Liputan6.com, Jakarta - Kota Qingdao di China mengatakan pada Senin, 12 Oktober 2020 bahwa pihaknya akan melakukan tes Corona COVID-19 untuk seluruh populasi lebih dari 9 juta orang selama lima hari.
Dikutip dari laman Channel News Asia, Senin (12/10/2020), hal itu dilakukan setelah kasus baru muncul terkait dengan rumah sakit yang merawat pasien terinfeksi dari luar negeri.
Kota tersebut melaporkan enam kasus Corona COVID-19 baru dan enam kasus asimtomatik hingga akhir 11 Oktober. Sebagian besar kasus terkait dengan Rumah Sakit di Qingdao.
Advertisement
Baca Juga
Qingdao adalah pelabuhan utama di provinsi Shandong timur China. Penghitungan Komisi Kesehatan Nasional (NHC) dari 21 kasus COVID-19 yang dikonfirmasi di China untuk 11 Oktober diterbitkan setelah pengumuman Qingdao, tetapi tidak termasuk infeksi yang dikonfirmasi di kota itu dan tidak dijelaskan mengapa.
Jumlah kasus asimtomatik baru, yang tidak dihitung oleh China sebagai kasus yang dikonfirmasi, naik menjadi 32 dari 23 kasus sehari sebelumnya, kata NHC.
Tidak dijelaskan di mana kasus baru tanpa gejala dilaporkan, meskipun dikatakan 29 di antaranya adalah infeksi impor.
Infeksi COVID-19 harian di China telah turun drastis dari puncaknya awal tahun ini, tetapi negara itu tetap waspada untuk mencegah penguncian yang menyebabkan kontraksi langsung terhadap ekonomi negara tersebut.
Qingdao telah menutup Rumah Sakit Qingdao serta bagian gawat darurat rumah sakit pusatnya. Bangunan tempat tinggal orang yang terinfeksi juga telah dikunci sebagai bagian dari tindakan penahanan penyebaran virus.
Jumlah total kasus Corona COVID-19 yang dikonfirmasi di China sekarang mencapai 85.578, sementara jumlah kematian tetap tidak berubah di 4.634.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak video pilihan di bawah ini:
China Dituntut Berbagai Negara karena Pandemi Virus Corona COVID-19
Kerugian ekonomi akibat Virus Corona COVID-19 sangat jelas terasa banyak kalangan. Pemerintah berbagai negara merasakan ekonomi yang sedang melambat, perusahaan besar, menengah, dan kecil terganggu pemasukannya, dan pegawai terpaksa dirumahkan.
Kini, warga negara Amerika Serikat (AS) dan negara maju lain mulai meminta ganti rugi. Gugatan class-action yang didukung ribuan warga AS itu ditangani sebuah firma hukum bernama Berman Law Group di Miami.
Dalam keterangannya, firma hukum tersebut menyebutkan gugatan ini ingin menuntut ganti-rugi miliaran dolar bagi para korban COVID-19 akibat kelalaian China, demikian laporan ABC Australia, Rabu (22/4/2020).
Mereka menyebut Pemerintah China telah gagal mencegah penyebaran Virus Corona sehingga kini sudah menimbulkan masalah di seluruh dunia.
Firma hukum ini bertekad untuk "memperjuangkan hak-hak rakyat dan pengusaha di Florida serta di AS yang kini sakit atau harus merawat orang sakit, mengalami kesulitan keuangan, dan terpaksa mengalami kepanikan, pembatasan sosial dan isolasi" akibat COVID-19.
Gugatan cass-action terpisah atas nama pengusaha di Las Vegas juga sudah didaftarkan. Mereka menuntut ganti-rugi miliaran dolar ke Pemerintah China.
Gugatan di Las Vegas ini menyebutkan Pemerintah China seharusnya membagi informasi awal mengenai virus ini, namun mereka malah mengintimidasi dokter, ilmuwan, jurnalis dan praktisi hukum sembari membiarkan COVID-19 menyebarluas.
Seperti diberitakan berbagai media, pada 2 Januari 2020, pihak berwenang di China "mempermalukan" delapan orang dokter dalam siaran TV nasional. Ke-8 orang ini dituduh sebagai, "penyebar hoaks".
Menurut laporan investigasi kantor berita Associated Press pekan lalu, Kepala Komisi Kesehatan Nasional China Ma Xiaowei telah memaparkan adanya "situasi parah dan kompleks" dalam sebuah rapat bersama pejabat medis tingkaty propinsi pada 14 Januari.
Ma Xiaowei bahkan membandingkan situasi ini dengan penyebaran virus SARS tahun 2003.
Namun baru pada tanggal 20 Januari Presiden Xi Jinping mengumumkan kemungkinan adanya pandemi virus Corona ini.
Advertisement