Liputan6.com, Jakarta - Pada 21 Juli 1967, pemenang Nobel Prize pertama dari Afrika, Albert John Lutuli meninggal dunia. Albert merupakan pemimpin kampanye tanpa kekerasan untuk hak-hak sipil di Afrika Selatan.
Dirinya memperjuangan kesetaraan dengan menekankan dua poin penting dari hidupnya, yaitu budaya Zulu dari Afrika tempat asalnya dan budaya demokratis-Kristen di Eropa, seperti yang dikutip dari Nobel Prize, Selasa (21/7/2020).
Baca Juga
Albert memenangkan Nobel Prize pada 1960, setelah memenuhi kriteria Alfred Nobel Will, yang dihadiahkan untuk orang-orang yang membantu sesamanya. Albert sendiri juga dikenal sebagai seorang guru selama 17 tahun.
Advertisement
Pada 1936, Albert juga sempat terpilih menjadi kepala suku selama 17 tahun. Tak hanya itu, ia juga cukup aktif di beberapa gereja di Afrika Selatan, India dan Amerika Serikat. Kecintaannya dengan sukunya, dirinya juga membantu para orang di sukunya untuk mendapatkan kesahteraan. Maka dari itu dia berusaha untuk memadukan budaya kunonya dengan ajaran agama Kristen dan mempromosikan kesejahteraan ekonominya dengan berbagai cara - misalnya, dengan memperkenalkan metode baru dalam produksi gula.
"Sebelum menjadi kepala sekolah, saya adalah seorang guru selama sekitar 17 tahun. Dalam sekitar 30 tahun terakhir ini, saya telah berjuang dengan semangat dan kesabaran luar biasa untuk bekerja demi kemajuan dan kesejahteraan rakyat saya dan untuk hubungan harmonis mereka dengan bagian-bagian lain dari masyarakat multiras kami di Uni Afrika Selatan," ungkapnya.
"Dalam upaya ini saya selalu menempuh jalan moderasi. Selama waktu yang sangat lama ini saya miliki, tahun demi tahun, dengan senang hati menghabiskan berjam-jam waktu saya dengan organisasi seperti gereja dan berbagai lembaga, seperti Dewan Kristen Afrika Selatan, Dewan Gabungan Eropa dan Afrika, dan sekarang Dewan Perwakilan Asli yang tidak berfungsi," imbuhnya.
Namun lebih dari itu, Albert juga seorang pejuang antirasisme di Zulu.
Terinspirasi dari Gandhi
25 tahun setelah pemberian Nobel Prize untuk perdamaian pada 1936, Carl von Ossietzky yang merupakan salah satu tahanan kamp kosentrasi memenangkan penghargaan ini, Komite Nobel untuk kedua kalinya memilih pemenang hadiah yang sedang dianiaya oleh otoritasnya sendiri.
Albert terpilih sebagai pemenang Nobel Prize pada 1960 berkat gerakan pembebasan Kongres Nasional Afrika (ANC) pada tahun 1952. Terinspirasi oleh filosofi antikekerasan Mahatma Gandhi, ia menjadi juru bicara kampanye pendemo sipil yang diarahkan terhadap kebijakan Afrika Selatan.
Segregasi rasial, dan memelopori beberapa demonstrasi dan serangan terhadap pemerintah minoritas kulit putih. Bersama orang-orang Afrika lainnya, Lutuli juga sempat ditangkap dan dianiaya, dan setelah pembantaian 69 demonstran kulit hitam di Sharpeville pada tahun 1960, ANC dilarang.
Pilihan Lutuli berarti bahwa Komite Nobel telah menaruh hormat pada hak asasi manusia dalam agenda, dan bahwa ia telah bergabung dengan gerakan internasional melawan apartheid. Ini diambil selangkah lebih maju pada tahun 1984, ketika senegaranya Lutuli Uskup Desmond Tutu memenangkan penghargaan Nobel Prize untuk perdamaian
Reporter: Yohanna Belinda
Advertisement