Turki dan Rusia Ogah Beri Selamat ke Joe Biden, Ini Alasannya

Presiden Recep Tayyip Erdogan dan Vladimir Putih masih ogah beri selama ke Joe Biden karena menang pemilu AS 2020.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 11 Nov 2020, 19:23 WIB
Diterbitkan 11 Nov 2020, 09:03 WIB
Donald Trump bertemu Vladimir Putin dalam KTT G20 (AFP Photo)
Donald Trump bertemu Vladimir Putin dalam KTT G20 (AFP Photo)

Liputan6.com, Ankara - Tak semua pemimpin dunia sudah memberikan selamat kepada Joe Biden usai menang pemilu Amerika Serikat. Pemimpin Rusia dan Turki memilih untuk menunggu hasil langkah hukum Donald Trump. 

Joe Biden menang pemilu AS 2020 berdasarkan hitung cepat media. Negara-negara bagian belum ada yang meresmikan hasil resmi. Turki berkata menghormati proses demokrasi di AS. 

"Turki akan memberi selamat kepada pemenang segera saat hasil pemilu menjadi resmi sebagai bagian penghormatan kepada rakyat AS dan demokrasi," ujar juru bicara Presiden Recep Tayyip Erdogan seperti dilaporkan Al Arabiya, Selasa (10/11/2020).

Pihak Turki menyoroti adanya protes dan sengketa yang masih berlangsung, terutama di daerah yang Joe Biden menang tipis.

Kubu Donald Trump protes adanya kecurangan di Pennsylvania, Michigan, Georgia, dan Arizona. Hasil di Wisconsin juga diminta agar dihitung ulang.

Presiden Rusia Vladimir Putin juga enggan memberi selama ke Joe Biden sampai masalah hukum selesai. Pihak Rusia berkata pemilu 2020 beda dengan 2016 karena masalah hukum yang terjadi. Pada 2016, Putin berkomentar agar kandidat mengaku kalah.

Kami mempertimbangkan hal yang benar untuk menunggu sampai hasil resmi difinalisasi. Saya ingin mengingatkanmu bahwa Presiden Putin berkali-kali berkata ia akan menghormati pilihan rakyat Amerika," ujar jubir Presiden Putin, Dmitry Peskov.

Pemimpin-pemimpin negara lain umumnya sudah memberikan selamat kepada Joe Biden, termasuk  Presiden Joko Widodo.

Update:

Erdogan telah memberikan ucapan selamat ke Joe Biden. Ia juga berterima kasih kepada Donald Trump atas empat tahun terakhir.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Kim Jong-un Juga Masih Bungkam

Keakraban Donald Trump dan Kim Jong-un Saat Berjalan di Taman
Keakraban Presiden AS Donald Trump (kiri) dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un saat berjalan di taman Hotel Capella, Pulau Sentosa, Singapura, Selasa (12/6). Trump dan Kim bertemu untuk membicarakan upaya denuklirisasi Korut. (Anthony Wallace/Pool/AFP)

Pemimpin Korea Utara Kim Jon-un masih bungkam terkait kabar kekalahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di pemilu AS 2020. Korut tampaknya masih memantau pemilu AS dengan hati-hati.

Dilaporkan Yonhap, Selasa (10/11/2020), media-media Korut terpantau tetap bungkam hingga Senin 9 November 2020. Namun, Korut biasanya memang tak selalu cepat merespons hasil pemilu AS.

Hubungan Donald Trump dan Kim Jong-un relatif dekat, meski awalnya sempat saling menghina. Selama menjabat, Trump sudah tiga kali bertemu Kim, yakni di Singapura, Vietnam, dan perbatasan Korea Utara.

Presiden Donald Trump adalah presiden pertama dalam sejarah AS yang berkunjung ke Korea Utara pada 30 Juni 2019.

Yonhap menyebut Korea Utara kemungkinan besar lebih menyukai Donald Trump di periode dua karena Joe Biden sangat kritis pada Korea Utara. Joe Biden juga tidak tertarik dengan diplomasi dengan negara itu.

Tahun lalu, Korea Utara dan Joe Biden sempat bertukar hinaan. Biden menyebut Kim Jong-un sebagai "preman", sementara Korut menyebut Biden sebagai "orang bodoh dengan IQ rendah."

Donald Trump Dianggap Sahabat

Trump dan Kim Jong-un
Presiden AS, Donald Trump bertemu dengan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un di zona demiliterisasi Korea (DMZ), Desa Panmunjom pada Minggu (30/6/2019). Pertemuan keduanya berawal ketika Trump menuliskan undangan pertemuan dengan Kim melalui Twitter. (AP Photo/Susan Walsh)

Pakar Korea Utara menyebut bungkamnya Korea Utara karena mempertimbangkan hubungan persahabatan dengan Donald Trump.

"Utara tampaknya tetap bungkam dengan pertimbangan hubungan bersahabat yang mereka bangun dengan Trump dan sepertinya menunggu pemilihan Biden agar dikonfirmasi, serta mengeksplorasi bagaimana sekutunya yakni China dan Rusia merespons hasil ini," ujar Yang Moo-jin, profesor dari University of North Korean Studies.

Media China sudah membahas kemenangan Donald Trump, namun Rusia memilih menunggu hasil resmi pemilu 2020.

Yang Moo-jin menambahkan bahwa jika pemilihan Biden sudah dikonfirmasi, kemungkinan media Korea Utara akan meminta AS untuk menghentikan kebijakan yang keras terhadap Korea Utara.

Infografis Pemilu AS 2020:

Infografis Trump Vs Biden Klaim Kemenangan Pemilu AS 2020
Infografis Trump Vs Biden Klaim Kemenangan Pemilu AS 2020 (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya