Liputan6.com, Delhi - India telah mencatat penambahan hampir 10.000 kasus baru COVID-19 dalam 24 jam terakhir pada Sabtu 6 Juni 2020, menjadikan akumulasi kasus positif di negara Asia itu melampaui Italia.
Negara ini sekarang memiliki jumlah kasus terkonfirmasi keenam di dunia, 246.622 orang dengan 6.946 kematian, menurut Worldometers pada Minggu 7 Juni 2020 pukul 09.05 WIB.
Sementara itu, seperti dilaporkan BBC, sistem kesehatan di Mumbai berada di ambang kehancuran sementara rumah sakit di ibukota, Delhi, dilaporkan kehabisan ruang.
Advertisement
Kendatipun, pusat perbelanjaan, tempat ibadah, restoran, dan kantor akan diizinkan dibuka kembali mulai Senin 8 Juni 2020.
Selama berminggu-minggu, angka kasus virus corona India yang relatif rendah telah membingungkan para pakar. Meskipun populasi padat, penyakit, dan rumah sakit umum yang kekurangan dana, tidak ada banjir infeksi atau kematian.
Meskipun India memiliki jumlah kasus keenam tertinggi, India adalah yang ke-12 dalam kematian, menurut statistik dari Universitas Johns Hopkins.
Tingkat pengujian yang rendah menjelaskan yang angka kasus positif yang relatif rendah untuk negara dengan populasi kedua terbanyak di dunia, tetapi tidak menjelaskan mengenai rendahnya angka kematian.
Harapannya --yang juga mendorong pemerintah untuk mencabut kebijakan lockdown-- adalah bahwa sebagian besar infeksi India yang tidak terdeteksi tidak akan cukup parah sehingga memerlukan rawat inap.
Tetapi jumlah kasus yang meningkat menunjukkan bahwa India akan menyaksikan puncak pandemi virus corona yang terlambat, kata para ahli.
Simak video pilihan berikut:
Kewalahan?
Banyak orang India telah pergi ke media sosial untuk berbicara tentang pasien yang berjuang untuk mendapatkan perhatian medis, dengan beberapa rumah sakit mengatakan mereka bahkan tidak memiliki alat tes yang tersisa.
Kritikus mengatakan, lonjakan kasus baru-baru ini menunjukkan bahwa lockdown, yang dimaksudkan untuk memberi pemerintah waktu untuk meningkatkan fasilitas medis dan datang dengan biaya ekonomi yang besar, relatif tidak berhasil.
Tetapi Gautam Menon, seorang profesor dan peneliti pada model penyakit menular, sebelumnya mengatakan kepada BBC bahwa negara itu tidak punya pilihan lain.
"Melebihi satu titik, sulit untuk mempertahankan lockdown yang telah berlangsung begitu lama --secara ekonomi, sosial dan psikologis," katanya.
Advertisement