Berkembangnya Industri Makanan Halal di AS, Bernilai Rp 281 Triliun Tiap Tahunnya

Industri makanan halal di Amerika Serikat merupakan bisnis bernilai lebih dari US$ 20 miliar (sekitar Rp 281 triliun) setiap tahunnya.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Nov 2019, 09:00 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2019, 09:00 WIB
Bendera di gedung-gedung federal AS dikibarkan setengah tiang untuk menghormati kepergian John McCain (AP/J David Ake)
Ilustrasi Amerika Serikat (AP/J David Ake)

Liputan6.com, New York - Industri makanan halal di Amerika Serikat merupakan bisnis bernilai lebih dari US$ 20 miliar (sekitar Rp 281 triliun) setiap tahunnya. Dengan meningkatnya tren makanan halal dan jumlah Muslim di Amerika, bukan tidak mungkin industri ini akan semakin berkembang.

Ketika jam makan siang, sejumlah orang tampak berjejer membentuk barisan, menunggu giliran memesan makanan di kedai The Halal Guys di Manhattan, New York. Pilihan mereka ayam suwir di atas nasi, falafel atau gyro, hidangan Yunani yang terbuat dari daging yang dimasak dengan pemanggang. Biasanya disajikan dengan roti gulung seperti pita, yang dilengkapi tomat, bawang merah, dan saus.

Seorang pelanggan bernama George Santos mengaku senang berlangganan makanan siang di kedai berjalan yang sesungguhnya truk yang diubah fungsinya itu. "Makanannya dibuat saat itu juga, pelayannya ramah, tidak pernah mengecewakan," kata Santos.

Sementara seorang pelanggan bernama Edward Yang mengaku telah menjadi pelanggan tetap di kedai tersebut. "Saya sudah 15 tahun selalu makan siang di sini. Makanannya enak," katanya.

Demikian diutarakan pelanggan lainnya, Sheila Dean, yang suka dengan makanan itu karena rasa, yang menurutnya, tiada bandingnya. “Rasanya sungguh luar biasa. Saya suka sekali," ujarnya.

The Hallal Guys berada di salah satu sudut New York sejak 1990. Kini perusahaan waralaba makanan itu menyebar di berbagai penjuru Amerika.

Tidak hanya negara bagian New York yang mengalami permintaan makanan halal yang meningkat. Menurut IFANCA (Dewan Pangan dan Nutrisi Islamis Amerika), bisnis pangan halal mencapai lebih dari 20 miliar dolar tahun ini di Amerika, demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Jumat (29/11/2019).

Beberapa pengamat berharap, tren itu bisa menghilangkan perintang etnis dan rasa ketakutan akan orang asing di Amerika Serikat

"Makanan merupakan cara terbaik untuk menghilangkan rasa cemas. Kita berharap sejumlah rumah jagal halal, truk-truk penjaja makana dan restoran-estoran kecil bisa meredakan kecemasan banyak orang terhadap orang asing," kata Cathy Kaufman, seorang pengajar studi pangan di The New School, sebuah universitas nirlaba di New York.

Dengan jumlah Muslim di Amerika Serikat yang mencapai 3,5 juta orang, bukan tidak mungkin industri makanan halal akan makin berkembang.

Simak video pilihan berikut:

Sejak Berpuluh-puluh Tahun Lalu

Rumah Potong Halal
Salah satu rumah potong halal di Amerika (Foto: AP).

Di Queens, New York, Madanni Hallal telah menyuplai daging halal ke berbagai restoran di New York sejak 27 tahun lalu. Pemilih rumah jagal itu, Imran Uddin, mengatakan setiap hewan di tempatnya disembelih satu demi satu sesuai ajaran Islam.

Uddin juga mengatakan, rumah jagalnya adalah tempat di mana hewan ternak diperlakukan secara manusiawi. Dan ini merupakan hal yang semakin menarik perhatian orang-orang Amerika, tanpa memandang agama mereka.

"Dalam masa akhir kehidupan mereka, kami memastikan mereka dalam lingkungan yang terjaga kebersihannya dan tidak banyak menimbulkan stres. Itulah sebabnya kami memesan hewan-hewan itu dari berbagai peternakan tiap hari. Prinsipnya, hewan-hewan tidak dibiarkan hidup di rumah jagal ini dalam waktu yang terlalu lama," ujar Uddin.

Madanni Hallal memperkirakan mayoritas pelangganya adalan non-Muslim. Dan raksasa toko makanan The Whole Foods mengakui, makanan halal merupakan segmen yang paling meningkat penjualannya.

Haroon Latif, periset dari Dinar Standards, sebuah perusahaan yang melakukan riset pasar halal AS, mengatakan banyak orang Amerika membeli daging halal tanpa menyadarinya.

"Daging halal tersedia di banyak peritel besar, seperti Costco, Walmart, dan toko independen lokal. Produknya tidak selalu berlabel halal, karena mereka khawatir mendapat kecaman dari pelanggan non-Muslim," kata Latif.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya