Liputan6.com, Seoul - Korea Utara baru saja merayakan selesainya proyek pembangunan karya pemimpin Kim Jong-un, sebuah kota baru di dekat gunung suci tempat keluarganya mengklaim lokasi sang leluhur. Media pemerintah setempat pada hari Selasa menyebut hal tersebut sebagai lambang peradaban modern.
Sebuah perayaan besar-besaran menggunakan kembang api diadakan di kota dekat Gunung Paektu pada Senin 2 Desember 2019 waktu setempat, kata kantor berita resmi KCNA seperti dikutip dari The Guardian, Rabu (12/4/2019).
Baca Juga
Sementara surat kabar Rodong Sinmun, corong partai yang berkuasa, memuat foto-foto yang memperlihatkan Kim tersenyum ketika ia memotong pita pada upacara peresmian kota baru, dan bangunan-bangunan yang berselimut salju.
Advertisement
Kota itu, bernama Samjiyon, dianggap sebagai "utopia sosialis" dengan apartemen baru, hotel, resor ski dan fasilitas komersial, budaya dan medis, lapor Rodong Sinmun.
Menurut laporan KCNA, kota baru itu mampu menampung 4.000 keluarga dan memiliki 380 blok bangunan umum dan industri yang membentang seluas ratusan hektar.
Samjiyon, kota ini, adalah salah satu inisiatif ekonomi terbesar yang diluncurkan Kim Jong-un, sebagai bagian dari upayanya untuk ekonomi mandiri. Pembangunannya tertunda, terutama karena kekurangan bahan bangunan dan tenaga kerja sebagai akibat dari sanksi internasional yang dikenakan untuk mengekang program nuklir Pyongyang.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Isu Membangun dengan Pekerja Paksa
Kabar yang beredar menyebut bahwa keterlambatan membangun Samjiyon mendorong rezim Kim untuk memobilisasi brigade pekerja muda. Armada yang para penyangkal dan aktivis HAM ibaratkan sebagai "pekerja budak".
Mengapa disebut demikian?
Kabarnya para pekerja itu tidak menerima gaji, makanan seadanya dan dipaksa untuk bekerja lebih dari 12 jam sehari hingga 10 tahun. Sebagai imbalannya, mereka diberi kesempatan yang lebih baik untuk memasuki universitas atau bergabung dengan Partai Pekerja yang kuat.
Advertisement
Mendesak AS
Sementara itu pada Selasa 3 Desember, Pyongyang memperingatkan lagi bahwa batas waktu akhir tahun bagi AS untuk mengubah "kebijakan bermusuhan" semakin dekat, dan mengatakan terserah Washington untuk memutuskan "hadiah Natal" apa yang akan datang pada akhir tahun.
Menurut KCNA, Wakil Menteri Urusan Luar Negeri Korea Utara, Ri Thae Song, yang bertanggung jawab atas hubungan AS, mengatakan seruan Washington untuk perundingan lebih lanjut adalah "tipuan bodoh yang ditetaskan untuk membuat Korut terikat berdialog dan menggunakannya demi situasi politik dan pemilihan umum AS."
"Korea Utara telah melakukan yang terbaik dengan ketekunan maksimum untuk tidak mundur dari langkah-langkah penting yang telah diambil atas inisiatifnya sendiri," kata Ri.
"Apa yang tersisa untuk dilakukan sekarang adalah opsi AS dan sepenuhnya tergantung pada AS apa hadiah Natal yang akan dipilih."