Ahmedabad - Rumah sakit milik pemerintah di Ahmedabad, kota utama di negara bagian Gujarat, India barat, dituding telah memisahkan pasien Virus Corona baru berdasarkan agama mereka, mengklaim bahwa perintah itu datang dari pemerintah. Dikutip dari The Indian Express terdapat 1200 tempat tidur yang disiapkan untuk pasien COVID-19.
Advertisement
"Secara umum, ada bangsal terpisah bagi pasien pria dan wanita. Tapi di sini, kami telah membuat bangsal terpisah untuk pasien Hindu dan Muslim. Ini adalah keputusan pemerintah dan Anda dapat bertanya kepada mereka," ujar Dr Gunvant H Rathod, pengawas medis dari Rumah Sakit Sipil Ahmedabad, kepada surat kabar The Indian Express dalam laporannya pada Rabu 15 April 2020.
Melansir DW Indonesia, Jumat (17/4/2020), negara Gujarat diperintah oleh golongan nasionalis Hindu, Partai Bharatiya Janata (BJP), yang juga memerintah negara itu.
Narendra Modi adalah menteri utama negara bagian itu selama hampir 13 tahun berturut-turut sejak tahun 2001 sebelum ia menjabat sebagai menjadi perdana menteri India pada 2014
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bantahan Pemerintah
Menteri Kesehatan dan Wakil Menteri Gujarat, Nitin Patel membantah tuduhan tersebut, demikian dilansir dari The Indian Express.
Sementara itu dikutip dari Al Jazeera, departemen kesehatan negara bagian itu juga mengeluarkan pernyataan resmi, menyebut laporan bangsal terpisah untuk Muslim dan Hindu "tidak berdasar".
"Pasien ditempatkan di bangsal yang berbeda berdasarkan kondisi medis mereka, keparahan gejala dan usia, murni berdasarkan saran dari dokter yang merawat. Oleh karena itu, laporan yang muncul di media tertentu sama sekali tidak berdasar dan menyesatkan," kata Wakil Menteri Gujarat Nitin Patel kepada Al Jazeera.
Namun, dalam laporan The Indian Express, seorang pasien mengatakan, "Pada hari Minggu malam, nama 28 pria yang dirawat di bangsal pertama (A-4) dipanggil. Kami kemudian dipindahkan ke bangsal lain (C-4)."
"Meskipun kami tidak diberitahu mengapa kami digeser, semua nama yang dipanggil merupakan satu komunitas. Kami berbicara dengan satu anggota staf di tempat kami dan dia mengatakan ini telah dilakukan untuk 'kenyamanan kedua komunitas'."
Menurut seorang dokter yang dikutip dalam laporan lain oleh surat kabar The Hindu, "Pasien-pasien tertentu dari komunitas mayoritas tidak nyaman berada di bangsal yang sama dengan pasien-pasien dari komunitas minoritas."
"Setelah beberapa pasien mengeluh, diputuskan untuk memisahkan mereka secara sementara," kata dokter itu kepada surat kabar itu dengan syarat namanya tidak disebut.
Advertisement
Islamofobia di Tengan Pandemi
Ketika seorang sosiolog Ahmedabad, Ghanashyam Shah ditanya oleh Al Jazeera apakah rumah sakit yang memisahkan pasien menurut agama mereka, ia menjawab, "Tentu saja."
"Karena kenal kawasan Gujarat, saya tidak terkejut hal itu terjadi," katanya."Ini adalah hal yang sangat jelas. Propaganda berita palsu seputar Muslim yang menyebarkan virus ini mungkin merajalela di India. Tetapi saya bisa melihatnya di Gujarat."
Shah merujuk pada islamofobia yang tersebar luas yang dipicu oleh pandemi corona, terutama setelah Jamaah Tabligh, sebuah kelompok misionaris muslim, mengorganisasi pertemuan di New Delhi pada bulan Maret.
Tablig itu kemudian dikaitkan dengan ratusan kasus positif COVID-19 di seluruh negeri, yang memicu perburuan nasional untuk melacak siapa saja yang hadir dalam pertemuan itu.
Awal bulan ini, Organisasi Kesehatan Dunia WHO telah memperingatkan pemerintah di seluruh dunia: "Mengidap COVID-19 bukanlah kesalahan siapa pun. Setiap kasus adalah korban. Sangat penting bahwa kita tidak memprofilkan kasus berdasarkan ras, agama dan etnis," kata direktur program darurat WHO Mike Ryan sebagaimana dikutip dari Al Jazeera.
Menurut laporan media, lebih dari setengah dari hampir 500 kasus corona di Ahmedabad berasal dari lingkungan muslim. Kota ini telah lama menjadi sarang perpecahan komunal, dengan daerah-daerah terpisah yang ditandai untuk umat Hindu dan Muslim.
Dilansir dari Al Jazeera, pada tahun 2002, Ahmedabad adalah salah satu wilayah utama kekerasan agama di negara itu, di mana hampir 2.000 Muslim terbunuh, puluhan perempuan diperkosa, dan ribuan lainnya mengungsi.