Liputan6.com, Jenewa - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) António Guterres PBB merilis sebuah harapan, melalui pesan akhir tahun yang dipublikasikan Senin 29 Desember 2020 waktu setempat. Ia mengatakan bahwa COVID-19 mengubah hidup dan menjerumuskan Dunia ke dalam penderitaan dan kesedihan.
"2020 adalah tahun kesulitan, tragedi, dan air mata," ucapnya melalui pesan akhir tahun itu, António Guterres seperti dikutip dari VOA Indonesia, Selasa (29/12/2020).
Baca Juga
Sekjen PBB itu kemudian meminta agar 2021 menjadi "tahun penyembuhan."
Advertisement
"Begitu banyak orang yang kehilangan anggota keluarga. Pandemi terus berkecamuk, menciptakan gelombang baru penyakit dan kematian. Kemiskinan, ketimpangan dan kelaparan meningkat. Pekerjaan menghilang dan utang meningkat. Anak-anak kesulitan. Kekerasan dalam rumah tangga meningkat, dan rasa tidak aman terjadi di mana-mana," kata Guterres.
Guterres menambahkan bahwa harapan baik akan datang di masa mendatang.
"Tahun Baru akan datang. Seiring itu, kita melihat sinar harapan: orang-orang mengulurkan bantuan kepada tetangga dan orang tak dikenal; pekerja garis depan bekerja keras; ilmuwan mengembangkan vaksin dalam waktu singkat; negara-negara membuat komitmen baru untuk mencegah bencana terkait iklim. Jika kita bekerja sama dalam persatuan dan solidaritas, sinar harapan ini dapat menjangkau seluruh dunia."
Krisis yang Ditangani Bersama
Dalam pesannya, Guterres juga menekankan bahwa krisis yang terjadi saat ini bisa ditangani dengan bergandeng tangan. Seperti perubahan iklim dan pandemi COVID-19, sebagai bagian dari transisi menuju masa depan yang inklusif dan berkelanjutan.
"Ambisi utama PBB untuk 2021 adalah membangun koalisi global untuk netralitas karbon - emisi nol - pada tahun 2050. Setiap pemerintah, kota, bisnis, dan individu bisa berperan dalam mencapai visi ini," katanya.
Bersama, kata Guterres, "mari berdamai di antara kita dan dengan alam, atasi krisis iklim, hentikan penularan COVID-19."
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Juga Video Ini:
Pandemi Telah Rusak HAM di Seluruh Dunia
Sebelumnya, Sekjen PBB mendesak dunia untuk mementingkan hak asasi manusia (HAM) dalam upaya-upaya pemulihan akibat virus corona untuk mencapai masa depan lebih baik bagi warga negaranya.
Dalam pidato di televisi yang ditayangkan pada peringatan tahunan Hari HAM Internasional, Kamis (10/12), Sekjen Antonio Guterres mengatakan pandemi COVID-19 telah memberi “dampak yang tidak proporsional pada kelompok-kelompok rentan” termasuk para petugas di garis depan, kaum lansia, difabel, perempuan dewasa dan anak-anak, serta warga minoritas.
Virus “telah berkembang karena kemiskinan, ketimpangan, diskriminasi, perusakan lingkungan hidup dan kegagalan hak asasi manusia lainnya, telah menciptakan kerapuhan sangat besar dalam masyarakat kita,” kata Guterres. Pada saat bersamaan, ujarnya, pandemi juga memberi para pemimpin suatu dalih untuk memberlakukan “tanggapan keamanan keras dan langkah-langkah represif yang membatasi ruang gerak masyarakat dan kebebasan media.”
Dalam pidato yang disampaikan Rabu 9 Desember di Jenewa, Komisioner HAM PBB Michelle Bachelet mengatakan kegagalan banyak negara untuk menangani virus ini dengan serius dan bertindak cukup cepat untuk mencegah penyebarannya, telah merongrong banyak masalah HAM di seluruh dunia, termasuk di antaranya ekonomi, hak-hak sipil dan politik.
"Mempolitisasi pandemi dengan cara ini adalah tidak bertanggung jawab, ini benar-benar tercela," kata Bachelet. “Bukti dan proses ilmiah telah diabaikan, dan teori konspirasi serta disinformasi telah disebarluaskan dan dibiarkan, atau didorong untuk tumbuh subur."
Mantan presiden Chile itu mengatakan tindakan-tindakan ini telah membuat diskriminasi, rasisme sistemik dan marjinalisasi kelompok paling rentan di dunia semakin berkembang, khususnya di negara-negara yang sedang dilanda konflik seperti Yaman, yang telah menderita akibat badai konflik dan pelanggaran, penyakit, blokade, dan kekurangan dana kemanusiaan selama lima tahun.
Meskipun dunia di ambang memiliki sedikitnya satu vaksin COVID-19 yang aman dan efektif, Bachelet mengatakan itu tidak akan mencegah atau mengobati kerusakan sosial ekonomi yang disebabkan oleh pandemi. Ia mengatakan satu-satunya hal yang dapat melakukan demikian adalah “vaksin hak asasi manusia,” yang kandungan intinya tertanam dalam Deklarasi Universal HAM, yang disahkan Majelis Umum PBB pada 10 Desember 1948.
Secara global, pandemi telah menjangkiti sedikitnya 81 juta orang dan menewaskan lebih dari 1,7 juta, sebut Johns Hopkins University.
Advertisement