WHO: Stok Alat Perlindungan Melawan Virus Corona Mulai Menipis

Stok alat perlindungan seperti masker, kacamata mulai menipis akibat diborong oleh masyarakat yang melakukan "panic buying."

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 04 Mar 2020, 17:34 WIB
Diterbitkan 04 Mar 2020, 17:34 WIB
Polisi Gerebek Pabrik Masker Ilegal di Jakarta Utara
Polisi menggerebek pabrik masker ilegal di Cilincing, Jakarta Utara, Jumat (28/2/2020). (Liputan6.com/ady Anugrahadi)

Liputan6.com, Jenewa - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pada Selasa 3 Maret 2020, bahwa COVID-19 memang menyebar dengan cepat. Selain itu, mereka juga memperingatkan, alat pelindung yang diperlukan untuk melawan penyakit itu menipis dengan cepat.

Badan kesehatan PBB itu menyuarakan keprihatinan bahwa masker, kacamata dan peralatan pelindung lainnya yang digunakan oleh petugas kesehatan kini sedang habis di tengah paniknya pembelian dan manipulasi pasar. Demikian seperti dikutip dari Channel News Asia, Rabu (4/3/2020). 

"Kami khawatir kemampuan negara-negara untuk merespons dikompromikan oleh gangguan parah dan meningkatnya pasokan global alat pelindung diri ... yang disebabkan oleh meningkatnya permintaan, penimbunan dan penyalahgunaan," kata ketua WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kepada wartawan di Jenewa.

"Kita tidak bisa menghentikan COVID-19 tanpa melindungi petugas kesehatan kita," katanya. "Harga masker bedah telah meningkat enam kali lipat, sementara biaya untuk ventilator meningkat tiga kali lipat," tambahnya.

Tedros mengatakan bahwa WHO telah mengirim lebih dari setengah juta set alat pelindung diri ke 27 negara, tetapi memperingatkan bahwa "persediaan cepat habis".

Dia menyerukan tentang kenaikan dramatis dalam produksi, mengatakan WHO memperkirakan respons terhadap COVID-19 akan membutuhkan 89 juta masker medis, 76 juta pasang sarung tangan pemeriksaan, dan 1,6 juta kacamata setiap bulannya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:

Panic Buying Respons Wajar, Tapi....

Warga Borong Sembako di Supermarket
Antrean pengunjung untuk membayar belanjaan mereka di sebuah pusat perbelanjaan kawasan Kelapa Gading, Jakarta, Senin (2/3/2020). Warga berbondong-bondong membeli bahan-bahan pokok hingga masker dan hand sanitizer setelah dua warga Depok positif terinfeksi virus corona. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Tedros mengatakan dia mengerti mengapa orang-orang bergegas untuk membeli. "Ketakutan adalah respons alami manusia terhadap ancaman apa pun, terutama ketika itu adalah ancaman yang tidak sepenuhnya kita mengerti."

Tetapi dengan lebih banyak data, ada pemahaman yang berkembang tentang virus dan bagaimana penyebarannya, katanya, menekankan bahwa Virus Corona itu "unik".

Meskipun sering dibandingkan dengan flu, Tedros menekankan bahwa virus itu jauh lebih mematikan.

"Semakin banyak orang yang rentan terhadap infeksi dan beberapa akan menderita penyakit serius. Secara global sekitar 3,4 persen dari COVID-19 kasus telah meninggal," katanya.

"Sebagai perbandingan, flu musiman umumnya membunuh jauh lebih sedikit dari 1 persen dari mereka yang terinfeksi."

Dan sementara banyak orang selama bertahun-tahun membangun kekebalan terhadap flu musiman, "tidak ada yang memiliki kekebalan" terhadap Virus Corona baru, ia mengakui.

Pada saat yang sama, ia menegaskan bahwa COVID-19 tidak menyebar semudah flu.

Perbedaan lain, katanya, adalah bahwa sementara influenza dapat dengan mudah menyebar dari orang-orang yang tidak menunjukkan gejala, bukti dari China menunjukkan "hanya 1 persen dari kasus yang dilaporkan tidak memiliki gejala".

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya