Liputan6.com, India - Kasus mengejutkan dilaporkan dari ibu kota Delhi, di mana polisi telah menangkap seorang pria berusia 30-an yang telah memperkosa dan melakukan penyerangan terhadap nenek berusia 86 tahun.
Swati Maliwal, kepala Komisi Wanita Delhi menjelaskan bahwa sebelum kejadian, si nenek sedang menunggu tukang susu di luar rumahnya pada Senin malam.
Baca Juga
Pelaku kemudian menghampiri korban dan mengatakan bahwa pengantar susu yang ia tunggu tidak bisa datang, sehingga menawarkan untuk membawanya ke tempat di mana korban bisa mendapatkan susu.
Advertisement
Si nenek tersebut mempercayai si pelaku dan mengikutinya. Namun ternyata pelaku membawanya ke ladang pertanian dan langsung memperkosanya.
"Dia terus menangis dan meminta pelaku untuk meninggalkannya. Dia mengatakan kepada pelaku bahwa dirinya bagaikan neneknya. Tapi pelaku mengabaikan dan tetap menyerangnya tanpa ampun," kata Maliwal, seperti dilansir BBC, Kamis (10/9/2020).
Penduduk desa setempat yang tengah lewat dan mendengar tangisannya segera menyelamatkan dan menyerahkan pelaku ke polisi.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Menuntut Hukuman Mati
Maliwal mengatakan bahwa saat ia mengunjungi korban di rumahnya pada hari Selasa, ia melihat kondisi korban sangat mengenaskan.
"Tangannya benar-benar sudah keriput. Anda akan terkejut mendengar apa yang dialaminya. Terdapat memar di wajah dan di sekujur tubuhnya dan dia mengatakan juga mengalami pendarahan di vagina. Itu mengakibatkan dia menderita trauma ekstrem."
Maliwal menambahkan bahwa ia menuntut hukuman mati untuk penyerang, yang dia anggap bukanlah ‘seorang manusia’. "Saya memohon kepada ketua Pengadilan Tinggi Delhi dan gubernur untuk mempercepat kasus ini," katanya.
Advertisement
Satu Kasus Perkosaan Setiap 15 Menit
Kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual telah menjadi sorotan di India, sejak kasus pemerkosaan secara beramai-ramai terhadap seorang mahasiswa di sebuah bus yang bergerak di Delhi pada tahun 2012.
Korban meninggal beberapa hari kemudian karena luka parah yang dideritanya dan empat terdakwa dijatuhi hukuman gantung.
Setelah protes global atas kebrutalan pemerkosaan tahun 2012 tersebut, India pun mengesahkan undang-undang pemerkosaan baru yang lebih keras, termasuk hukuman mati dan berjanji untuk melakukan pengadilan dengan cepat. Namun jumlah kasus pemerkosaan di India tetap terus meningkat.
Menurut Biro Catatan Kejahatan Nasional, polisi mencatat 33.977 kasus pemerkosaan di India pada tahun 2018 yang setara dengan satu pemerkosaan setiap 15 menit, itu masih diluar kasus yang tidak dilaporkan. Bahkan Yogita Bhayana, seorang aktivis perempuan mengatakan bahwa tidak ada kelompok usia yang menjadi jaminan aman.
"Saya telah bertemu dengan perempuan mulai dari usai sebulan hingga usi 60-an yang mengalami kasus pemerkosaan," kata Bhayana, yang bekerja untuk People Against Rapes di India (Pari).
Tidak Ada Tanggapan Serius
Bhayana mengatakan selama bertahun-tahun, dia telah menulis lebih dari 100 surat kepada Perdana Menteri Narendra Modi untuk menegakkan keadilan bagi korban pemerkosaan, tetapi belum menerima satu tanggapan pun. Sementara dalam oposisi, Modi selalu menggambarkan Delhi sebagai "ibu kota pemerkosaan" dalam beberapa rapat umum pemilihan.
Bahkan setelah Modi mengambil alih jabatan perdana menteri pada tahun 2014, ia tampaknya menjadikan isu tersebut sebagai prioritas. "Ketika kami mendengar tentang pemerkosaan ini, kami merasa malu," kata Bhayana.
"Di setiap rumah, orang tua hanya mengajukan banyak pertanyaan kepada putrinya, seperti ke mana dia pergi, kapan kembali, dan sebagainya. Tapi pernahkah kamu bertanya pada putramu tentang kemana dia pergi, dengan siapa dia pergi? Karena pelaku pemerkosaan nyatanya juga anak dari seseorang," katanya, menasihati orang tua untuk mengawasi anak-anaknya.
Namun sejak meningkatnya kasus kekerasan seksual, sebagian besar PM Modi memilih untuk tidak berkomentar, kecuali satu twit pada tahun 2018 bahwa "anak perempuan India akan mendapatkan keadilan".
Melihat itu, Bhayana mengatakan "tidak ada tongkat ajaib yang dapat membuat masalah kekerasan gender menghilang hanya dalam semalam."
Bhayana menjelaskan bahwa hingga saat ini, tidak ada tanda dari pemerintah untuk serius menangani isu kekerasan gender. "Saya telah bekerja di lapangan selama delapan tahun. Saya belum pernah bertemu dengan orang yang benar-benar serius menanggapi masalah ini."
Reporter: Vitaloca Cindrauli Sitompul
Advertisement