Islamofobia di India Melonjak Akibat Virus Corona COVID-19

Epidemi Virus Corona (COVID-19) malah dijadikan oknum tertentu untuk berbuat diskriminatif di India.

diperbarui 15 Apr 2020, 15:54 WIB
Diterbitkan 15 Apr 2020, 15:54 WIB
Grafiti Betebaran di Jalan Demi Tingkatkan Kepedulian soal COVId-19
Pengendara motor melewati melewati grafiti virus corona yang dilukis di jalan selama penerapan lockdown nasional di Chennai, India, Senin (13/4/2020). Grafiti itu dibuat untuk meningkatkan kesadaran warga yang keluyuran keluar rumah saat lockdown karena pandemi virus corona. (Arun SANKAR/AFP)

New Delhi - Epidemi Virus Corona (COVID-19) menjadi kesempatan untuk saling menjaga. Sayangnya, kasus diskriminatif justru terjadi di beberapa negara. 

Kasus ini terjadi di India ketika ada pasien Virus Corona yang memilih bunuh diri. Ia tak kuat lantaran kena bully warga desa, sebab ia diduga tertular karena berhubungan dengan da'i dari Jemaah Tabligh yang termasuk klaster penyebaran Virus Corona baru.

Dilansir DW Indonesia, Rabu (15/4/2020), pria bernama Dilshad Muhamud bunuh diri setelah mendapat hasil tes Virus Corona baru, padahal hasilnya negatif. Ia nekat mengakhiri hidup karena penduduk desa sedang diliputi rasa takut dan curiga. Suasana tegang mewarnai kehidupan sejak negara bagian Himachal Pradesh melaporkan kasus penularan pertama akhir Maret silam. 

Pihak keluarga mengaku Dilshad yang baru berusia 34 tahun tidak tahan menghadapi tekanan sosial dan sebabnya mengakhiri hidup dengan tangan sendiri.

Wabah Virus Corona di India saat ini turut menciptakan gelombang Islamofobia, usai anggota Jemaah Tabligh menolak menaati aturan pembatasan sosial dan sebabnya mencatat banyak kasus penularan di antara anggotanya. 

Jemaah Tabligh merupakan kelompok Islam puritan yang lahir di India dan menyebar luas ke berbagai negara, termasuk di Indonesia. Di Pakistan, sebanyak 20.000 anggota Jemaah Tabligh dikarantina paksa. Lebih dari 600 anggota dinyatakan positif mengidap corona. 

Hal serupa dikabarkan terjadi di Indonesia, di mana puluhan anggota Jemaah dikarantina usai menghadiri acara akbar yang disambangi ribuan orang di markas Jemaah Tabligh di kawasan pemukiman muslim Nizamuddin, New Delhi, akhir Maret silam. 

Menurut sosiolog Prancis Moussa Khedimellah, salah satu doktrin dasar yang disebarkan Jemaah Tabligh adalah agar selalu menempatkan “iman di atas ilmu pengetahuan.”  

Sejak pertemuan akbar di Nizamuddin itu gelombang Islamofobia yang sempat menyergap India di tengah kontroversi seputar UU Keimigrasian dan Kewarganegaraan beberapa bulan silam, kembali mencuat.  

Ragam tagar bernada antimuslim menyebar cepat di media-media sosial. Salah satu klaim yang paling banyak beredar adalah bahwa kaum muslim sengaja menyebarkan Virus Corona kepada masyarakat India. 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Ada Intimidasi

Pemandangan Sepi Kota Prayagraj di India Saat Lockdown
Sebuah jalan terlihat sepi di Prayagraj, India, Minggu (29/3/2020). Perdana Menteri India Narendra Modi meminta maaf kepada publik karena memaksakan kebijakan lockdown selama tiga minggu. (AP Photo/Rajesh Kumar Singh)

Tagar seperti #CoronaJihad, #BioJihad atau #MuslimMeaningTerrorist digunakan untuk menyebar teori konspirasi bahwa kaum muslim berusaha menggunakan virus corona sebagai senjata untuk melawan India. 

