Demi Lawan Corona COVID-19, Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi Bikin Akun FB

Unggahan pertama Aung San Suu Kyi di Facebook muncul ketika Human Rights Watch memperingatkan bahwa sekitar 350.000 orang di seluruh Myanmar duduk di jalur bencana kesehatan masyarakat di tengah wabah Virus Corona COVID-19.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 02 Apr 2020, 10:56 WIB
Diterbitkan 02 Apr 2020, 10:56 WIB
Akhiri Masa Diam, Aung San Suu Kyi Angkat Bicara Soal Krisis Rohingya
Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi menyampaikan pidato nasional terkait Rohingya di Naypyidaw (19/9). Dalam pidatonya, ia menjelaskan bahwa Pemerintah Myanmar tidak lari dari tanggung jawab. (AFP Photo/Ye Aung Thu)

Liputan6.com, Jakarta Pemimpin de-facto Myanmar Aung San Suu Kyi dilaporkan membuka akun Facebook.

Dalam pesan pertamanya yang diposting pada Rabu 1 April 2020, ia mengatakan bergabung di Facebook untuk "berkomunikasi lebih cepat dan lebih efisien" tentang pandemi Virus Corona baru.

Facebook telah mengakui bahwa platformnya digunakan untuk menghasut kekerasan mematikan yang menewaskan ribuan Muslim Rohingya pada tahun 2017. Ratusan ribu lainnya terpaksa mengungsi ke negara tetangga Bangladesh.

Negara tempat posting Facebook memicu kebencian

Dalam pesannya, Suu Kyi mengatakan bahwa dia sebelumnya enggan bergabung dengan situs media sosial. Dalam beberapa jam, pos telah menerima sekitar 310.000 suka.

Akunnya sejak itu telah mendapatkan lebih dari 700.000 pengikut dan telah diverifikasi oleh Facebook.

Unggahan pertama Suu Kyi muncul ketika kelompok hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) memperingatkan bahwa sekitar 350.000 orang di seluruh Myanmar "duduk di jalur bencana kesehatan masyarakat" di tengah wabah Virus Corona COVID-19.

Gelombang kekerasan komunal di Myanmar telah mengungsi puluhan ribu orang, termasuk banyak dari minoritas Muslim Rohingya yang dianiaya.

Setelah dilihat sebagai ikon hak asasi manusia, reputasi Suu Kyi telah dirusak oleh pembelaannya terhadap militer atas tuduhan genosida terhadap Rohingya.

Pada bulan Januari, Mahkamah Internasional (ICJ) memerintahkan negara itu untuk mengambil langkah-langkah untuk mencegah genosida Muslim Rohingya, meskipun putusan itu ditolak oleh Myanmar dan tidak dapat ditegakkan.

Myanmar, negara yang mayoritas beragama Buddha, selalu bersikeras bahwa kampanye militernya dilakukan untuk mengatasi ancaman ekstremis di negara bagian Rakhine.

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Saksikan juga Video Berikut Ini

Pencabutan Gelar Kehormatan

Kanselir Negara Myanmar Aung San Suu Kyi di Sidang PBB
Kanselir Negara Myanmar Aung San Suu Kyi di Sidang PBB. Dok: AFP

Sebelumnya, Aung San Suu Kyi menjadi sorotan karena beberapa gelar kehormatan yang dialamatkan untuknya dicabut. Terkini adalah dari London.

City of London Corporation (CLC) dilaporkan mencabut kehormatan yang diberikan kepada Aung San Suu Kyi. Langkah itu disebut-sebut dilakukan terkait perlakuan Suu Kyi terhadap minoritas Muslim Rohingya di Myanmar.

Perwakilan dari badan tersebut memutuskan untuk mencabut gelar kehormatan yang diberikan kepada Suu Kyi tiga tahun lalu.

Langkah ini diambil setelah penampilan Suu Kyi, sebagai pemimpin sipil Myanmar, di Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag pada bulan Desember. Di mana saat itu dirinya secara pribadi membela negara terhadap tuduhan pemerkosaan, pembakaran dan pembunuhan massal terhadap korban Rohingya. Demikian seperti dikutip dari Al Jazeera, Jumat 6 Maret 2020.

"Keputusan hari ini (Jumat) yang belum pernah terjadi sebelumnya mencerminkan kecaman dari CLC atas pelanggaran kemanusiaan yang dilakukan di Myanmar," kata David Wootton, ketua komite CLC yang berurusan dengan Kebebasan Kehormatan.

"Argumen untuk penghapusan penghargaan telah banyak diperkuat oleh hubungan dekat Aung San Suu Kyi dengan pemerintah Myanmar pada sidang [Hague], serta kurangnya tanggapan [terhadap surat-surat komite]," katanya.

Suu Kyi awalnya dianugerahi gelar kehormatan, pada Mei 2017 sebagai pengakuan atas "perjuangan tanpa kekerasan selama bertahun-tahun untuk demokrasi dan dedikasinya yang kuat, untuk menciptakan masyarakat di mana orang dapat hidup dalam damai, keamanan dan kebebasan" .

Dia menghadiri upacara penghargaannya sendiri selama melakukan tur Eropa, tetapi menghadapi protes bahkan saat itu di penderitaan Rohingya.  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya