Transgender AS Keturunan Asia Terancam Hadapi Diskriminasi Ganda

Pada bulan pertama menjabat sebagai presiden Amerika Serikat, Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang membatasi akses terhadap perawatan afirmasi gender

Diperbarui 18 Feb 2025, 16:04 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2025, 16:04 WIB
Ilustrasi LGBT
Ilustrasi LGBT(SatyaPrem/Pixabay).... Selengkapnya

, Washington D.C - Retorika anti transgender dan permusuhan terhadap China yang digencarkan Presiden Donald Trump dikhawatirkan kaum minoritas seksual keturunan Asia di Amerika Serikat. Warga minoritas ganda dipandang rentan jadi sasaran serangan.

Tiga minggu setelah kembali menjabat sebagai Presiden AS, Donald Trump menandatangani serangkaian perintah eksekutif yang menargetkan hak-hak transgender. Sikap keras pemerintahannya terhadap isu gender, ditambah kebijakan yang memperburuk ketegangan dengan China, menimbulkan kecemasan di kalangan minoritas seksual keturunan Asia di AS.

Alexandria Holder, seorang kepala penerbangan dan sersan mayor di Angkatan Udara AS, termasuk yang lantang menolak kebijakan tersebut. "Saya telah mengabdi selama 20 tahun untuk negara ini. Saya telah ditugaskan dan membawa senjata," ujarnya kepada DW.

"Jika mereka memutuskan saya tidak bisa lagi bertugas, mereka tidak bisa menghapus 20 tahun pengabdian saya." Holder, yang bangga dengan identitasnya sebagai warga Amerika Serikat Korea dan wanita transgender biseksual, kini menghadapi ketidakpastian masa depan karier militernya.

Dia termasuk di antara sekitar 15.000 personel militer transgender di AS yang berisiko terdampak kebijakan terbaru Donald Trump, antara lain, berupa pemutusan hubungan kerja, dikutip dari DW Indonesia, Selasa (18/2/2025).

Dalam bulan pertama masa jabatan keduanya, Trump juga menandatangani perintah eksekutif yang membatasi akses terhadap perawatan afirmasi gender serta membatasi hak-hak atlet transgender.

Momok Rasisme di Era Trump

Albert, pria transgender 26 tahun di Pennsylvania, lebih khawatir tentang rasnya daripada identitas gendernya di bawah pemerintahan Trump.

"Orang melihat saya sebagai orang Asia, bukan trans," katanya kepada DW. "Di mana pun saya berada, saya pertama-tama dianggap sebagai orang Asia. Itu tidak bisa saya ubah atau sembunyikan."

Lahir di Wuhan, China, Albert diadopsi oleh keluarga kulit putih Amerika Serikat saat berusia satu tahun. Dia khawatir, retorika sengit Washington terhadap China bisa memicu sentimen anti-Asia, seperti yang terjadi selama pandemi COVID-19.

"Kebencian itu tidak rasional," ujarnya. "Beberapa orang bisa saja melampiaskan ketakutan mereka pada warga Amerika Serikat keturunan Asia." 

Identitas Seksual Seharusnya Tidak Jadi Masalah

Ilustrasi hubungan sesama jenis (same-sex). LGBT.
Ilustrasi hubungan sesama jenis (same-sex). LGBT. Photo by Marek Studzinski on Unsplash... Selengkapnya

Mengikuti jejak ayahnya, Alexandria Holder bergabung dengan Angkatan Udara AS pada tahun 2004. "Ketika saya pertama kali mendaftar, ada larangan terbuka untuk dinas militer bagi transgender," kata Holder.

"Jadi, tidak ada orang transgender yang dapat bertugas kecuali mereka bertugas sesuai jenis kelamin." Holder mendaftarkan diri di era "Jangan Tanya, Jangan Katakan," sebuah kebijakan pada tahun 1993 yang membatasi penyelidikan terhadap orientasi seksual, tetapi melarang kaum LGBTQ+ berdinas di lembaga negara.

Perubahan terbesar terjadi selama pemerintahan Obama. Setelah doktrin "Jangan Tanya, Jangan Katakan" dihapuskan pada tahun 2011, Ash Carter, menteri pertahanan saat itu, mengizinkan warga transgender untuk bertugas secara terbuka pada tahun 2016.

Holder memulai transisi gendernya dengan seorang dokter Angkatan Udara setelah pengumuman Carter. Kebijakan tersebut berubah lagi segera setelah Trump memenangkan pemilihan umum tahun 2016. Pada tahun 2017, Trump mengumumkan di Twitter bahwa dirinya "tidak akan menerima atau mengizinkan individu transgender untuk bertugas dalam kapasitas apa pun di Militer."

