Liputan6.com, Pegunungan Andes - Lima lembaga ilmiah dilaporkan telah bergabung dalam upaya lintas batas untuk melestarikan katak raksasa Danau Titicaca (Telmatobius culeus).
Telmatobius culeus merupakan salah satu spesies katak akuatik terbesar di dunia yang hidup di perairan Danau Titicaca, melintasi perbatasan antara Peru dan Bolivia. Mengutip BBC, Rabu (29/7/2020), tujuan dari proyek ini adalah untuk memastikan masa depan hewan amfibi itu yang terancam punah.
Hewan amfibi tersebut terancam oleh polusi dari pertambangan dan penggunaan dalam pengobatan tradisional. Para ilmuwan akan mempelajari habitat katak raksasa di Danau Titicaca dan juga melakukan analisis genetik, untuk mengetahui cara terbaik yang dapat dilakukan untuk melindungi spesies.
Advertisement
Sepanjang hidupnya, katak jenis itu tinggal di perairan Danau Titicaca dan laguna. Ia memiliki kulit yang kendur keriput di sekujur tubuhnya, yang membuatnya dijuluki "skrotum frog" alias Katak Kantong Buah Zakar.
Para ilmuwan berpikir lipatan kulit tersebut berguna untuk membantu katak menyerap lebih banyak oksigen di danau, yang terletak di ketinggian 3.800 m (12.500 kaki) di atas permukaan laut.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Punah Karena Polusi dan Diburu
Telmatobius coleus yang berukuran besar diketahui dapat mencapai 14,5cm (5,7in). Namun, penjelajah Prancis Jacques Cousteau menggambarkan, menemukan spesimen berukuran panjang total 50 cm pada tahun 1970-an.
Katak akuatik tersebut secara khusus dapat ditemukan pada kedalaman hingga 100 m (330 kaki). Pada 2016, ribuan katak ditemukan mati di tepi anak sungai ke Danau Titicaca.Â
Polusi dari pertanian dan plastik dianggap sebagai alasan dari kematian missal katak tersebut. Namun diketahui, katak-katak itu juga diburu karena dianggap secara keliru sebagai afrodisiak, sebuah zat yang mampu meningkatkan gairah seksual.Â
Mereka dicampur menjadi minuman yang disebut "jus katak" yang dijual di beberapa pasar lokal. Tubuh mereka juga digunakan sebagai jimat. Kulitnya yang tidak biasa kadang-kadang berubah menjadi kantong kerajinan kecil, sementara bagian kakinya dimakan dengan cara dibakar atau dipanggang.
Tim ilmuwan yang bersatu untuk menyelamatkan katak terancam punah tersebut terdiri dari para ahlii Museum Sains Bolivia dan Museum Sejarah Alam Amerika Selatan, Universitas Cayetano Heredia Peru, Pontifical Catholic University Ekuador, Kebun Binatang Denver di AS dan LSM NaturalWay. Tim Ini juga mendapat dukungan dari pemerintah Peru dan Bolivia serta Program Pembangunan PBB.
Para ilmuwan akan mempelajari habitat katak raksasa Danau Titicaca, dan juga melakukan analisis genetik untuk mengetahui cara terbaik melindungi spesies.
Â
Reporter: Vitaloca Cindrauli Sitompul
Advertisement