Ungkapan bernada kebencian yang bertebaran di Facebook atau Twitter itu dikabarkan ikut disebar oleh simpatisan Perdana Menteri Narendra Modi dan pejabat teras Bharatiya Janata Party. Menurut data yang dihimpun Equality Labs di AS, tagar #CoronaJihad sudah muncul sebanyak 300.000 kali dan disimak oleh lebih dari 165 juta orang di Twitter sejak 28 Maret, tulis CNN dalam laporannya.

 

New York Times melaporkan, sejumlah kaum muda muslim diserang dan diintimidasi saat mencoba membagikan makanan kepada warga miskin.  

Beberapa kisah lain melibatkan keluarga muslim diserang di masjid atau kediaman sendiri oleh orang-orang yang menuding mereka mengidap COVID-19. Di negara bagian Punjab, sebuah kuil Sikh dikabarkan mengimbau warga lewat pengeras suara agar tidak membeli susu dari petani muslim lantaran sudah terpapar Virus Corona baru. 

Pejabat pemerintah juga tidak jengah menggunakan istilah seperti 'bom manusia' atau 'jihad corona' ketika mengomentari kantung penyebaran di markas Jemaah Tabligh. 

Agenda Kalangan Tertentu

FOTO: Berjuang Lawan Corona, Warga India Nyalakan Lilin hingga Obor
Seorang polisi wanita menyalakan lampu tembikar untuk menandai perjuangan melawan pandemi virus corona COVID-19 di Hyderabad, India, Minggu (5/4/2020). India memberlakukan lockdown selama 21 hari di seluruh negeri untuk memerangi wabah virus corona. (AP Photo/Mahesh Kumar A.)

Menanggapi gelombang Islamofobia, dua organisasi diaspora India di Amerika Serikat, the Indian American Muslim Council (IAMC) dan Hindus For Human Rights (HfHR), mengeluarkan pernyataan bersama, Sabtu 11 April yang mengecam tindak mengambinghitamkan minoritas muslim soal wabah Corona, terutama melalui Jemaah Tabligh.

"Pada saat konferensi akbar Tabligh," tulis kedua organisasi, "India belum memerintahkan pembatasan jarak sosial." IAMC dan HfHR mengutip Menteri Kesehatan Lav Agarwal yang saat itu masih mengatakan bahwa "Virus Corona jenis baru bukan darurat kesehatan," dan mewanti-wanti penduduk terhadap rasa panik. 

Baru empat hari setelah acara yang mengundang ribuan orang di New Delhi itu PM Narendra Modi menetapkan karantina terbatas pada 22 Maret dan lockdown pada 24 Maret. 

"Sangat memalukan bahwa krisis COVID-19 dieksploitasi oleh mereka yang berkuasa dan berpengaruh untuk mempertajam konflik agama di India," kata Ahsan Khan, Presiden IAMC dalam surat pernyataan tersebut. 

Adapun Sunita Viswanath, salah stau pendiri organisasi diaspora Hindu di Amerika, HfHR, mendesak PM Modi agar mengecam ujaran pejabat pemerintah yang menjurus kepada Islamofobia. 

"Mempersenjatai COVID-19 untuk memaksakan agenda Hindutva yakni memarjinalisasi kaum muslim merupakan penyimpangan dari ajaran Hindu sendiri," kata dia. 

IAMC dan HfHR mengeluhkan “level kebencian yang ditumpahkan kepada minoritas muslim oleh media dan tokoh publik memicu peningkatan serangan terhadap kaum muslim," tulis kedua organisasi.  

“Di sejumlah bagian, imbauan untuk memboikot muslim secara sosial dan ekonomi dijadikan bagian dari respon terhadap krisis kesehatan dan kemanusiaan ini.”  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya