Liputan6.com, Taichung- Helikopter Taiwan jatuh saat melakukan simulasi perang untuk menghalau invasi yang dilakukan China. Dalam insiden pada Kamis 16 Juli waktu setempat itu, dua orang dilaporkan tewas.
Simulasi perang tersebut merupakan puncak dari latihan yang telah dilakukan selama lima hari, untuk mengetahui seberapa besar kemampuan Taipei dalam menangkal serangan dari China.
China kini masih menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya yang harus disatukan kembali, bahkan jika memerlukan kekerasan. Dengan mencoba untuk menghalangi upaya militer China untuk mendarat di pantai kota Taichung, merupakan simulasi utama latihan perang itu.
Advertisement
Taiwan pun mengerahkan jet tempur Taiwan, kapal perang, dan berbagai pasukan bersenjata darat, serta melibatkan 8.000 tentara.
Helikopter Bell 0H-58D jatuh ketika akan kembali ke pangkalan udara Hsinchu, dan menewaskan pilot dan kopilot, menurut keterangan pihak militer.
Sejak kedua belah pihak terpisah perang saudara yang terjadi pada 1949, Taipei masih menerima ancaman invasi China. Taipei terdesak dengan semakin besarnya kemampuan angkatan bersenjata Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) dalam beberapa tahun terakhir.
Sejak Presiden Tsai Ing-wen berjabat pada 2016, dan enggan mengakui prinsip "satu China", Beijing semakin menumpuk tekanan militer, ekonomi, dan diplomatik.
Tsai Ing-wen kemudian meraih kemenangannya dalam pemilihan pada Januari lalu, dalam apa yang dianggap sebagai tanda perlawanan terhadap taktik kuat yang dilakukan China, seperti dikutip dari AFP, Jumat (17/7/2020).
Saksikan Video Berikut Ini:
Pidato Presiden China Xi Jinping
Presiden China Xi Jinping pada 2019 menyampaikan pidato yang membahas tentang Taiwan, di mana ia menegaskan bahwa unifikasi akan datang.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Hua Chunying mengatakan, "Saya pikir tidak dapat dihindari lagi momen bersatunya Republik Rakyat China akan melakukan penyatuan tanah air."
Dalam beberapa bulan terakhir pesawat-pesawat tempur China telah mulai menyuarakan suara terhadap Taiwan dengan frekuensi yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang mendorong Taipei untuk mengerahkan jet tempurnya.
Advertisement
Pengembangan Perangkat Keras
Ketidakcocokan militer dengan China semakin diperparah dengan negara Barat yang semakin siaga untuk menjual persenjataan canggihnya ke Taipei, karena khawatir menimbulkan kemarahan Beijing.
Hal tersebut membuat Taipei terdorong untuk mengembangkan perangkat kerasnya sendiri, termasuk rudal canggih, kapal, dan jet pelatih baru.
Beberapa perangkat keras itu, diantaranya termasuk rudal hipersonik dan telah digunakan selama latihan pekan ini.
Pendekatan China yang semakin kuat juga telah memicu kerjasama internasional yang diperkuat oleh sejumlah negara dengan Taiwan.
Di bawah kepemimpinan Presiden AS Donald Trump, AS semakin sering untuk menjual alat-alat perangnya, termasuk jet tempur F-16.
China pada awal pekan ini juga telah mengancam akan menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan pertahanan Lockheed Martin karena meningkatkan sistem pertahanan patriot.
Selain itu, Prancis juga membuat marah Negeri Tirai Bambu tersebut dengan menyetujui untuk meningkatkan sistem interferensi rudal terhadap kapal fregat yang dibeli Taiwan pada tahun 1990-an.
Sementara Washington tetap menjadi sekutu tidak resmi dan pemasok terkemuka untuk Taiwan, meskipun mengalihkan pengakuan diplomatik kepada China pada 1979.