Pengakuan Berani Pasien Sembuh Virus Corona di Singapura

Salah satu pasien yang sudah pulih dari infeksi Virus Corona di Singapura memberanikan diri berbagi pengalaman saat dirinya menjalani perawatan.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 04 Mar 2020, 20:10 WIB
Diterbitkan 04 Mar 2020, 20:10 WIB
Ilustrasi Singapura
Ilustrasi Singapura (AP/Wong Maye-E)

Liputan6.com, Singapura City - Singapura menjadi salah negara yang terpapar Virus Corona COVID-19. Hingga Rabu (4/3/2020), negara itu tercatat memiliki 110 kasus, 78 di antaranya telah sembuh dan tidak ada kasus kematian.

Mengutip New Straits Times, 32 kasus lainnya dikonfirmasi masih dalam perawatan pihak rumah sakit. Negara tersebut juga dilaporkan telah melarang pengunjung dengan riwayat perjalanan baru-baru ini ke Iran, Italia utara dan Republik Korea dalam 14 hari terakhir.

Salah satu pasien yang sudah pulih dari infeksi Virus Corona di Singapura memberanikan diri berbagi pengalaman saat dirinya menjalani perawatan. Julie, begitu ia menyebut dirinya, mengisahkan pengobatan COVID-19 yang diterimanya.

"Pada 3 Februari 2020 aku demam. 38,2, 38,5. Saya minum dua Panadol dan merasa lebiih baik. Hanya merasa sedikit lelah dan memutuskan tidur sepanjang hari," ujar Julie dalam sebuah tayangan video yang dikutip dari BBC.

Setelah demamnya mereda, Julie mengaku kembali merasa sehat seperti sebelumnya sepanjang pekan.

"Saya merasa baik-baik saja, tak merasakan sakit, bahkan tidak ada pilek atau batuk. Namun pada 7 Februari pukul 03.00 dini hari, saya bangun dan ruangan terlihat berputar," ungkap Julie.

Sehari setelahnya, 8 Februari, Julie pun didiagnosis positif Virus Corona oleh pihak rumah sakit yang merawatnya. Kemudian dirinya dimasukkan ke dalam ruangan perawatan isolasi.

"Ruangan isolasi itu adalah empat dinding dengan sebuah pintu. Makanan untukku dimasukkan ke dalam sebuah lubang, termasuk obat, pakaian ganti dan handuk," tutur Julie.

Dengan kata lain, tak ada petugas medis yang kontak dengan pasien selama perawatan Virus Corona COVID-19.

"Tetap boleh membawa ponsel, mengirim pesan atau video call. Tapi hampir tak ada interaksi dengan manusia. Saya hampir ingin mengetuk dinding sebelah ruangan dan berbicara dengan pasien lain di sebelah," paparnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Masa Kritis 

Ilustrasi Virus Corona 2019-nCoV (Public Domain/Centers for Disease Control and Prevention's Public Health Image)
Ilustrasi Virus Corona 2019-nCoV (Public Domain/Centers for Disease Control and Prevention's Public Health Image)

Ketika memasuki masa kritis, Julie mengaku salah satu hal yang dirasakan adalah masalah pernafasan. "Saya merasa paru-paru bekerja sangat keras, tidak seperti biasanya, saat kita bahkan tidak menyadari sedang bernapas," ungkap Julie.

Bahkan, Julie mengaku rasanya sangat melelahkan dari tempat tidur ke kamar mandi yang jaraknya hanya sekitar lima meter.

"Meski hanya dengan berjalan kaki, rasanya sangat sulit. Saya tidak tahu dampak jangka panjangnya, hal yang saya tahu adalah tak mampu berjalan terlalu lama atau jauh," jelas Julie mengenang masa kritisnya.

Saat itu, ia mengaku terengah-engah. Napasnya pendek. "Dan harus duduk". Tak seperti diri sendiri karena belum pernah merasa seperti itu sebelumnya.

Julie kemudian dinyatakan sembuh, sembilan hari setelah dinyatakan positif Virus Corona COVID-19. Dokter menyatakan dirinya sudah pulih total.

"Saat itu saya hanya berpikir sedang flu yang tengah jadi perhatian dunia, di  mana orang-orang khawatir karena mereka tak tahu apa-apa soal itu. Hanya sedikit tahu informasi," ungkapnya.

Pesan Julie, ketika Anda merasa takut baik dalam skala kecil atau besar, hal itu melahirkan banyak ketidaktahuan dan juga prasangka. Oleh sabab itu, bekali diri dengan informasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya