga menolak memberikan komentar ketika dihubungi melalui telepon.
Â
Reporter: Aqilah Ananda Purwanti