"Militer kita harus fokus pada kemenangan yang menentukan dan luar biasa dan tidak dapat dibebani dengan biaya medis yang sangat besar dan gangguan yang akan ditimbulkan oleh transgender di militer," kata Trump. Dia kemudian menerbitkan larangan transgender pada tahun 2019. Namun, larangan tersebut tidak berlaku surut, jadi Holder leluasa untuk terus bertugas sebagai seorang transpuan.

Presiden Joe Biden sempat membatalkan larangan Trump pada tahun 2021. Namun sekarang, larangan tersebut dipulihkan dengan perintah eksekutif yang ditandatangani Trump pada akhir Januari. Holder merasa kecewa. "Anda mengangkat tangan kanan Anda, Anda bersumpah untuk membela Konstitusi Amerika Serikat Serikat, Anda mempertaruhkan hidup Anda untuk membela negara ini," katanya, "apakah penting jika Anda gay atau transgender?"

"Selama Anda melakukan apa yang seharusnya Anda lakukan dan menempatkan diri di luar sana, identitas Anda seharusnya tidak menjadi masalah sama sekali," tambahnya.

 

Retorika Anti Transgender di Bawah Kepemimpinan Trump

Retorika anti transgender Trump muncul selama kampanye presiden 2024. Menurut lembaga penyiaran publik Amerika Serikat NPR, tim Trump menginvestasikan sedikitnya USD17 juta pada iklan televisi anti transgender, yang ditayangkan lebih dari 30.000 kali di tujuh negara bagian.

"Kami dibanjiri iklan politik," kata Albert. "Saya merasa pemilihan ini berbeda dalam hal jumlah iklan yang kami dapatkan."

Ketujuh negara bagian yang belum jelas arah politiknya tempat iklan itu diputar dimenangkan oleh Trump. Selain itu, jajak pendapat Associated Press mengungkapkan bahwa 55% pemilih secara nasional percaya bahwa dukungan untuk hak transgender oleh pemerintah telah "melampaui batas."

Bagi Albert, perintah Trump bukan kesan pertama bahwa masyarakat tidak menerima identitasnya. Tumbuh dalam keluarga kulit putih di lingkungan konservatif di pinggiran kota Philadelphia, dia terus-menerus merasa dikucilkan karena beretnis Tionghoa.

"Tinggal di daerah yang mayoritas penduduknya berkulit putih, saya selamanya adalah orang asing," katanya.

Ada kekhawatiran diskriminasi terhadap orang Asia Amerika Serikat dapat menyertai iklim politik yang bermusuhan secara keseluruhan terhadap China dan retorika anti-imigrasi Trump.

 

Politisasi Isu Transgender

Ilustrasi LGBT. (AP Photo/Andre Penner)
Ilustrasi LGBT. (AP Photo/Andre Penner)... Selengkapnya

Yuan Wang, direktur eksekutif Lavender Phoenix, sebuah kelompok advokasi untuk LGBTQ+ Asia dan Kepulauan Pasifik di AS, mengatakan, banyak orang transgender dan non-biner adalah pengungsi dan anak-anak pengungsi.

"Dalam beberapa tahun terakhir, menjadi sangat jelas bagi kami bahwa kaum konservatif melihat isu transgender sebagai isu yang memecah belah. Mereka melihatnya sebagai cara untuk menciptakan kontroversi," katanya kepada DW.

"Kami tidak berharap Trump menjabat dan kemudian tiba-tiba mengatakan hal-hal yang baik," kata Wang. "Kami tahu bahwa ini adalah salah satu alat yang digunakannya untuk terpilih."

Menurut American Civil Liberties Union, ACLU, ada 339 RUU anti-LGBTQ+ yang sedang dalam proses legislatif di seluruh negeri.

"Saya pikir menjadi trans tidak harus selalu dijadikan tontonan politik," kata Albert. "Kebanyakan orang trans hanya ingin menjalani hidup mereka dan dibiarkan sendiri." Holder, yang dapat dikeluarkan dari militer berdasarkan perintah eksekutif Trump, mengatakan bahwa dia terbuka untuk berdialog dengan orang-orang yang menentang hak-haknya.

"Saya ingin berbagi cerita dan pengalaman saya dalam berseragam dan menunjukkan kepada orang-orang bahwa kami bukan musuh, bahwa kami dapat bekerja sebaik orang lain yang berseragam, bahwa kami dapat mengabdi dengan terhormat dan melaksanakan tugas kami untuk negara," kata Holder.

"Kami bukanlah semacam infeksi yang merusak militer," katanya. "Kami hanya ingin mengabdi."

Infografis Isu LGBT Berhembus di Parlemen
Infografis Isu LGBT Berhembus di Parlemen... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya