Liputan6.com, Jakarta - Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI) merasa bangga bisa berkolaborasi dengan Bank Indonesia (BI) dan menjadi bagian dari 6th Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2019.
ISEF 2019 sendiri berlangsung di Jakarta Convention Centre (JCC) mulai dari tanggal 12-16 November 2019 dimana ada pameran, workshop, pagelaran busana, dan juga seminar.
Deputi Gubernur BI Dody Budi mengatakan, dari sisi makro, sektor industri halal adalah yang paling menjanjikan untuk perkembangan ekonomi Indonesia. Sedangkan dari mikronya, populasi anak muda yang besar dapat sejalan dalam mengkerek sektor halal di tanah air ke depannya.
Advertisement
Baca Juga
"Populasi muslim global tercatat meningkat setiap tahunnya. Tahun 2020 diperkirakan akan mencapai 158 juta orang. Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia, segmented market ini bisa kita kerjakan agar halal industry terus dapat leading di dalam negeri," tuturnya di Jakarta Selatan, Jumat (15/11/2019).
Dody menjelaskan, industri halal saat ini tak bisa hanya dibatasi untuk populasi muslim di dunia saja. Sektor halal, lanjutnya, tak hanya sebatas dengan kepercayaan agama tertentu.
"Label halal, sebagai contoh, merupakan simbol kualitas yang baik untuk suatu produk. Jadi bisa untuk muslim maupun non-muslim," ujarnya.
Adapun pihaknya menegaskan, BI akan terus mengembangkan industri halal dengan membina kerja sama secara nasional maupun internasional untuk membangun sektor halal lebih mengglobal.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Usaha Kecil Harus Dapat Bantuan Sertifikasi Halal
Terhitung mulai 17 Oktober 2019 sampai 2024 mendatang, semua produk makanan dan minuman wajib bersertifikasi halal yang dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Hal ini berlaku untuk pengusaha besar maupun kecil.
Ketua Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC), Sapta Nirwandar meminta pemerintah memberi keringanan atau subsidi bagi industri kecil menengah (IKM) dalam melakukan proses sertifikasi halal tersebut.
"Yang jadi repot adalah pengusaha kecil atau menengah ke bawah, karena menyangkut biaya (untuk sertifikasi). Nah ini yang jadi perhatian jadi nanti bisa diberikan subsidi atau dimurahkan," kata dia saat ditemui di Gedung BI, Jakarta, Kamis (17/10/2019).
Dengan demikian, kata dia, para pelaku usaha kecil pun dapat mengikuti kewajiban sertifikasi halal tersebut sehingga produknya memiliki nilai tambah dan daya saing.
"Sehingga pengusaha kecil bisa sertifikasi, jadi sertifikasi itu penting tidak hanya sekadar mensertifikasi halal, itu adalah bagian dari daya saing produk kita atau competitiveness kita," ujarnya.
Dia mengungkapkan, di beberapa negara lain warga muslimnya sudah enggan membeli produk yang tidak bersertifikat halal meski kandungan atau ingredientsnya tidak memakai produk non halal.
Sertifikasi halal juga sudah dipakai oleh para pengusaha kosmetik Korea agar produknya dapat ekspansi ke seluruh dunia.
"Misalnya kosmetik Korea itu disertifikasi oleh lembaga sertifikasi halal internasional atau dunia, untuk bisa masuk di negara-negara lain. Karena apa? karena produk sekarang sudah sangat shopisticated untuk mengetahui produk itu ada bagian yang haram itu ngga gampang, jadi perlu ada sertifikasi," tutupnya.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement