Liputan6.com, Milan - Langkah-langkah besar yang diambil di Italia untuk mencoba menahan penyebaran Virus Corona terburuk di Eropa tak hanya menimbulkan gangguan fisik namun juga mental. Hal ini ditemukan lantaran para profesional kesehatan mental melaporkan beberapa warga yang menjadi korban kecemasan. Demikian seperti dikutip dari Channel News Asia, Kamis (27/2/2020).
Ketika 50.000 orang tetap terisolasi di pusat penyebaran infeksi dan puluhan juta lainnya dipengaruhi oleh penutupan sekolah dan lembaga lainnya, para psikolog dan psikiater mengatakan ada tanda-tanda yang mengkhawatirkan dalam beberapa aspek perilaku masyarakat.
Psikiater yang berbasis di Roma, Rossella Candela menunjuk ke rak kosong di supermarket akibat diborong warga saat terjadi kepanikan sebagai salah satu contoh.
Advertisement
"Orang-orang tertentu beradaptasi. Tetapi yang lain bereaksi seolah-olah mereka dibombardir dalam Perang Dunia Kedua," katanya kepada AFP.
Terburu-buru untuk membeli masker wajah - yang sekarang sudah habis terjual di apotek di utara negara itu - adalah bagian dari fenomena, katanya.
Setelah gelombang panik pertama, kemudian muncul rasa kecemasan permanen tingkat rendah, yang disebabkan oleh gangguan rutinitas normal di berbagai bidang.
"Di desa-desa kecil kami di Lombardia, membatalkan ibadah gereja adalah suatu hal yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata Alessandra Braga, seorang psikoterapis di Brescia, sebuah kota di wilayah Lombardy yang paling parah terkena dampaknya.
Penutupan sekolah dan kantor berarti bahwa "banyak orang hanya menghabiskan sepanjang hari di rumah menonton program televisi di mana orang hanya berbicara Virus Corona, itu benar-benar merangsang kecemasan," kata Braga, menambahkan bahwa ia mendorong pasien "untuk pergi keluar, untuk cari udara."
Tapi, katanya, "itu seperti epidemi emosional, dan emosi sulit dikendalikan."
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ketakutan Berlebih
Sementara pihak berwenang berusaha meyakinkan masyarakat, sulit untuk memerangi ketakutan ketika seseorang dihadapkan pada "sesuatu yang tidak berwujud, tidak terlihat, seperti virus," kata psikolog Gabriele Zanardi di Pavia di selatan Milan.
Dia mengatakan bahwa secara paradoks, yang paling khawatir tampaknya berada di luar wilayah yang paling terkena dampak, karena mereka belum mengalami kenyataan wabah tersebut.
Sebagai akibat dari sifat kondisi yang tak terlihat, "orang-orang mencoba untuk memasang wajah pada musuh yang tak terlihat ini, baik itu orang China, atau seseorang yang terlihat flu," kata Zanardi.
Daerah pecinan Milan telah kosong dan sepi selama tiga hari.
Terlihat, banyak pemilik bisnis di area Chinatown menutup toko dan restoran mereka.
Advertisement